Ilmuan Muslim Peraih Nobel Sains, Bukti Muslim Tak Hanya Jago Agama

Ahmed Zewail
banner 400x400

HAJINEWS.ID – Ilmuan Muslim peraih nobel sains memang jarang, tapi bukannya tidak ada. Munculnya para ilmuan Muslim yang meraih nobel di bidang Sains juga menunjukkan kalau orang Islam tidak kalah pintar dengan orang Barat. Orang Islam tidak hanya jago di bidang ilmu agama. Ilmuwan muslim yang berjasa bagi dunia tidak hanya eksis pada Zaman Keemasan Islam, abad pertengahan. Di zaman modern pun, sangat banyak ilmuwan muslim yang berkiprah untuk berkarya bagi kemaslahatan dunia. Di antara banyaknya jasa para ilmuwan muslim yang diberikan pada dunia, beberapa di antaranya merupakan terobosan mutakhir yang sangat penting. Hal tersebut mengantarkan beberapa orang muslim mendapatkan Hadiah Nobel.

Seperti yang kita tahu, Hadiah Nobel merupakan penghargaan tertinggi yang diberikan kepada seseorang yang sangat berjasa bagi dunia dalam memberikan kontribusi di suatu bidang. Ada beberapa bidang yang diapresiasi dalam penghargaan ini, di antaranya adalah bidang fisika, kimia, dan fisiologi atau medis.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Berikut adalah ilmuan muslim peraih nobel sains yang hajinews.id kutip dari harlah.id

1. Ahmed Zewail

Ahmed Zewail

Memiliki julukan “Bapak Femtokimia” Ahmed Zewail mendapat Hadiah Nobel di bidang kimia pada tahun 1999. Femtokimia merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari tentang reaksi kimia dalam skala waktu yang sangat singkat (1 femtodetik = se per seribu triliun detik). Beliau menemukan metode femtosecond spectroscopy yang pada akhirnya melahirkan cabang ilmu pengetahuan baru ini. Dengan teknik laser ultracepat, beliau dapat menangkap gambaran dari proses bergabungnya atom-atom yang membentuk molekul melalui reaksi kimia. Molekul yang pertama beliau amati adalah Natrium iodida (NaI).

Intelektual muslim ini lahir di kota Damanhur, Mesir, pada tanggal 26 Februari 1946, dan tumbuh dewasa di kota Alexandria. Setelah menamatkan kuliah di kota tersebut, beliau melanjutkan studinya di Universitas Pennsylvania, Amerika Serikat. Selanjutnya, beliau bekerja di Universitas California, untuk kemudian pindah menuju Institut Teknologi California pada 1976. Di sana, beliau melanjutkan pekerjaannya, khususnya mengenai riset femtokimia hingga pada tahun 1999 mendapatkan Hadiah Nobel untuk hal tersebut. Beliau tutup usia pada tanggal 2 Agustus 2016, setelah bertahun-tahun melawan kanker. Pemakaman beliau dihadiri sejumlah tokoh penting Mesir, termasuk Presiden dan Perdana Menteri Mesir, serta Grand Imam Universitas Al Azhar. Sementara itu, Syekh Ali Ghoma, Grand Mufti Mesir sebelumnya, memimpin shalat jenazahnya. Sepanjang hidupnya, beliau telah menulis 600 artikel ilmiah dan 16 buku.

Menurut beliau, Islam dan ilmu pengetahuan tidak berlawanan karena agama itu sangat penting. Bahkan seusai mendapat Hadiah Nobel, beliau masih berupaya untuk berkontribusi bagi orang lain atau sains secara umum. Menurut beliau, itu adalah bentuk keyakinan terhadap hidup, alam semesta, diri sendiri, dan Allah.

2. Aziz Sancar

Aziz Sancar

Beliau adalah peraih Hadiah Nobel di bidang Kimia pada tahun 2015, bersama dengan Tomas Lindahl dan Paul Modrich, atas karyanya dalam perbaikan DNA. Sebagai blue print dari suatu organisme, molekul DNA tidak boleh berubah. Namun molekul itu sendiri tidaklah stabil dan bisa mengalami kerusakan. Pada tahun 1983, beliau mempelajari dari beberapa bakteri bahwa protein-protein dan enzim-enzim tertentu dapat memperbaiki molekul DNA yang rusak oleh sinar UV. Secara spesifik, beliau menemukan adanya enzim eksinuklease yang berperan mempertahankan sel dari kerusakan akibat sinar UV. Dengan penemuan ini, pengetahuan mengenai bagaimana sel bekerja, penyebab kanker, dan proses penuaan dapat diketahui lebih baik.

Lahir di kota Savur, Turki pada tanggal 8 September 1946, ilmuwan ini lahir di tengah keluarga menengah ke bawah. Orang tuanya tidak mengenyam pendidikan (formal), namun sangat mempedulikan pendidikan anaknya. Ibunya yang seorang pegiat masjid juga menanamkan nilai-nilai Islam dan nasionalisme pada dirinya.

Beliau melaksanakan studi pascasarjana di Universitas Istanbul dan lulus pada tahun 1969, kemudian melanjutkan studi doktoral di Universitas Texas dan lulus pada tahun 1977. Selanjutnya, beliau menjadi profesor di Universitas North Carolina dan mengerjakan riset memperbaiki DNA di sana. Beliau menyatakan diri sebagai muslim, tetapi semasa di Amerika Serikat, beliau menyembunyikan identitas keislamannya. Hal ini karena waktu itu, masih marak pandangan yang mengaitkan antara terorisme dengan Islam di kalangan warga di sana.

3.Abdus Salam

Abdus Salam

Abdus Salam, muslim pertama yang mendapatkan Hadiah Nobel merupakan ahli fisika teoretis asal Pakistan yang mendapat Hadiah Nobel di bidang fisika pada tahun 1979. Bersama dengan Sheldon Glashow dan Steven Weinberg, beliau menemukan salah satu dari empat gaya fundamental dalam fisika, yaitu gaya “elektro lemah”. Dalam pidato penerimaan hadiahnya, beliau mengenakan pakaian tradisional, termasuk serban, dan berpidato tentang kontribusi Islam pada sains, bahkan mengutip Al Qur’an. Namun, beliau merupakan pengikut Islam aliran Ahmadiyah, yang pada waktu itu dikeluarkan dari golongan Islam oleh pemerintah Pakistan pada tahun 1974.

Setelah meninggal pun, makamnya yang bertuliskan “First Muslim Nobel Laureate…” diminta oleh pemerintah setempat untuk dihapuskan kata “Muslim”-nya.

Itulah ilmuan muslim peraih nobel sains yang punya kontribusi besar dalam dunia sains dan diakui oleh dunia.

 

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 Komentar