‘Pepesan Kosong’ Redenominasi Rp 1.000 Jadi Rp 1

Foto: Detik
banner 400x400

JAKARTA, hajinews.id – Redenominasi Rupiah merupakan salah satu rencana strategis pemerintah sejak bertahun-tahun lalu. Sampai saat ini, rencana mengubah Rp 1.000 jadi Rp 1 masih sekadar pepesan kosong.

Dalam rencana strategis Kementerian Keuangan yang disusun Menteri Keuangan Sri Mulyani, dimasukkan RUU yang bakal dibahas pada 2020-2024. Salah satunya redenominasi rupiah.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Apakah memungkinkan jika redenominasi rupiah dilakukan dalam waktu dekat ini?

Ekonom Indef Bhima Yudhistira menilai, redenominasi sangat tidak tepat dilakukan, bahkan hingga tahun 2024.

Pertimbangan utamanya, kekhawatiran terjadinya hyper inflasi karena penyederhanaan uang bisa mengakibatkan para pedagang untuk menaikkan nilai ke atas.

“Misalnya jus buah harganya Rp 9.500, kemudian gak mungkin kan jadi Rp 9,5, yang ada jadinya Rp 10. Ini sulit dikontrol oleh pemerintah dan Bank Indonesia (BI),” kata Bhima kepada CNBC Indonesia, Rabu (8/7/2020).

Dampaknya, bisa terjadi inflasi besar-besaran, bahkan bisa mengakibatkan krisis, apabila pemerintah terlalu ‘sembrono’ mengambil keputusan redenominasi beberapa tahun ke depan.

Lagi pula, menurut Bhima, Indonesia saat ini masih dalam pemulihan ekonomi, di mana pemerintah menargetkan baru bisa mengembalikan ekonomi, terutama defisit anggaran berada di bawah 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2023.

“Momentum pemulihan ekonomi sebaiknya jangan ada kebijakan yang kontraproduktif. Penyesuaian terhadap nominal baru akan mempengaruhi administrasi dan akuntansi puluhan juta perusahaan di Indonesia,” jelas Bhima.

Menurut Bhima, Usaha Menengah, Kecil, dan Mikro (UMKM) di Indonesia saja jumlah ada 60 juta lebih unit usaha. Alih-alih ingin memulihkan ekonomi, para UMKM itu akan sibuk mengatur soal nominal harga di barang yang dijual, bahan baku bahkan administrasi perpajakan.

“Saya kira momentum redenominasi perlu dikaji secara serius, jangan terburu-buru dan benar-benar ketika kondisi ekonomi sudah stabil. Inflasi stabil, kurs juga tidak fluktuatif berlebihan, sampai pertumbuhan ekonomi bisa dijaga di atas 6%. Baru kita bahas redenominasi,” kata Bhima melanjutkan.

Terpisah, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah memandang, redenominasi rupiah memang dapat meningkatkan martabat rupiah yang sekarang terkesan tidak bernilai dibandingkan mata uang global.

Salah satu persyaratan redenominasi mata uang adalah inflasi yang stabil dan rendah. Dan menurut Piter, Indonesia sudah memenuhi syarat ini dalam lima tahun terakhir. Sementara pelaksanaan redenominasi membutuhkan proses yang panjang.

Menurut Piter, apabila pemerintah ingin melakukan redenominasi rupiah, harus mendapatkan kesepakatan terlebih dahulu. Pun untuk bisa sampai redenominasi benar-benar dilaksanakan, akan membutuhkan waktu 4-5 tahun.

“Pembahasannya harus secepatnya dimulai untuk kemudian bisa disepakati dalam bentuk undang-undang. Kalau sudah ada undang-undang, tahapan redenominasi masih panjang. Proses ini akan memakan waktu sekitar 4-5 tahun, jelas Piter.

Seperti diketahui, Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Redenominasi Rupiah masuk ke dalam rencana strategis Kementerian Keuangan. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024.

Di dalam PMK 77/2020 Kemenkeu mencatat setidaknya ada dua alasan mengapa penyederhanaan nilai mata uang rupiah harus dilakukan.

Pertama, untuk menimbulkan efisiensien berupa percepatan waktu transaksi, berkurangnya risiko human error, dan efisiensi pencantuman harga barang/jasa karena sederhananya jumlah digit Rupiah.

Kedua, untuk menyederhanakan sistem transaksi, akuntansi dan pelaporan APBN karena tidak banyaknya atau berkurangnya jumlah digit Rupiah. (wh/cnbc)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *