HRS Menyalatkan Jenazah Pak Joko?

HRS Menyalatkan Jenazah Pak Joko?
Abdullah Hehamahua
banner 400x400

Oleh Abdullah Hehamahua

Hajinews – “Jika anda mengungkap kejahatan tapi diperlakukan layaknya pelaku kejahatan, berarti anda sedang berada di negeri yang dikuasai penjahat.” (Edward Snowden, mantan anggota CIA).

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Buya Hamka dan Soekarno

Buya Hamka ditahan Soekarno selama 2 tahun 4 bulan tanpa proses pengadilan. Beliau dianggap melanggar  UU Subversif karena  dituding terlibat dalam upaya pembunuhan  Sukarno. Namanya dihancurkan, perekonomiannya dimiskinkan, kariernya dimatikan. Buku-bukunya pun dilarang beredar.

Sekjen Departemen Agama, Kafrawi dan Mayjen Soeryo, ajudan Presiden Soeharto datang ke rumah Buya Hamka, (1970). “Bila aku mati kelak, minta kesediaan Hamka untuk menjadi imam shalat jenazahku,” pesan Sukarno yang disampaikan Kafrawi ke buya Hamka. Buya Hamka, seorang ulama besar, tidak menyimpan dendam. Bahkan, di dalam penjara, beliau menulis Tafsir Al Azhar-nya.

Buya Hamka, menuju Wisma Yaso, tempat jenazah Bung Karno disemayamkan.  Buya Hamka pun memimpin shalat jenazah mantan presiden yang pernah menjebloskannya ke penjara itu.

Mungkinkah kejadian yang terjadi atas Soekarno dan buya Hamka tersebut berulang terhadap HRS dan pejabat Indonesia.?  Jika kejadian berulang, maka ia merupakan bukti bahwa, pemerintah di belakang penangkapan HRS, ulama, dan aktivis serta pembunuhan enam anggota FPI. Meskipun di Pengadilan, HRS, ulama, dan aktivis yang berbeda pendapat dengan pemerintah dijatuhi hukuman. Sebab, barang bukti  yang diajukan palsu seperti apa yang terjadi terhadap nabi Yusuf.

Nabi Yusuf dan Polda Metro Jaya

Nabi Yakub sangat menyayangi Yusuf remaja. Hal tersebut membuat saudara-saudara lain ibu dengan Yusuf, cemburu. Kecemburuan karena takut tersisih kewibawaan, kedudukan, dan status sosial, orang dapat berbuat apa saja. Perbuatannya dapat berupa fitnah, mencelakakan, bahkan  membunuh.

Saudara-saudara Yusuf (lain ibu) menyiapkan skenario canggih. Aplikasinya, Yusuf dibuang ke dalam sumur tua di tengah padang pasir. Mereka lalu membawa baju Yusuf yang dilumuri darah sebagai bukti bahwa, saudara mereka tersebut meninggal diterkam serigala. Mereka berdrama di depan ayah dengan menangis tersedu-sedu. Yakub, menangis sedih. Namun, beliau heran. Kok baju yang dibawa sebagai barang bukti, tidak robek. Bukankah jika diterkam serigala, baju mesti robek.? Itulah fitnah dalam skenario wafatnya Yusuf yang direkayasa saudara-saudaranya demi memeroleh perhatian, kehormatan, dan kedudukan dari sang ayah.

Polda Metro Jaya, 7 Desember 2020 melakukan komprensi pers. Mereka menampilkan barang bukti antara lain dua pucuk pistol, selongsong peluru, clurit, dan samurai. Polda, seperti saudara-saudara Yusuf, menjelaskan bahwa, petugas terpaksa menembak karena diserang lebih dahulu oleh pengawal HRS. Mayoritas rakyat, seperti nabi Yakub, meragukan keterangan Polda. Pertama, katanya pistol itu asli, tapi kemudian disebut rakitan. Belakangan, disebutkan, pistol itu dirampas pengawal HRS dari petugas.

Kedua, samurai yang disebut milik laskar itu adalah jenis mewah dan mahal. Masyarakat tau, pengawal HRS, bahkan sebagian besar anggota FPI adalah warga yang kondisi keuangannya, pas-pasan. Konon, samurai itu mirip dengan yang pernah ditayangkan di Ngawi, Jatim. Namun, menurut Kapolres Ngawi, kemiripan samurai di Ngawi dengan di Polda Jakarta itu, kebetulan saja. Meskipun, Kapolda DKI adalah mantan Kapolda Jatim.

Yakub dan Rekonstruksi Polisi

Yakub sangat sedih. Beliau menangis setiap hari sehingga matanya buta. Namun, sebagai nabi, Yakub yakin, Yusuf tidak meninggal. Faktanya, di Mesir, Yusuf berhasil menjadi Menteri Keuangan. Klimaksnya, Yusuf sebagai pejabat negara berhasil berjumpa dengan ayahnya dan saudara-saudara yang mencelakainya. Mereka menyesali  perbuatannya. Yusuf memaafkan mereka.

Apakah belasan tahun ke depan, HRS menjadi pejabat negara dan mantan presiden, Kapolri, Polda Metro Jaya dan pihak-pihak terkait memeroleh maaf dari HRS. Mereka menyesal atas pembunuhan 6 laskar FPI, menahan HRS, ulama, dan aktivis lainnya. Untuk memahaminya, ikuti rekonstruksi yang dibuat Polri, antara lain:

  1. Polisi di TKP 1 mengatakan, petugas dan laskar FPI terlibat baku tembak sejak di jalan Internasional Karawang Barat. Maknanya, pengawal HRS memiliki senjata api Pertanyaannya, dari mana laskar FPI mendapatkan senpi.? Mereka memeroleh dari polisi, TNI atau di pasar gelap.? Simpulan pertama, Kapolri lalai dalam menjalankan tugas pengamanan sehingga ada warga sipil memiliki senjata api. Jika senjata yang dimiliki itu rakitan, apakah pelurunya adalah buah maninjo. Polda Metro Jaya dalam komprensi pers menunjukkan beberapa selongsong peluru. Dari mana FPI mendapatkan peluru tersebut. Kapolri bertanggung jawab.

Polisi dalam rekonstruksi itu mengatakan, 4 laskar menyerang mobil dengan senjata tajam. Polisi memberi tembakan peringatan sehingga laskar masuk ke mobilnya. Namun, dua laskar kembali sambil menembak 3 kali ke arah polisi dan dibalas oleh petugas. Pertanyaannya, apakah ada bekas kerusakan mobil polisi akibat serangan laskar tersebut. Tentu, polisi dapat mengajukan barang bukti. Apakah barang bukti tersebut asli atau seperti baju Yusuf yang dilumuri darah oleh saudara-saudaranya.? Perlu TGPF untuk melakukan investigasi independen.

  1. Polisi, di TKP 2 menerangkan, terjadi lagi tembak menembak. Laskar melakukan dua kali tembakan dan petugas melepaskan tiga kali tembakan. Simpulannya, di TKP 2 ini minimal ada 5 selongsong peluru. Nyatanya, menurut Kapolda Metro Jaya, ada 3 peluru yang sudah ditembakkan dari senpi laskar. Padahal, dalam rekonstruksi di TKP 1 dan 2, sudah lima kali laskar melepaskan tembakan. Inilah pentingnya TGPF untuk melakukan investigas secara objektif.
  2. Polisi, di TKP 3 mengatakan, dua anggota FPI yang berada di mobil terluka usai kejar-kejaran dan terlibat kontak tembak dengan aparat. Kedua laskar yang terluka ini dibawa dengan mobil Avanza petugas. Namun, kesaksian warga di rest area, ada ambulans yang datang membawa korban tersebut. Kontradiksi. Di sinilah diperlukan TGPF agar melakukan investigasi secara independen. Polisi juga menjelaskan, di TKP 3 ini, 4 laskar lainnya disuruh tiarap dan kemudian naik mobil petugas tanpa diborgol. Ini kesalahan fatal. Sebab, jika sebelumnya terjadi tembak menembak maka para laskar tersebut dikategorikan sebagai orang berbahaya sehingga harus diborgol. Petugas melanggar SOP. HRS saja, ulama yang mustahil akan lari, diborgol ketika hendak dibawa ke tempat tahanan.

Keterangan di TKP 3 ini berbeda dengan penjelasakan Kapolda Jaya yang mengatakan, polisi menghentikan satu mobil pengawal Rizieq yang berisi 10 orang dengan menembak bannya. Mobil terhenti. Penumpangnya menyerang polisi dengan senjata api. Polisi balas menembak. Enam orang tewas, empat lainnya melarikan diri. Mana yang benar.? Sebab, di TKP3, polisi mengatakan, 4 laskar digiring masuk mobil, bukan ditembak. Jadi, TGPF-lah yang harus membongkar semua fakta yang ada..

  1. Polisi di TKP 4 mengatakan, 4 orang laskar FPI yang diamankan dari Rest Area Km 50 Tol Jakarta-Cikampek ditembak di dalam mobil polisi. Kok ditembak. ? Sebab, laskar-laskar itu mau merampas senjata petugas. Petugas wajib membela diri. Setuju.! Namun, menurut SOP, mereka harus dilumpuhkan, misalnya ditembak kaki atau tangan agar tidak bisa mengulangi usaha perampasan senjata. Tindakan selanjutnya, mereka diborgol. Jika perlu, kakinya diikat di kursi sehingga tidak bisa bergerak. Faktanya, laskar-laskar ini mendapat tembakan di area jantung. Simpulannya, polisi sudah merencanakan pembunuhan bukan menangkap pengawal HRS. Di dalam mobil hanya ada petugas dan laskar FPI. Tidak ada saksi lain. Jadi, salah satu saksi kunci adalah CCTV. Namun, waktu itu, CCTV tidak berfungsi.. Kok bisa .? Inilah pentingnya TGPF.
HRS Menyalatkan Jenazah Pak Joko

Pengadilan menjatuhkan hukuman penjara sekian tahun terhadap HRS. Sewaktu bebas, HRS kembali ke pesantrennya dan tetap melakukan kegiatan amar ma’ruf nahi mungkar. Tiba-tiba suatu hari, utusan pemerintah mendatangi rumah HRS. “Maaf bib, sebelum meninggal, pak Joko mewasiatkan agar jenazahnya disalati oleh HRS.”

“Inna lillahi wa inna ilaihi rooji’un, bibir HRS bergumam. Beberapa detik, HRS menyusuri Kembali hidupnya di penjara selama periode pemerintahan PDIP. Air mata menetes di wajahnya yang sudah keriput. Terbayang, enam pengawalnya yang menjadi syuhada ketika mengawalnya di tol. Tiba-tiba, wajahnya cerah. Senyuman mengukir di bibirnya. Terbayang buya Hamka yang menyolatkan Soekarno yang memenjarakannya. Dirinya (HRS) belasan tahun lalu, dipenjarakan oleh anak Soekarno. HRS masuk ke kamarnya, mengenakan jubah dan sorban khasnya. Beliau memanggil cucu dan sopirnya untuk diantar ke bandara. “Ayo, kita segera terbang, kakek mau menyolatkan jenazah pak Joko,” katanya ke cucu dan sopir.

Jum’at Keramat, 18 Desember 2020

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar