Rupiah Malah Menguat di Tengah Corona yang Makin Mematikan

Foto ilustrasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. (Ist)

JAKARTA, hajinews.id – Di tengah makin banyak jumlah korban tewas akibat wabah virus corona yang mengguncang perekonomian global, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pada Rabu pagi ini (12/2/2020).

Adanya harapan bahwa penyebaran virus corona yang mematikan itu bisa teratasi membuat pelaku pasar lebih tenang dan siap berburu aset-aset berisiko di negara berkembang.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Pada hari ini, US$ setara dengan Rp 13.640 saat pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,15% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. Selasa kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan apresiasi 0,22% di hadapan greenback. Penguatan ini mengakhiri depresiasi rupiah yang sebelumnya terjadi dua hari berturut-turut.

Kasus penyebaran virus corona di hari ini tampaknya masih menjadi fokus utama perhatian pasar. Kalau melihat angka, virus ini memang semakin menggila. Mengutip data satelit pemetaan ArcGis per pukul 07:33 WIB, jumlah kasus corona di seluruh dunia adalah 44.850 di mana 44.374 terjadi di China. Korban jiwa tercatat 1.113 orang, dua di antaranya meninggal di luar China.

Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyatakan virus corona adalah ancaman yang bisa jadi melebih terorisme. “Dunia harus sadar dan melihat (Corona) sebagai musuh publik nomor satu,” ujar Tedros seperti dilansir Reuters.

Ekonom senior Indonesia, Faisal Basri memperkirakan virus corona bakal memukul ekonomi dunia lebih keras ketimbang dampak epidemik SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) yang terjadi pada tahun 2003, yang menelan korban 800 jiwa kala itu.

Faisal menegaskan bahwa dampak nyatanya sudah langsung terlihat. Dalam tiga minggu terakhir harga minyak merosot tajam. “Bagi Indonesia itu berita baik karena kita sudah menjadi negara pengimpor netto lebih banyak mengimpor dari pada mengekspor tetapi berdampak negatif terhadap penerimaan negara karena ada bagi hasil migas di APBN,” ujar Faisal, Selasa (11/2/2020).

Dia melanjutkan, penurunan harga terjadi pula terhadap sejumlah komoditas ekspor Indonesia sehingga bakal menekan transkasi perdagangan luar negeri dan akun lancar (current account). Berdasarkan data terbaru dari World Tourism Organization (UNWTO) sekitar 150 juta perjalanan ke luar negeri dari China.

Faisal menambahkan tekanan terhadap perekonomian dunia bertambah berat karena pertumbuhan ekonomi China terus mengalami kecenderungan menurun sejak 2008.  Tahun ini diperkirakan pertumbuhan ekonomi China memasuki zona lebih rendah baru yakni lima persenan saja.

Tahun lalu pemerintah China masih mampu meredam perlambatan ekonomi lewat pelonggaran kebijakan moneter. Kali ini yang dihadapi jauh lebih berat, tidak sekadar faktor ekonomi teknis, melainkan juga faktor psikologis.

“Hampir bisa dipastikan target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,3 persen tahun ini sebagaimana tercantum dalam APBN 2020 dan RPJM 2020-2024 tidak akan tercapai. Bisa tumbuh lima persen saja seperti tahun 2019 sudah amat bagus,” tutur Faisal. (rah/ berbagai sumber)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *