Samad: KPK Perlu Kembali ke Khittah Perangi Korupsi Tanpa Pandang Bulu

Abraham Samad. (Foto: Republika)
banner 400x400

JAKARTA, hajinews.id – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menilai saat ini ada yang salah dengan praktik pemberantasan korupsi, khususnya yang dilakukan oleh KPK.

Untuk itu, Abraham Samad menekankan agar pemberantasan korupsi di negeri ini dikembalikan ke jalur yang semestinya. “KPK perlu dikembalikan ke khittah-nya, memerangi korupsi tanpa pandang bulu,” ujar Abraham Samad saat menghadiri acara di TV One bertajuk “Suap PAW Politikus PDIP” pada Senin (13/1/2020).

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Abraham Samad menyoroti tajam kasus suap komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang tidak dibarengi dengan penggeledahan dan juga terkait dengan politisi PDIP Harun Masiku yang menjadi buron KPK dalam kasus suap tersebut.

Menurut Abraham Samad, penanganan kasus tersebut oleh aparat KPK memberi waktu bagi pelaku untuk menghilangkan jejak. “Peristiwa yang belum lama terjadi, memberi pesan penting dan genting bahwa ada yang salah dengan praktik pemberantasan korupsi, khususnya yang dilakukan oleh KPK,” kata Abraham Samad.

Bahkan tim KPK sempat gagal menyegel salah satu ruang di Kantor DPP PDI Perjuangan pada Kamis (9/1/2020), atau sehari setelah Wahyu ditangkap oleh KPK karena dihalangi oleh petugas keamanan kantor DPP PDIP.

Koordinator Tim Hukum DPP PDI Perjuangan Teguh Samudera menilai penangkapan para tersangka dugaan suap yang melibatkan komisioner KPU Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina, dan Syaiful Bahri tidak dapat dikategorikan sebagai operasi tangkap tangan (OTT).

Teguh menyinggung siaran pers KPK beberapa waktu lalu. Ketika itu, ujar dia, KPK menyatakan perbuatan pidana dilakukan tersangka pada pertengahan Desember 2019 dan akhir Desember 2019. Sementara penangkapan oleh KPK dilakukan pada 8 Januari 2020.

“Bukan OTT, melainkan hasil konstruksi hukum berdasarkan penyadapan dan proses penyelidikan berdasarkan Sprin Lidik yang ditandatangani oleh Ketua KPK tanggal 20 Desember 2019, pada saat terjadinya pergantian Pimpinan KPK sebagaimana tersebut di atas,” kata Teguh di kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu (15/1/2020).

Teguh kemudian menjelaskan definisi OTT telah diatur dalam Pasal 1 angka 19 KUHAP. Pasal itu menyatakan pengertian kasus dapat disebut OTT tatkala pelaku sedang melakukan tindak pidana, atau beberapa saat setelah tindak pidana itu dilakukan.

Teguh menyatakan, sprindik kasus tersebut dilakukan oleh pimpinan KPK yang lama. Adanya penangkapan itu, lanjut dia, diduga sengaja di-framing dengan penangkapan staf Sekjen PDIP terkait proses PAW di KPU.

“Kemudian terjadi framing dari media tertentu dengan berita adanya dugaan suap yang dilakukan oleh dua orang staf Sektetaris Jenderal PDIP kepada penyelenggara negara sehubungan dengan Proses Pergantian Antar Waktu anggota legislatif terpilih di daerah Sumatera Selatan,” papar Teguh. (rah/berbagai sumber)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *