Menghentikan Covid-19, Indonesia Berpacu dengan Waktu

anies terapkan psbb total di jakarta
banner 400x400

Penulis : Dr.Abidinsyah Siregar*)

#TRANSISI TANPA AKSI SINERGI HASILNYA KASUS MEMBUBUNG TINGGI

Bacaan Lainnya
banner 400x400

 

Sejak kemarin, jagat mediasosial sudah dipenuhi “komentar, ocehan, nyinyiran, pandangan, dll” menyahuti rencana Gubernur DKI Jakarta menerapkan kembali PSBB, dengan lebih ketat. Waktu menjadi modalitas paling berharga saat ini.

Menteri Kesehatan melalui Kepmenkes No.9 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pengaturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sudah menerbitkan banyak penetapan status PSBB bagi Provinsi/Kabupaten dan Kota, sekalipun ada sejumlah Gubernur/Bupati dan Walikota yang tidak mengajukan permohonan penetapan PSBB kepada Menkes, dan ternyata daerah itu belakangan menjadi Red zone bahkan banyak terjadi kematian, termasuk tenaga kesehatan. Mereka dibiarkan saja tanpa disikapi oleh Pemerintah.

Pasal 13 ayat 1 butir a sampai f mengatur secara rinci yang diatur dalam PSBB, yaitu meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, pembatasan kegiatan sosial dan budaya, pembatasan moda transportasi, dan pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.

Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan selama masa inkubasi terpanjang dan dapat diperpanjang jika masih terdapat bukti penyebaran, sebagaimana tertulis pada pasal 13 poin 2.

PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR

 Saat amanat Bp.Presiden dijalankan di Jakarta pada 10 April 2020 penerapan PSBB sudah “terganggu” dengan dilonggarkannya Transportasi, termasuk udara. Dalam catatan bung Imam Prasodjo ada sejumlah lebih 120.000 orang memanfaatkan penerbangan Jakarta ke Surabaya. Tak lama setelahnya merebak Virus Covid-19 di Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan.

Situasi semakin menekan, Jakarta kembali menerapkan PSBB kedua mulai 4 Juni 2020, tetapi dengan konsep lebih longgar. Ada sejumlah tindakan dilapangan. Tetapi konsistensi masih kurang. Sementara itu kota lain menjadi episentrum baru kasus Covid-19.

Pada saat yang sama berhembus desakan “New Normal”. Entah datang darimana inspirasinya. Narasi New normal dijadikan harapan hidup normal kembali. Tidak ada yang menjelaskan makna sesungguhnya.

Padahal New Normal, adalah istilah yang diberikan WHO yang disampaikan Mr.Hans Henri P.Kluge, Direktur Regional WHO untuk Eropa, yang memberikan PANDUAN kepada  sejumlah Negara di Eropah yang merasa sudah berhasil menangani wabah pandemic Covid- 19 di Negaranya dan meminta advis untuk kembali ke normal.

Panduan itu diberikan dengan prinsip MERINGANKAN PEMBATASAN dan ada TRANSISI. Untuk mengawali agenda New Normal, tiap Negara harus melakukan upaya :

1.Transmisi Covid-19 sudah terkendali.

2. Fasilitas Kesehatan mampu Test, Trace and Treat.

3. Pengaturan ketat : tempat rentan dan komunitas rentan.

4.Pencegahan di tempat

5.Risiko imported case sudah dapat dikendalikan. 6.Masyarakat terlibat dalam Transisi.

Apa yang terjadi dengan kita?, kita melompat, hanya berbekal Pelonggaran dan tanpa Transisi, kita langsung masuk New Normal yang kemudian memberi nama baru yang katanya lebih kena yaitu “Adaptasi Kehidupan Baru”.

Yang terjadi justru semakin memburuk dengan meluasnya Wilayah dan daerah terpapar dan menjadi Red zone, kemudian muncul Kluster Perkantoran yang sesungguhnya diunggulkan sebagai model Protokol Kesehatan, dan kini meluas dengan kluster Desa/Kelurahan dan kluster perumahan.

BANYAK IDE TANPA DISIPLIN

Sungguh banyak ide dan intervensi diluar pemegang otoritas yang ditugaskan Presiden. Sehingga PSBB pun seakan “kempis” begitu saja, dan mendadak orang ramai dimana-mana, kenderaan ramai, transportasi umum kembali berjubel, bahkan penerbangan udara semua kursi penuh, mall dan pasar, kedai dan café tepi jalan ramai dengan orang yang berlama- lama berkumpul, bahkan banyak tanpa masker.

Belum ada relis hasil evaluasi dari Kementerian Kesehatan sebagaimana diatur dalam Kepmenkes No.9 Tahun 2020, pada Pasal pembinaan dan Pengawasan, yang dilakukan dengan 3 (tiga) kegiatan, yaitu :

  1. advokasi dan sosialisasi;
  2. asistensi teknis; dan
  3. pemantauan dan

Andai seluruh data kasus terhimpun dengan baik dan jelas, akan ditemukan karakter virus, sebaran, dan lokus paling berisiko.

Dengan data surveilans seperti itu, kita bisa mendesain tindakan tepat dan terukur untuk mengendalikan situasi.

RASIONALITAS JAKARTA MENGAJUKAN PSBB KE-3

Melihat kenaikan tajam jumlah kasus positif Jakarta dan Nasional hingga 11 September 2020, sekalipun angka kesembuhan sudah diatas 70%, namun dengan tingginya angka kematian Tenaga Medis yang terjadi merata diseluruh Indonesia, serta semakin terbatasnya jumlah Tempat Tidur pasien kasus Covid-19 dengan seluruh peralatan dan perlengkapan serta Tenaga medis dan perawat mahir yang semakin terbatas, maka batas toleransi keseimbangan tindakan efektif dalam pelayanan sudah semakin kritis.

Keluhan masyarakat sudah mulai terdengar disanasini tentang penuhnya Rumah Sakit.

Jangan membayangkan bahwa penanganan kasus Covid-19 hanya butuh kamar, sehingga terbayang solusinya adalah kamar-kamar hotel. Karena yang dibutuhkan adalah ruangan yang steril, dengan pengaturan suhu dan oksigen, peralatan medik canggih dan ventilator, peralatan kegawat daruratan dan tenaga kesehatan yang lengkap lintas keahlian.

Kesulitan yang paling nyata adalah keterbatasan tenaga medis.

Dari berbagai sumber, penulis merangkum data yang dihimpun dari sumber resmi covid- 19.go.id, menunjukkan tren positif Penerapan PSBB di Jakarta.

Tabel : Indikasi Kejadian akibat Covid-19 saat Penerapan PSBB 1, 2 dan Pra PSBB 3 di Wilayah Jakarta pada 11 September 2020.

penanganan covid berpacu dengan waktu

Jika dibandingkan dengan rerata Nasional, tampak pada indikasi Jumlah kasus terkonfirmasi (positif Covid-19), Jumlah kematian, angka kesembuhan menunjukkan capaian yang lebih baik. Penemuan kasus juga menunjukkan semakin tinggi dengan meningkatnya Positif rate.

Capaian Jakarta sesungguhnya mempengaruhi kinerja Nasional. Dengan “keberhasilan” Jakarta menarik angka-angka kearah positif (lebih baik dari angka capaian Nasional) tentu berkorelasi dengan perbaikan wajah kinerja penanganan Covid-19 secara Nasional.Jika dibandingkan dengan rerata Nasional, tampak pada indikasi Jumlah kasus terkonfirmasi (positif Covid-19), Jumlah kematian, angka kesembuhan menunjukkan capaian yang lebih baik. Penemuan kasus juga menunjukkan semakin tinggi dengan meningkatnya Positif rate.

Sukses Jakarta dibutuhkan bagi Daerah dan Wilayah lainnya. Karena medan pertempuran pengendalian Covid-19 tidak lagi pada Konsep dan Narasi, saatnya total aksi, karena penyebaran kasus sudah membentuk sarang atau cluster-kluster baru berbagai bentuk.

Tidak ada Negara dan Ahli dapat menjamin kapan berakhirnya pandemi Covid-19 ini. Seluruh unsur formal dan masyarakat secara total harus bersinergi memperkuat kembali fase Transisi mengendalikan transmisi virus Covid-19.

Sikap sejumlah negara bersikap menutup jalur transportasi dari dan ke Indonesia menjadi masukan untuk Aksi dan Recovery total dalam penanganan Covid-19.

Penanganan dan penanggulangan Pandemi Covid-19 di Indonesia saatnya dengan pendekatan “kegawatdaruratan”. Kegawatdaruratan bukan bermakna situasi buruk, tetapi merupakan langkah yang dipilih untuk menggunakan peluang kebaikan yang masih mungkin dilakukan untuk mempertahankan kehidupan dan kualitas, juga nama Bangsa.

MENYIKAPI USULAN PSBB KE-3 JAKARTA

Dalam beberapa hari ini khabarnya Pemerintah akan bersikap terhadap kondisi Jakarta. Jakarta sudah dipersimpangan Jalan. Memperkuat jalan Recovery lebih kencang dan disiplin dengan dampak positif bagi Indonesia. Bukan jalan yang sama.

Masyarakat harus dilibatkan dan diberi pengertian, bagi masyarakat yang terhenti aktivitas ekonominya beri ketenangan dengan mencukupi kebutuhan logistiknya yang mungkin berlangsung selama 2-3 bulan kedepan. Ratusan Triliun yang disiapkan Pemerintah, dengan data tepat sasaran, itu lebih dari cukup untuk mendukung untuk kebutuhan masyarakat dan gerakan Pendisiplinan Protokol Kesehatan di Jakarta dan Indonesia.

#KESEMPATAN TIDAK DATANG BERKALI-KALI

 Jakarta, 12 September 2020

*) Dr.Abidinsyah Siregar,DHSM,MBA,MKes (Tulisan ke-51) : Ahli Utama BKKBN dpk  Kemenkes/ Mantan Deputi BKKBN/ Mantan Komisioner KPHI/ Mantan Kepala Pusat Promkes Depkes RI/ Alumnus Public Health Management Disaster, WHO Searo, Thailand/ Mantan Ketua MN Kahmi/ Mantan Ketua PB IDI/ Ketua PP IPHI/ Ketua PP ICMI/ Ketua PP DMI/ Waketum DPP JBMI/ Ketua PP ASKLIN/ Penasehat BRINUS/ Penasehat Klub Gowes KOSEINDO/ Ketua IKAL FK USU/ Ketua PP KMA- PBS/ Ketua Orbinda PP IKAL Lemhannas/ Pengasuh / GOLansia.com dan Kanal-kesehatan.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *