Praktik Dinasti Politik Kian Marak, DPR: Jika Dibiarkan, Bangsa Dipimpin Pemimpin Karbitan

Gibran berorasi sebelum mendaftarkan diri sebagai bakal calon wali kota Solo di kantor DPD PDIP Jateng. (Foto: Radar Solo)
banner 400x400

Jakarta, hajinews.id-Sejak dibukanya masa pendaftaran untuk Pilkada Serentak 2020, topik seputar dinasti politik terus ramai diperbincangkan publik.

Dinasti politik adalah kekuasaan yang bersifat turun-temurun dilakukan dalam sebuah keluarga yang masih terikat hubungan darah untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Dilansir dari pikiran rakyat, dugaan praktik dinasti politik kembali tampak dalam gelaran Pilkada Serentak 2020 yang direncanakan akan digelar pada 9 Desember 2020 mendatang meski di tengah pandemi covid-19.

Hal tersebut dapat dilihat dari adanya putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka yang menjadi calon wali kota Solo dan menantu Jokowi, Bobby Nasution yang menjadi calon wali kota Medan.

Selain itu, ada juga putri Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Siti Nur Azizah yang menjadi calon wali kota Tangerang Selatan, dan lain sebagainya.

Melihat fenomena tersebut, Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Mulyanto mengaku prihatin dengan sikap abai Jokowi dan pemerintahnya terhadap berkembangnya praktik dinasti politik.

Dia menilai, sikap ini sangat berbahaya bagi masa depan demokrasi. Karena secara tidak langsung akan menghambat proses kaderisasi partai politik dan regenerasi kepemimpinan nasional secara terbuka.

“Pandangan saya, politik yang modern mestinya berbasis sistem merit. Sehingga kita dapat memaksimalkan unsur-unsur kebaikan dalam masyarakat termasuk menjaga keberlangsungan sistem kaderisasi partai dan kaderisasi kepemimpinan nasional,” kata Mulyanto, Selasa, 27 Oktober 2020, sebagaimana dikutip hajinews.id dari RRI.

Menurut Mulyanto, seharusnya pemerintah memberi contoh yang baik kepada masyarakat dalam melaksanakan nilai-nilai demokrasi. Bukan malah memanfaatkan celah hukum untuk menyuburkan praktik dinasti politik.

Mulyanto meminta pemerintah untuk menjaga komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi yang sudah dibangun selama ini. Salah satu caranya dengan mendorong dibuatnya aturan hukum yang ketat terhadap berkembangnya praktik dinasti politik.

Tanpa komitmen yang kuat dari pemerintah, dia khawatir sistem politik Indonesia akan kembali diwarnai dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Bahkan lebih parah dari itu, sistem politik akan dikendalikan dan dikuasai oleh kelompok oligarki.

“Negara ini milik rakyat. Jabatan publik di dalamnya juga amanah rakyat. Sehingga sudah sepatutnya dikelola dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan rakyat. Bukan untuk kepentingan kelompok atau keluarga tertentu,” ujar Mulyanto.

Dirinya juga menilai, jabatan publik sepatutnya tidak untuk diwariskan dan harus ada tanggung jawab secara politik dan profesional.

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar