Pahala Tidur Siang

banner 400x400

Hajinews.id – Tidur adalah kebutuhan. Tidak saja bagi badan, tapi juga bagi pikiran. Karena tidur adalah terlepasnya ruh dari kedua aktivitas itu. Di dalam Alquran, waktu tidur tidak hanya pada malam hari, tapi juga pada siangnya. Allah SWT berfirman, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari.” (QS. al-Rum/30: 23).

Dilansir dari Republika, Menurut pengarang Tafsir Jalalain, atas kehendak Allah SWT waktu malam dan waktu siang digunakan untuk istirahat. Hanya batasannya, tidur siang dilakukan sebagai jeda dari aktivitas usaha. Allah SWT menjelaskan, “Dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya” (QS. al-Rum/30: 23). Tujuannya, agar bisa bugar lagi pada aktivitas berikutnya.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Dalam bahasa agama, tidur siang sering disebut dengan qailulah. Nabi SAW bersabda, “Qailulah-lah kalian, sesungguhnya setan itu tidak pernah istirahat siang.” (HR. Abu Nu’aim). Perintah ini dapat dibaca bahwa tubuh manusia punya keterbatasan, baik secara fisik, psikis, dan psikomotoris. Jadi tidur adalah cara untuk menyegarkannya kembali.

Di samping itu, kondisi lemah akan membuat manusia tidak fokus bekerja, tidak maksimal, dan kontraproduktif. Sementara setan tidak pernah tidur dan selalu mencari titik lemah seseorang. Oleh karena itu, qailulah disunahkan agar seseorang tetap fokus bekerja dalam performa prima, sehingga setan tidak bisa memecah konsentrasinya.

Secara teoritis, tubuh manusia ibarat mesin yang tak bisa dipaksa terus bekerja. Pada waktu tertentu mesin bisa panas karena kelebihan waktu pemakaian. Pada diri manusia begitu juga, kelebihan bekerja menimmbulkan kantuk. Kantuk itu identik dengan panas. Untuk menghilangkan kantuk bisa dengan cuci muka atau qailullah.

Yang menarik, qailulah bukan hanya menjadi aktivitas orang beriman pada saat di dunia sehingga mendapat pahala mengamalkan sunah Nabi SAW, tapi juga aktivitas penduduk surga. Allah SWT berfirman, “Penghuni-penghuni surga pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling indah tempat qailulahnya.” (QS. al-Furqan/25: 24).

Terkait dengan ayat ini, dapat dibaca bahwa makna qailulah adalah istirahat, baik disertai tidur atau tidak tidur. Qailulah yang Nabi SAW sunahkan bisa jadi disertai dengan tidur. Namun qailulah penduduk surga hanya tidur-tiduran atau istirahat saja. Sebab ada yang berpendapat bahwa penduduk surga tidak mengalami tidur. Karena di surga tidak ada lagi aktivitas tidur.

Mengenai waktu qailulah, Sahal bin Saad pernah bercerita, “Dahulu kami pada masa Nabi SAW melakukan aktivitas qailulah dan makan siang setelah shalat Jumat.” (HR. Muslim). Kabar ini memberi pemahaman tidak saja ihwal waktu qailulah, namun juga tentang aktivitas qailulah yang tidak hanya diisi dengan tidur atau tidur-tiduran, tapi juga makan siang.

Secara praksis, dengan demikian, waktu istirahat yang dilakukan oleh para pegawai di kantor atau di mana saja yang diisi dengan aktivitas shalat Dzuhur dan dilanjutkan dengan makan siang itu termasuk qailulah. Seandainya ada waktu tersisa untuk tidur sejenak atau tidur-tiduran itu bukan berarti bermalas-malasan, namun termasuk bagian dari qailulah.

Seyogyanya di kantor-kantor pemerintah dan juga swasta untuk memberi waktu qailullah yang cukup bagi para pegawainya, selain juga harus memfasilitasinya. Misalnya dengan memberi ruangan shalat dan istirahat yang nyaman. Termasuk menyediakan makanan yang membuat gairah dan nafsu makan setelah setengah hari bekerja tanpa jeda.

Dilansir dari republika.com Setiap ajaran Nabi SAW pasti mengandung ilmu dan hikmah. Termasuk qailulah. Melakukan qailulah setelah lelah bekerja berpahala menjalankan sunah Nabi SAW. Selain itu, “pahala” qailulah juga dipandang dapat meningkatkan performa dan produktivitas kerja, baik itu bekerja sebagai wirausahawan maupun sebagai pegawai kantoran.

 

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar