Di Malaysia, Kemenag RI Jelaskan Cara Penerapan Murur untuk Jamaah Haji

banner 400x400

Hajinews.co.id — Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia mendapat undangan dari Tabung Haji Malaysia untuk berbagi pengalaman terkait penyelenggaraan ibadah haji. Hadir Direktur Bina Haji Arsad Hidayat dan Kasubbag TU Abdillah.

Di hadapan para peserta, Arsad Hidayat berbagi pengalaman tentang mekanisme penetapan hukum dalam peribadahan haji yang pernah dilakukan oleh Indonesia, terutama dalam rentang 2021, saat terjadi pandemi covid-19, hingga 2024 dengan kebijakan murur.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Pada 2021, mekanisme ini digunakan dalam mengkaji alur penyelenggaraan ibadah haji di masa pandemi, protokol kesehatan dan penanganan Jemaah terpapar covid-19, serta kelonggaran hukum manasik dan istithaah haji di masa pandemi.

“Hasilnya, tuntunan manasik haji dan umrah pada masa pandemi,” terang Arsad dalam 41st National Hajj Mudzakarah di Kota Bharu, Kelantan Darul Naim, Malaysia, Sabtu 28 September 2024, dikutip dari Kemenag.go.id.

Pada 2022, Kemenag melakukan kajian tentang manasik yang mengakomodir dan relevan dengan kondisi fisik jamaah yang kemudian dikenal dengan moderasi manasik haji. Hasilnya, moderasi manasik haji dan umrah.

Pada 2023, lanjut dia, Kemenag membahas bimbingan manasik yang tidak hanya dilakukan saat di Tanah Air, tapi juga selama jamaah di Tanah Suci. Pelaku bimbingan manasik adalah para konsultan dan pembimbing ibadah. Kajian ini menghasilkan buku Konsultasi Manasik Haji dan Umrah.

“Tahun ini, kami melakukan kajian tentang penerapan murur bagi jamaah haji lansia dan disabilitas. Murur yang dimaksud adalah mabit dengan cara melewati Muzdalifah tanpa turun di bis setelah magrib dan langsung menuju Mina,” ungkapnya.

Kebijakan ini, kata dia, dilatarbelakangi adanya potensi permasalahan yang akan dihadapi oleh jamaah haji pada 2024 dengan maraknya jamaah pengguna visa non-haji, kepadatan di area Muzdalifah, hingga keterbatasan sarana-prasarana di Mina. Kemenag kemudian merumuskan sejumlah langkah mitigasi.

Pertama, kampanye visa non-haji tidak prosedural dan bertentangan dengan hukum agama. Kedua, mabit sebagian jamaah haji dengan cara murur (berada di bus) di Muzdalifah. Ketiga, Tanazul (kembali) sebagian jamaah haji ke hotel saat di Mina.

Arsad menjelaskan bahwa dalam proses kajian, Kemenag meminta pandangan hukum kepada ormas Islam, antara lain Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persatuan Islam (Persis), dan Al Wasliyah. Berbekal hasil kajian serta memperhatikan pandangan hukum dari ormas Islam, Kemenag menetapkan untuk memberlakukan kebijakan murur pada 2024.

Salah satu yang menjadi pertimbangan adalah Keputusan Musyawarah Syuriyah PBNU. Disebutkan bahwa mabit di Muzdalifah secara murur hukumnya sah jika murur di Muzdalifah tersebut melewati tengah malam tanggal 10 Dzulhijjah, karena mencukupi syarat mengikuti pendapat wajib mabit di Muzdalifah.

Jika mabit di Muzdalifah secara murur tersebut belum melewati tengah malam tanggal 10 Dzulhijjah, maka dapat mengikuti pendapat bahwa mabit di Muzdalifah hukumnya sunnah.

“Alhamdulillah, kebijakan murur dapat diterapkan dengan baik pada 2024. Mobilisasi jamaah di Muzdalifah juga berjalan lebih cepat. Jam 07.35 waktu Arab Saudi seluruh jamaah sudah bergerak ke Mina. Ini banyak mendapat apresiasi,” pungkasnya.

Sumber: Okezone

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *