Strategi Kemenkeu Cara Pemerintah Bayar Utang Jatuh Tempo 2025 yang Tembus Rp 800 Triliun

banner 400x400

Hajinews.co.id — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membeberkan strategi pembayaran utang jatuh tempo sebesar Rp 800,33 triliun pada 2025.

Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Riko Amir mengatakan, pembayaran utang jatuh tempo tersebut akan dilakukan dengan refinancing.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Refinancing adalah pembayaran utang dengan mengajukan pinjaman baru dengan ketentuan yang lebih menguntungkan. Misalnya seperti bunga yang lebih rendah atau tenor yang lebih panjang.

“Setiap utang jatuh tempo itu harus dibayar. Jadi sampai saat ini kita tidak membuat semacam negosiasi lagi bahwa kita akan cicil lagi. Kita masih punya kemampuan untuk membayar defisit plus utang jatuh tempo tadi dengan prinsip refinancing,” kata Riko saat media gathering di Anyer, Banten, dikutip Sabtu (28/9/2024).

Adapun refinancing akan dilakukan dengan pembelian kembali Surat Berharga Negara (SBN) yang jatuh tempo.

“Jatuh tempo yang akan dibiayai kembali penerbitannya dari investor yang melepas SBN tersebut,” kata dia.

Dia yakin investor akan membeli kembali SBN karena credit rating Indonesia baik dan perekonomian Indonesia juga tumbuh stabil di atas 5 persen setiap tahunnya. Lagipula, investor membutuhkan SBN sebagai media investasi.

“Apa yang dilihat dia? Bagaimana credit rating negara tersebut dipercaya akan refinincing SBN jatuh tempo sepanjang dia tahu bahwa negara yang dia investasikan kredibel,” tuturnya.

Sebagai informasi, total utang jatuh tempo pada tahun depan sebesar Rp 800,33 triliun yang terdiri dari utang SBN sebesar Rp 705,5 triliun dan utang pinjaman Rp 100,19 triliun.

Nilai itu jauh lebih tinggi nilai utang jatuh tempo pada tahun ini, yakni sebesar Rp 434,29 triliun.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, tingginya nilai utang yang bakal jatuh tempo dalam waktu dekat bermula dari keputusan pemerintah menarik utang secara signifkan pada 2020, ketika pandemi Covid-19 merebak.

Pada saat itu pemerintah membutuhkan pembiayaan sekitar Rp 1.000 triliun untuk merespons pendapatan negara yang turun signifikan.

Oleh karenanya, pada 2020 pemerintah dan Bank Indonesia (BI) sepakat untuk melakukan penerbitan utang dengan skema burden sharing. Lewat skema itu, pemerintah menerbitkan surat utang negara (SUN) dengan tenor maksimal 7 tahun.

“Jadi kalau tahun 2020 (diterbitkan), maksimal jatuh tempo pandemi di 7 tahun, dan ini memang konsentrasi terakhir di (tahun) 5, 6, 7 , sebagian 8,” ujar Sri Mulyani, dalam Rapat Bersama Komisi XI DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (6/6/2024).

“Inilah yang kemudian menimbulkan persepsi banyak sekali utang numpuk, karena itu adalah biaya pandemi yang mayoritas kita issues surat utangnya berdasarkan agreement,” sambungnya.

Sumber: Kompas

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *