Oleh: Ustaz Umar Faqihuddin SPdI
Penduduk Makkah dikenal akan permusuhan kepada Nabi. Tak Hanya kepada Nabi dan keluarganya mengisolasi. Tapi juga kepada siapa saja yang dekat Nabi dan mengikuti.
Bahkan pemimpin mereka mengintruksi. Agar isolasi itu ditulis dan digantung di sisi Kakbah sebagai informasi. Dan oleh semua dipatuhi.
Tak cukup sampai di sini. Tak lama nabi pun diusir dari Makkah dalam sebuah misi. Memilih 40 pemuda pilihan mengepung rumah nabi untuk bisa melukai.
Bahkan bisa menangkap atau membunuhnya dan mengeksekusi. Kisah ini, begitu akrab dengan Hijrah diawali. Tonggak sejarah yang tak akan pernah mati.
Yang lebih berat lagi. Saat nabi kembali. Dan Makkah bisa dikuasai. Mestinya bisa membalas dendam sesuka hati. Namun justru perintah memaafkan yang ditaati.
“Jadilah engkau pemaaf, dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh”. Al Arof : 199
Saat kesempatan membalas sakit hati tak ada yang menghalangi. Justru kalimat maaf yang terlantun lisan mulia, dan hati mengamini. Di sinilah, jiwa besar itu diakui.
Sosok besar hanya dari yang berjiwa besar terilhami. Untuk membangun karya besar yang memprasasti. Melintas waktu berganti. Tetap tegak mengabadi.
Sosok kerdil, dibangun dari jiwa yang sempit terbatasi. Tak lagi berpikir prasasti maupun prestasi. Luasnya bumi Allah, menjadi sempit terpenjara diri dan hatinya sendiri.
Semoga semangat dari bulan Hijriyah memotivasi. Menapak dan memilih jalan nabi mentaati. Sekalipun harus membeli dengan harga yang mahal sekali.
(*)