Tebang Pilih Terhadap Anies dan HRS, Berikut 7 Daftar Kerumunan Massa Tak Diproses Polisi

banner 400x400

Jakarta, hajinews.id – Kepolisian Polda Metro Jaya memanggil dan memeriksa Gubernur DKI Anies Baswedan diperiksa polisi terkait kerumunan massa di kediaman Habib Rizieq (HRS) saat Maulid Nabi. Selain Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil juga akan dipanggil terkait kerumunan tersebut. Faktanya, banyak kerumunan massa tak disoal polisi.

Berikut tujuh daftar kerumunan massa dalam jumlah banyak yang tak menjaga jarak sehingga tak mematuhi protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah yang dilansir dari pojoksatu.com

Bacaan Lainnya
banner 400x400

  1. Demonstrasi buruh menolak Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja di Kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin, 2 November 2020.
  2. Aksi demonstrasi tolak UU Cipta Kerja di kawasan Medan Merdeka Barat, depan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, pada Selasa (20/10/2020).
  3. Aksi mahasiswa dan buruh di berbagai lokasi di Indonesia memperingati setahun pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin pada 20 Oktober 2020.
  4. Gabungan aliansi buruh menggelar aksi unjuk rasa tolak Undang-undang Cipta Kerja atau Omnibus Law di Kantor Pemerintahan Daerah Kabupaten Bogor, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Kamis (8/10/2020).
  5. Buruh dan mahasiswa berdemonstrasi di Bundaran Patung Kuda, Jakarta Pusat, pada Rabu, 28 Oktober 2020.
  6. Kliwonan Habib Luthfi di Kota Pekalongan pada 16 Oktober 2020 lalu.
  7. PendaftaranCalon Walikota dan Wakil Walikota Solo pada 4 September 2020 lalu.Gibran Rakabuming Raka bersama Teguh Prakosa resmi mendaftarkan diri sebagai calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Solo, Jumat (4/9/2020). Gibran-Teguh menaiki sepeda ontel klasik atau pit kebo dan ditemani para kader partai hingga relawan menuju kantor KPU Solo.

Kepolisian membantah melakukan tebang pilih kasus kerumunan massa. Pernyataan itu diutarakan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Awi Setiono sebagaimana hajinews.id kutip dari jurnalinspirasi.co.id

“Perlu kami tegaskan, Kapolri sudah dua kali mengeluarkan maklumat terkait pengamanan protokol kesehatan. Bahkan terakhir Kapolri mengeluarkan surat telegram, 16 November lalu, yang intinya terkait protokol kesehatan di seluruh Indonesia,” kata Awi dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (17/11).

Namun dosen ilmu pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hajar menilai penindakan pelanggaran protokol kesehatan oleh kepolisian rentan dipermasalahkan. Alasannya, kata dia, PSBB tidak diatur dalam UU Kekarantinaan Kesehatan. “PSBB belum ada dasar undang-undangnya, pelaksanaannya diserahkan kepada daerah. Jadi penegakan hukum terkait protokol kesehatan ini seharusnya ada di pemerintah daerah, salah satunya lewat Satpol PP. Ini sebenarnya pelanggaran administratif, bukan kejahatan. Semestinya pemda yang progresif menegakan aturan itu,” kata Fickar.

Meski begitu, kepolisian mengklaim berwenang menindak orang-orang yang tak menuruti protokol kesehatan. Salah satu ketentuan yang dirujuk kepolisian adalah Instruksi Presiden 6/2020 yang diterbitkan 4 Agustus lalu. “Ada Instruksi Presiden agar Polri bersama TNI bekerja sama dengan pemerintah daerah, untuk melakukan patroli, pengawasan, penertiban, serta penegakan hukum terkait pelanggaran protokol kesehatan,” kata Awi Setiono.

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *