China Sangkal Dianggap Kembangkan Senjata Biologi Terkait Wabah Corona

Ilustrasi 2019 Novel Coronavirus (2019-nCoV). (Reuters)

BEIJING, hajinews.id – Pemerintah China menyangkal anggapan bahwa wabah virus corona hasil dari program senjata biologi. Bantahan tersebut dilontarkan menyusul jumlah kematian akibat wabah virus corona baru di China dan luar wilayah negara itu sudah mencapai 910 pada Senin (10/2/2020).

Berdasarkan data resmi Komisi Kesehatan Nasional (NHC) China, Senin, menyebutkan jumlah kematian di akibat wabah 2019-nCoV di daratan negara itu bertambah menjadi 908 pada akhir pekan. Namun sejumlah media internasional mencatat 909 kematian.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Sedangkan data kematian global menurut situs worldometers.info mencapai 910 dengan jumlah kasus 40.553 dan 3.324 pasien sembuh.

Di seluruh daratan China, ada 3.062 kasus 2019-nCoV baru yang dikonfirmasi pada hari Minggu, sehingga jumlah totalnya sejauh ini menjadi 40.171.

Duta Besar (Dubes) China untuk Amerika Serikat (AS), Cui Tiankai meminta semua pihak untuk tidak menyebar ketakutan dengan rumor-rumor yang tidak benar terkait wabah penyakit ini.

Disinggung soal spekulasi asal-usul 2019-nCoV sebagai hasil dari program senjata biologi negara itu, Dubes Cui kepada CBS membantahnya. “Akan benar-benar gila untuk memercayai rumor tidak berdasar,” tegas dia.

Rumor seperti itu bermunculan secara online ketika seluruh komunitas ilmiah global bekerja siang dan malam untuk memecahkan masalah wabah 2019-nCoV dan hingga saat ini belum menghasilkan kesimpulan.

Diplomat tersebut juga mengecam diskriminasi rasial terhadap warga China terkait penyebaran virus Coronabaru.

“Untuk satu hal, ini akan membuat panik. Hal lain yang akan menangkal diskriminasi rasial, xenofobia (sinofobia), semua hal ini, yang benar-benar akan membahayakan upaya bersama kita untuk memerangi virus,” urainya.

“Hingga penelitian menyeluruh dilakukan, selalu ada dan akan selalu ada segala macam spekulasi dan rumor tentang virus yang berpotensi menjadi senjata biologi yang dibuat di laboratorium,” papar Cui.

“Ada orang yang mengatakan bahwa virus ini berasal dari…beberapa laboratorium militer, bukan dari China, mungkin di Amerika Serikat…Bagaimana kita bisa percaya semua hal gila ini?,” tegasnya.

Wabah ini diyakini berasal dari pasar yang menjajakan hewan liar di Wuhan, China. Menurut jurnal medis Inggris, The Lancet, penyakit ini sangat mirip dengan dua Coronavirus yang ditemukan pada kelelawar.

Sementara itu, penelitian China baru-baru ini menunjuk jari pada pangolin atau trenggiling sebagai sumber potensial virus Corona baru.

Para peneliti menguji sampel dari lebih dari 1.000 hewan liar dan menemukan bahwa kode genetik sampel strain coronavirus yang diambil dari trenggiling adalah 99 persen identik dengan sampel yang diambil dari manusia yang terinfeksi.

Namun, sebagian besar studi tentang virus yang pertama kali ditemukan Desember lalu sejauh ini masih jauh dari konklusif karena belum diteliti dan ditelaah oleh rekan sejawat dengan cara yang berarti.

Sebelumnya, surat kabar yang berafiliasi dengan Partai Komunis Tiongkok, Global Times, telah menerbitkan tanggapan semi-resmi pertama untuk meluruskan asumsi terkait virus corona baru atau Novel Coronavirus (2019-nCoV). Asumsi yang dimaksud menyebut virus corona sengaja diciptakan di laboratorium pemerintah dan tidak disebabkan oleh transmisi alami virus hewan kepada manusia.

Dalam sebuah laporan mendalam pekan ini yang mengutip para pakar China, Global Times melaporkan bahwa virus Corona tidak mungkin direkayasa di laboratorium. Selama ini pemerintah China memang belum menanggapi secara resmi perdebatan tentang apakah virus 2019-nCoV mungkin berasal dari laboratorium atau merupakan hasil dari virus hewan yang mungkin berasal dari kelelawar dan dipindahkan ke manusia melalui hewan lain.

Teori ketiga menyebut bahwa virus itu mungkin sedang dipelajari di Institut Virologi Wuhan, yang menampung satu-satunya laboratorium aman level 4 di China untuk melakukan penelitian tentang virus mematikan. Namun kemudian virus tersebar melalui pekerja yang terinfeksi atau hewan uji yang dicuri atau dijual ke pasar hewan liar di kota tempat virus pertama kali muncul.

“Novel Coronavirus 2019 pada dasarnya merupakan hukuman bagi gaya hidup tidak bersih manusia. Saya bersumpah dengan hidup saya bahwa virus itu tidak ada hubungannya dengan laboratorium,” kata seorang peneliti di Institut Virologi Wuhan, Shi Zhengli, melalui akun WeChat seperti dilansir The Washington Times, Kamis (6/2).

Ahli virologi China juga menyatakan bahwa manusia tidak dapat membuat virus Corona dan tuduhan bahwa virus 2019-nCoV sengaja diciptakan adalah tuduhan tidak berdasar. Mereka menolak laporan ilmiah dan laporan lain tentang asal manusia sebagai teori konspirasi.

“Di depan teori konspirasi, kita semua harus berpikir dua kali dan berpikir tentang diri kita sendiri, daripada menyalahkan orang lain,” ungkap mantan wakil direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tiongkok, Yang Gonghuan.

Kedutaan besar China di Washington juga sangat membantah teori hubungan antara laboratorium dan virus 2019-nCoV yang kini mewabah. “Penyebaran disinformasi ini merusak dan berisiko menimbulkan kepanikan dan menggagalkan upaya terkoordinasi komunitas global untuk menahan wabah dan mengobati para korban virus Corona,” tulis Duta Besar Counselor Fang Hong dalam suratnya kepada The Washington Times.

Mantan perwira intelijen militer Israel Dany Shoham, yang telah mempelajari senjata perang biologis China, menyebutkan bahwa lembaga virologi Wuhan mungkin terkait dengan program bio-senjata rahasia Beijing. “Pada prinsipnya, infiltrasi virus keluar mungkin terjadi. Baik sebagai kebocoran atau sebagai infeksi tanpa disadari dalam ruangan dari seseorang yang biasanya keluar dari fasilitas terkait. Ini bisa menjadi kasus dengan Institut Virologi Wuhan. Tetapi sejauh ini tidak ada bukti atau indikasi untuk kejadian seperti itu,” papar Shoham.

Mark Kortepeter, seorang ahli senjata perang biologis, menilai akan sulit untuk membuktikan adanya virus Corona yang disebabkan oleh kecelakaan laboratorium. “Laboratorium itu memiliki beberapa mekanisme dan prosedur keselamatan yang tinggi untuk mencegah kesalahan manusia,” kata Profesor epidemiologi di Pusat Medis Universitas Nebraska tersebut.

“Jika ada sesuatu yang akan dilepaskan dari laboratorium penahanan, orang harus berasumsi ada pelanggaran dalam protokol laboratorium. Peristiwa yang paling mungkin adalah pekerja yang secara tidak sengaja terpapar dan kemudian secara tidak sengaja memaparkan orang lain,” tambah Kortepeter. (rah/berbagai sumber)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *