Penyebaran Virus Corona: Ini Beda Wabah, Epidemi, dan Pandemi

Ilustrasi pasien terjangkit virus corona. (Ist)
banner 400x400

JAKARTA, hajinews.id – Penyebaran wabah virus corona baru (2019-nCov) telah meluas ke 25 negara dan menginfeksi lebih dari 20 ribu orang di seluruh dunia. Korban yang meninggal dunia bahkan telah mencapai 425 orang per 3 Februari 2020.

Para peneliti, seperti dilansir BBC.com, khawatir penyebaran virus corona yang cepat ini bakal mengakibatkan semakin banyak korban berjatuhan. Namun, Badan Kesehatan Dunia (WHO) sejauh ini belum mendeklarasikan penyakit ini sebagai pandemi.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

WHO pada Kamis (30/1/2020) lalu, menyatakan kondisi darurat kesehatan global yang patut menjadi perhatian internasional. Dengan deklarasi ini, WHO memiliki kemampuan untuk mendesak pemerintahan dan organisasi di seluruh dunia untuk mencegah penyebaran virus corona. Infeksi yang menyebabkan penyakit yang mirip pneumonia itu dinilai sebagai ancaman kesehatan yang serius.

Selain itu WHO juga mengeluarkan larangan untuk mengunjungi sejumlah kota, wilayah, dan negara di mana terjadi wabah virus corona. Hal yang sama pernah dilakukan ketika terjadi epidemi SARS (severe acute respiratory syndroms) pada 2003. Lantas sebenarnya apa yang dimaksud dengan pandemi? Apa bedanya dengan wabah, epidemi, dan endemi?

Pandemi seperti dikutip dari BBC.com, adalah infeksi penyakit yang mengancam banyak orang di dunia secara simultan. Contohnya, pandemi flu babi (swine flu) pada 2009 yang diperkirakan menewaskan ratusan ribu orang di dunia. Pandemi kemungkinan besar terjadi ketika virus baru mampu menginfeksi manusia dengan mudah dan menyebar melalui penularan dari manusia ke manusia.  Corona virus memenuhi seluruh persyaratan tersebut.

Adapun penyebaran virus corona di China, negara-negara tetangga, bahkan hingga negara-negara yang jauh menunjukkan wabah ini hanya satu langkah lagi dari definisi pandemi menurut WHO. “Jika kita melihat ada wabah di beberapa bagian dunia, wabah itu akan menjadi pandemi,” ujar para ahli yang diwawancarai BBC.com.

Sejauh ini, baru ditemukan satu kasus kematian di luar China, yakni di Filipina. “Jika kita memerangi virus corona ini dari episentrum atau sumbernya, penyebaran ke negara-negara lain akan minimal dan berlangsung dengan lambat,” ujar Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, Senin (3/2).

WHO menyatakan darurat kesehatan global karena melihat adanya penyebaran virus corona dari manusia ke manusia di luar China. Status darurat itu juga dikeluarkan untuk mengantisipasi negara-negara yang memiliki sistem kesehatan lebih lemah terpapar virus corona.

Oleh karena itu, WHO meminta negara-negara di dunia mengambil langkah-langkah pencegahan dan membatasi penyebaran virus corona.

Wabah

Penyebaran virus corona di Wuhan, Provinsi Hubei, China, disebut sebagai wabah. Menurut Alodokter, wabah adalah terjadinya penyebaran penyakit dalam masyarakat di mana jumlah orang yang terjangkit lebih banyak dibandingkan biasanya. Wabah terjadi pada komunitas tertentu atau di musim-musim tertentu.

Wabah bisa terjadi secara terus-menerus dalam hitungan hari hingga tahun. Wabah juga bisa meluas ke beberapa daerah hingga ke beberapa negara. Suatu penyakit dinyatakan wabah, karena memiliki ciri-ciri berikut ini: pertama, sudah lama tidak pernah menjangkiti masyarakat, kedua, muncul penyakit baru yang sebelumnya tidak diketahui, dan ketiga, penyakit tersebut baru pertama kali menjangkiti masyarakat di suatu daerah.

Epidemi

Bagaimana dengan epidemi? Menurut webmd.com, epidemi hampir mirip dengan wabah yang penyebarannya lebih cepat dan menimpa banyak orang.

Contohnya, epidemi SARS pada 2003 yang menyebabkan lebih dari 800 orang meninggal dunia. Epidemi SARS terjadi di 34 negara dan sebanyak 8.100 orang terinfeksi. Angka kematian akibat SARS mencapai 10% dari total kasus.

Endemi

Lalu, apa yang dimaksud dengan endemi? Endemi adalah karakteristik wilayah atau lingkungan tertentu yang berhubungan dengan penyakit. Misalnya, di daerah A adalah daerah yang dikenal masyarakatnya mudah terjangkit penyakit tertentu.

Penyakit tersebut selalu ada di daerah yang sama tetapi frekuensinya rendah. Misalnya, di Indonesia ada daerah yang merupakan endemi malaria, seperti Papua dan Papua Barat. Dahulu, orang yang akan mengunjungi wilayah tersebut diminta mengonsumsi pil kina. Namun, kini sudah ditemukan obat antibiotik yang lebih efektif mencegah malaria, yakni doxycycline dengan dosis 100 mg per hari.

Sementara itu Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan hasil pemeriksaan dari total 34 warga di seluruh Indonesia yang sejauh ini melaporkan kondisi kesehatannya atas dugaan terkena virus corona menunjukkan hasil negatif atau belum ada satupun warga Indonesia yang terjangkit virus tersebut.

“Saya mendengar semua laporan dari semua staf saya, termasuk juga hasil-hasil pemeriksaannya dari 34 kasus sampai detik ini, baik yang diisolasi maupun dirawat di seluruh indonesia itu memang hasilnya negatif,” kata Menkes di Jakarta, Senin (3/2/2020).

Menkes memastikan bahwa sampai hari ini kementeriannya belum mendeteksi adanya virus corona yang kemungkinan menjangkiti orang-orang yang sebelumnya melaporkan diri atas kemungkinan dugaan terkena virus itu.

Orang-orang yang memeriksakan tersebut sudah dipulangkan dan ada sekitar satu atau dua orang yang saat ini masih diobservasi. “Jadi sudah dipulangkan. Sebagian ada satu dua yang masih diobservasi,” katanya.

Dalam penanganan terkait virus yang sudah membawa banyak korban di China itu, Menkes menegaskan Kemenkes bertindak secara serius dengan melakukan langkah antisipasi yang tepat juga dengan menggunakan peralatan yang memadai sesuai standar WHO.

“Sudah ada itu ngambil dari Atlanta kok. Dan dari Desember 2012 sudah siap kita. Kita memang sudah siapkan semuanya. Ndak akan kita mau main-main. Ini serius,” katanya, merujuk pada penggunaan reagen dalam pendeteksian virus corona.

Menanggapi tudingan bahwa tidak ditemukannya virus itu di Indonesia karena kurang memadainya alat pendeteksi, Menkes menampiknya dan mengatakan bahwa Kemenkes sudah memiliki alat pendeteksi yang dimaksud.

“Jadi alat pendeteksi itu adalah dilakukan di laboratorium BSL3 Biomedik di Balitbangkes yang sudah terakreditasi WHO, BSL3. Dan itu ketat sekali, pengelolaannya ketat sekali. Tapi yang paling penting kuncinya di reagen. Selama kita reagen-nya ada ya enggak ada persoalan,” katanya.

Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof. Amin Subandriyo mengimbau masyarakat di Natuna, Kepulauan Riau, tidak perlu khawatir akan tertular dari virus corona terkait proses karantina terhadap 238 warga negara Indonesia  yang dipulangkan dari China.

“Mereka yang dipulangkan dari Wuhan itu sudah di screening sebelumnya bahwa mereka sudah tidak ada gejala jadi saat ini semuanya dalam keadaan sehat tidak ada penyakit, karena yang ada penyakit tidak diizinkan untuk dievakuasi,” kata Amin di Jakarta, Senin (3/2/2020).

Amin menuturkan proses karantina telah sesuai dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia. Lagipula pemerintah menempatkan WNI yang kembali dari China tersebut di tempat yang tidak terlalu dekat dengan masyarakat umum.

Di lain sisi jika masyarakat tidak melakukan kontak dengan pasien terduga virus corona atau yang positif terinfeksi virus corona di negara mana pun, maka warga tidak akan terinfeksi virus itu.

“Lokasi yang dipilih saat ini, hanggar itu jaraknya menurut informasi cukup jauh dari jangkauan masyarakat jadi tidak ada masyarakat umum yang ikut masuk di situ sehingga kemungkinan masyarakat di sekelilingnya untuk tertular itu sangat kecil,” ujarnya.

Menurut Amin, masyarakat juga perlu mengetahui bahwa penempatan WNI dari China di hanggar Pangkalan TNI di Natuna adalah memenuhi persyaratan yang disarankan oleh WHO bahwa mereka yang baru datang dari negara yang tertular itu perlu dipantau dan diobservasi selama masa inkubasi, yakni 14 hari. (rah/berbagai sumber)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *