Oleh : Ustadz M. Nashihuddin (Ketua Majelis Tabligh Muhammadiyah Jakarta Timur)
Hajinews.id – Kamus besar Bahasa Indonesia yatim: ya·tim a tidak beribu atau tidak berayah lagi (krn ditinggal mati); — piatu sudah tidak berayah dan beribu lagi
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَا عْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـئًـا ۗ وَّبِا لْوَا لِدَيْنِ اِحْسَا نًا وَّبِذِى الْقُرْبٰى وَا لْيَتٰمٰى وَ الْمَسٰكِيْنِ وَا لْجَـارِ ذِى الْقُرْبٰى وَا لْجَـارِ الْجُـنُبِ وَا لصَّا حِبِ بِا لْجَـنْبِۢ وَا بْنِ السَّبِيْلِ ۙ وَمَا مَلَـكَتْ اَيْمَا نُكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَا نَ مُخْتَا لًا فَخُوْرًا
“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri,” (QS. An-Nisa’ 4: Ayat 36)
Keberadaan anak anak yatim di lingkungan masyarakat cukup banyak , Maka berbuatlah dan bergeraklah untuk memperbaiki dan memperhatikan masa depan mereka demi meraih cita citanya.
Mereka adalah tunas bangsa yang akan melanjutkan estafet perjuangan kehidupan bangsa.
1. Rasulullah saw ketika kecil di usia enam tahun sudah tidak lagi berayah dan beribu menjadi yatim piatu.
فِى الدُّنْيَا وَا لْاٰ خِرَةِ ۗ وَيَسْــئَلُوْنَكَ عَنِ الْيَتٰمٰى ۗ قُلْ اِصْلَا حٌ لَّهُمْ خَيْرٌ ۗ وَاِ نْ تُخَا لِطُوْهُمْ فَاِ خْوَا نُكُمْ ۗ وَا للّٰهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ ۗ وَلَوْ شَآءَ اللّٰهُ لَاَ عْنَتَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
“tentang dunia dan akhirat. Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang anak-anak yatim. Katakanlah, “Memperbaiki keadaan mereka adalah baik!” Dan jika kamu mempergauli mereka, maka mereka adalah saudara-saudaramu. Allah mengetahui orang yang berbuat kerusakan dan yang berbuat kebaikan. Dan jika Allah menghendaki, niscaya Dia datangkan kesulitan kepadamu. Sungguh, Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 220)
2. Larangan bersikap kasar terhadap Anak yatim
فَاَ مَّا الْيَتِيْمَ فَلَا تَقْهَرْ
“Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang.”
وَاَ مَّا السَّآئِلَ فَلَا تَنْهَرْ
“Dan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah engkau menghardik(nya).”
وَاَ مَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur).”
(QS. Ad-Duha 93: Ayat 9-11)
3. Kajian Tafsir ibnu Katsir Tentang cinta dunia
Al-Fajr, ayat 15-20
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ (15) وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ (16) كَلَّا بَلْ لَا تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ (17) وَلَا تَحَاضُّونَ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (18) وَتَأْكُلُونَ التُّرَاثَ أَكْلًا لَمًّا (19) وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا (20)
Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya, lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata, “Tuhanku telah memuliakanku.” Adapun bila Tuhannya mengujinya, lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, “Tuhanku menghinakanku.” Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim, dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin, dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampurbaurkan (yang halal dan yang batil), dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, mengingkari sifat manusia yang apabila Allah meluaskan baginya dalam hal rezeki untuk mengujinya melalui rezeki itu, maka ia menganggap bahwa hal itu merupakan kemuliaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk dirinya. Padahal kenyataanya tidaklah demikian, bahkan sebenarnya hal itu merupakan ujian dan cobaan, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:
أَيَحْسَبُونَ أَنَّما نُمِدُّهُمْ بِهِ مِنْ مالٍ وَبَنِينَ نُسارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْراتِ بَلْ لَا يَشْعُرُونَ
Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa) Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. (Al-Mu’minun: 55-56)
Demikian pula sebaliknya Allah menguji dan mencobanya dengan kesempitan rezeki, dia mengira bahwa hal itu merupakan penghinaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya. Maka disanggah oleh firman-Nya:
{كَلا}
Sekali-kali tidak (demikian). (Al-Fajr: 17)
Yakni sebenarnya tidaklah seperti yang diduganya baik dalam keadaan mendapat kesukaan maupun dalam keadaan mendapat kedukaan;karena sesungguhnya Allah memberi harta kepada siapa yang disukai-Nya dan juga kepada orang yang tidak disukai-Nya, dan Dia menyempitkan rezeki terhadap orang yang disukai-Nya dan juga terhadap orang yang tidak disukai-Nya. Dan sesungguhnya pokok pangkal permasalahan dalam hal ini bergantung kepada ketaatan yang bersangkutan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam dua keadaan tersebut. Apabila ia diberi kekayaan, hendaknya ia bersyukur kepada Allah atas karunia-Nya itu; dan apabila mendapat kemiskinan, hendaknya ia bersabar dan tetap menjalankan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
{بَل لَا تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ}
Sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim. (Al-Fajr: i 7)
Di dalam ayat ini terkandung makna perintah untuk memuliakan anak yatim, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah ibnul Mubarak, dari Sa’id ibnu Ayyub, dari Yahya ibnu Sulaiman, dari Yazid ibnu Abu Gayyas., dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang telah bersabda:
«خَيْرُ بَيْتٍ فِي الْمُسْلِمِينَ بَيْتٌ فِيهِ يَتِيمٌ يُحْسَنُ إِلَيْهِ، وَشَرُّ بَيْتٍ فِي الْمُسْلِمِينَ بَيْتٌ فِيهِ يَتِيمٌ يُسَاءُ إِلَيْهِ- ثُمَّ قَالَ بِأُصْبُعِهِ- أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا»
Sebaik-baik rumah dikalangan kaum muslim adalah rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim yang diperlakukan dengan baik, dan seburuk-buruk rumah di kalangan kaum muslim adalah rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim yang di perlakukan dengan buruk. Kemudian Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam berisyarat dengan kedua jari tangannya, lalu bersabda: Aku dan orang yang menjamin anak yatim berada di dalam surga seperti ini.
قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ بْنِ سُفْيَانَ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ -يَعْنِي ابْنَ أَبِي حَازِمٍ-حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ سَهْلٍ -يَعْنِي ابْنَ سَعْدٍ-أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ كَهَاتَيْنِ فِي الْجَنَّةِ” وَقَرَنَ بَيْنَ إصبعيه: الوسطى والتي تلي الإبهام
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnus Sabah ibnu Sufyan, telah menceritakan kepada Kami Abdul Aziz (yakni Ibnu Abu Hazim), telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Sahl (yakni Ibnu Sa’id) bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah bersabda: Aku dan orang yang menjamin anak yatim seperti kedua jari ini di dalam surga. Yakni berdekatan, seraya mengisyaratkan kedua jarinya, yaitu telunjuk dan jari tengahnya.
{وَلا تَحَاضُّونَ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ}
dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin. (Al-Fajr:18)
Yaitu tidak memerintahkan orang lain untuk memberi santunan kepada orang-orang fakir dan miskin dan sebagian dari mereka tidak menganjurkan hal ini kepada sebagian yang lainnya.
{وَتَأْكُلُونَ التُّرَاثَ أَكْلا لَمًّا}
dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur-adukan (yang halal dan yang haram). (Al-Fajr: 19).
Yang dimaksud dengan turas ialah harta warisan, yakni memakannya tanpa mempedulikan dari arah mana dihasilkannya, baik dari cara halal maupun cara haram.
{وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا}
dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan. (Al-Fajr: 20)
Yakni kecintaan yang banyak; sebagian ulama mengartikannya kecintaan yang berlebihan.
Peringatan
Sungguh, yatim bukanlah yang anak yang ditinggal kedua orang tuanya. Namun Yatim sesungguhnya adalah mereka yang tidak punya ilmu dan adab kesopanan.
Maha benar Allah akan semua firman Nya