PBNU: OTT Komisioner KPU Jangan Tebang Pilih, Harus Tajam ke Atas

Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj. (Foto: Tempo)
banner 400x400

JAKARTA, hajinews.id – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj mendukung operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Namun, Said Aqil meminta KPK tidak tebang pilih.

“Kalau memang itu sudah ada bukti-bukti yang jelas dan kuat, saya dukung pemberantasan korupsi,” ujar Said Aqil di Gedung Persekutuan Gereja di Indonesia, Jakarta, Sabtu (11/1/2020).

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Lantas Said Aqil menegaskan KPK harus juga menyasar kepada pejabat dengan level yang tinggi. “Harus juga tajam ke atas, bukan hanya tajam ke bawah dan samping,” ujarnya.

Said Aqil menyatakan pihaknya berharap KPK tidak tebang pilih dalam menindak para pelaku korupsi.

KPK pada Rabu (8/1/2020),  melakukan operasi tangkap tangan terhadap salah seorang Komisioner KPU RI, yaitu Wahyu Setiawan. Wahyu diketahui meminta dana operasional Rp900 juta untuk membantu Harun menjadi anggota DPR RI lewat pengganti antar waktu (PAW)

KPK total telah mengumumkan empat tersangka terkait kasus suap penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024 itu. Sebagai penerima, yakni Wahyu dan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu atau orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina (ATF). Sedangkan sebagai pemberi, yakni kader PDIP Harun Masiku dan Saeful dari unsur swasta.

Sementara itu Praktisi hukum Ade Irvan Pulungan meminta KPK mengungkap siapa penggoda Komisioner KPU Wahyu Setiawan sehingga tergoda melakukan korupsi.

“Terkadang seorang public figure atau pejabat negara lah. Dia bukan menggoda tapi dia digoda melakukan perbuatan (korupsi). Bisa jadi jabatannya itu juga digunakan orang lain untuk mendapatkan keuntungan oleh orang tersebut, itu bisa juga terjadi. Makanya itu yang harus benar-benar (diungkap),” ujar Ade dalam diskusi Polemik KPK di Jakarta, Sabtu (11/1/2020).

Selama ini, ia merasa orang yang menjadi penggoda melakukan korupsi tidak terlalu tegas diungkap KPK.

Padahal orang yang berencana seperti itu lah yang seharusnya diberikan sanksi yang tegas bahkan apabila perlu diterapkan hukuman mati.

“Kalau dia memang begitu berulang kali ya sudah dimiskinkan atau bila perlu diberi hukuman mati. Kalau memang dia berencana untuk itu, enggak apa-apa (hukuman tegas), saya setuju,” ujar Ade.

Adapun pakar hukum Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad mengatakan KPK harus berani menerapkan pengusutan tindak pidana korupsi yang difasilitasi korporasi (perusahaan/ lembaga).

Selama ini, masih sangat minim sekali pengusutan tindak pidana korupsi yang difasilitasi korporasi. Ia mencontohkan dalam kasus Meikarta pun belum, demikian menurut Suparji. “(Kasus Meikarta) belum dikenakan tindak pidana korporasinya, bahkan kemudian hanya berhenti di kalangan-kalangan tertentu,” tuturnya.

Suparji menegaskan mestinya KPK lebih bertindak progresif, sehingga tidak lagi berhenti penindakan pada tingkat tertentu saja. “Kalau itu dilakukan, saya kira, korporasi itu tidak akan berani menyuap lagi,” tegas Suparji. (rah/berbagai sumber)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *