Tolak Dijadikan Tameng, Warga Yahudi di Eropa Serukan Bela Palestina Lawan Penindasan Israel

banner 400x400

Hajinews.co.id – Sejumlah warga Yahudi di negara-negara Eropa menyerukan untuk membela Palestina untuk melawan penindasan Israel di Jalur Gaza.

Salah satu warga Yahudi di Kota Kopenhagen Denmark, Jonathan Ofir, menolak kampanye Israel yang menjadikan warga Yahudi di seluruh dunia sebagai tameng mereka untuk menindas warga Palestina.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Ofir berani menyuarakan pendapat yang berbeda ketika banyak yang mendukung Israel melakukan gempuran balasan usai serangan dari Hamas pada 7 Oktober.

“Hal itu memberikan lampu hijau bagi Israel untuk melakukan pembantaian lebih besar daripada aksi pembalasan,” kata Ofir yang merupakan konduktor dan penulis musik keturunan Yahudi itu.

Saat ini sekitar 6.582 orang meninggal dunia akibat perang milisi Hamas Palestina dengan pasukan Israel.

Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan korban meninggal dunia di pihak Palestina mencapai 5.182 orang.

Rinciannya, 5.087 di Jalur Gaza, dengan 2.055 di antaranya merupakan anak-anak, 1.119 orang perempuan, dan 217 orang lanjut usia.

Sementara itu, dari pihak Israel, korban tewas tercatat sebanyak 1.400 orang sejak 7 Oktober.

Lembaga nirlaba Palestina menyebutkan bahwa terdapat satu anak Palestina yang meninggal dunia dalam 15 menit akibat serangan Israel.

Ofir yang lahir di Israel secara terbuka mendukung perjuangan rakyat Palestina terbebas dari penindasan Israel. Ia bahkan ikut turun melakukan aksi unjuk rasa mendukung Palestina beberapa waktu lalu.

“Israel mengklaim bahwa orang Yahudi sebagai aset nasional mereka dan mereka mempersenjatai kami sebagai orang Yahudi, baik sebagai badan dalam pertarungan demografis melawan non-Yahudi khususnya Palestina maupun secara ideologis sebagai perwakilan negara Yahudi. Mereka terus melakukan itu terhadap orang-orang Yahudi,” tutur Ofir.

“Klaim itu pada gilirannya menjadikan (kami) sebagai tameng manusia bagi negara ketika mereka menyerang warga Palestina di bawah agenda pemukim penjajah, baik melalui pembersihan etnis yang tengah berlangsung, pengepungan, atau pembantaian berkala,” ujar Ofir.

Sejumlah warga Yahudi di negara-negara Eropa menyerukan untuk membela Palestina untuk melawan penindasan Israel di Jalur Gaza.

Warga Yahudi di Spanyol yang pernah dibesarkan di Yerusalem, Naama Farjoun, secara terbuka mengungkapkan dirinya sebagai anti-Zionis.

Zionisme merupakan sebuah pemikiran bahwa orang-orang Yahudi berhak menguasai dan mendirikan negara Israel di wilayah Levan atau dikenal orang-orang Arab sebagai Syam.

Farjoun memilih meninggalkan Israel pada Januari 2001 atau beberapa bulan setelah insiden Intifada kedua. Saat ini ia memilih menetap di Kota Valencia.

“Saya meninggalkan (Israel) karena tidak tahan lagi menerima beban sebagai warga (Israel) yang diistimewakan,” ujar Farjoun.

Perempuan 54 tahun itu bahkan mengaku marah atas pendudukan dan diskriminasi orang-orang Israel terhadap warga Palestina.

Farjoun mengatakan kepada Al Jazeera bahwa serangan Hamas terhadap Israel membawa kesedihan mendalam menyebabkan penderitaan banyak orang yang tak kuat menahannya.

Meski demikian, aksi Hamas itu tak bisa disalahkan begitu saja secara sepihak.

“Saya percaya sejumlah peristiwa tragis merupakan akibat langsung atas pelecehan, penindasan, kekerasan, dan perampasan oleh negara Israel selama bertahun-tahun,” ucap Farjoun.

Warga Yahudi di luar maupun di Israel yang menyuarakan penolakan terhadap penindasan oleh Zionis tentu bukan hal baru. Meski demikian, mereka kerap menerima hukuman yang dianggap tidak masuk akal.

Salah satunya adalah warga Israel keturunan Yahudi, Joseph Abileah, kelahiran Austria. Ia menjadi warga pertama yang diadili karena menolak penugasan militer setelah beberapa bulan negara Yahudi itu dibentuk pada 1948.

Pemain biola itu berhasil lolos dari hukuman penjara dan sikapnya itu menjadi perintis bagi generasi Israel berikutnya yang menolak wajib militer atas dasar hati nurani.

Salah satu warga Inggris keturunan Yahudi, Tom London, juga mengungkapkan keprihatinannya lantaran tak bisa leluasa menyuarakan penolakan penindasan Israel terhadap warga Palestina di media sosial.

Ia mengakui tak sedikit orang-orang Yahudi yang membela hak warga Palestina dirundung di media sosial seperti X.

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *