Din Syamsuddin: Terjadi Penyimpangan Kiblat Bangsa yang Harus Diluruskan

Din Syamsuddin bersama jajaran Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju. (Foto: Sindo)
banner 400x400

JAKARTA, hajinews.id – Dewan Nasional  Pergerakan Indonesia Maju (DN-PIM) sebagai pergerakan rakyat Indonesia yang bersifat lintas agama, suku, profesi, dan gender, menyatakan keprihatinan mendalam atas terjadinya berbagai penyimpangan di segala sektor kehidupan berbangsa yang harus segera dibenahi untuk meluruskan kiblat bangsa.

Ketua DN-PIM, Din Syamsuddin saat menyampaikan paparan pada Refleksi Awal Tahun 2020 di Jakarta, Selasa (7/1/2020), menyoroti bermacam masalah bangsa tersebut.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Dalam siaran pers yang diterima hajinews.id, Din menyebutkan menguatnya arus liberalisme dalam kehidupan bangsa, baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun budaya, terutama melalui penerapan praktek demokrasi liberal, ekonomi pasar bebas, dan pembiaran merajalelanya budaya bebas, telah membawa masalah serius bagi kehidupan bangsa dewasa ini.

Sebagai akibatnya, lanjut Din, dalam bidang politik, banyak anak bangsa bersaing merebut posisi politik dengan menghalalkan segala cara dalam budaya politik pragmatis dan oportunistik. “Selain gagal menjadi sarana penciptaan kesejahteraan dan integrasi bangsa, politik nasional membawa dampak sistemik terhadap pembelaham dan perpecahan bangsa,” kata Din.

Din meneruskan bahwa dalam bidang ekonomi, persaingan pasar bebas telah membawa yang kuat semakin kuat dan yang lemah semakin lemah. Kesenjangan antara segelintir orang kaya dan mayoritas rakyat miskin semakin menganga. Celakanya, ujar Din, kekuatan ekonomi besar itu bersekongkol dengan kekuatan politik untuk berkuasa atau melanggengkan kekuasaan. “Maka terjadilah lingkaran setan yang menggerakkan politik dan ekonomi tidak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” tegas Din.

Sedangkan dalam bidang sosial-budaya, tutur Din, watak bangsa untuk kemajuan melemah. Daya juang yang seyogyanya berkembang menjadi daya saing tergerus oleh budaya instan dan jiwa menerabas. Kreativitas dan inovasi yg diperlukan pada Era Industri 4.0 kurang tersedia dan terkalahkan oleh pragmatisme dan permisivisme budaya.

“Semua itu merupakan buah dari lemahnya pendidikan nilai atau watak dan langkanya keteladanan, di samping pembangunan nasional difokuskan pada pembangunan infrastruktur fisik dan mengabaikan infrastruktur non-fisik, mentalitas dan akhlak,” tegas Din.

Kemudian, sambung Din, melemahnya kepemimpinan nasional dalam mengantarkan bangsa menuju pencapaian bersama cita-cita kemerdekaan sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945, yang membuat masing-masing komponen bangsa dibiarkan berjalan dan melangkah tanpa arah pembangunan yang jelas.

Hal demikian, lanjut Din, berjalan seiring atau membawa dampak sistemik pada menguatnya kezaliman berserikat, yang dilakukan bersama oleh negara dan pihak swasta maupun individu. “Melalui labelisasi jahat pada kelompok tertentu dan melalui perikatan oligarkis dalam bidang politik dan hukum yang menempatkan demokrasi berada dalam titik nadir,” ungkap Din.

Kemudian, merosotnya kepercayaan publik pada pemerintah dalam pengelolaan berbagai kebijakan bidang keuangan, perekonomian, infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan, serta dalam penanganan kasus-kasus hukum terutama korupsi, kebakaran hutan, dan narkoba.

“Juga terjadi pembiaran kerusakan mental pejabat, yang menyebabkan tingginya tingkat korupsi hingga daerah-daerah, melalui penggunaan anggaran yang tidak efektif dan melalui perampokan uang negara demi kepentingan pribadi maupun kelompok,” papar Din.

Dengan terjadinya berbagai macam masalah penyimpangan bangsa itu Din menegaskan bahwa Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju mengajak segenap elemen dan komponen bangsa untuk bersama-sama berjuang meluruskan kiblat bangsa. (rah)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *