Indeks Persepsi Korupsi RI Merosot, Pengamat: Imbas Revisi UU KPK

(Ilustrasi Media Indonesia)

Hajinews — Indonesia meraih skor 37 Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari Transparency International Indonesia (TII), menempatkannya di peringkat 102 dari 180 negara. Skor IPK Indonesia kini setara dengan Gambia, sebuah negara di benua Afrika, dan lebih rendah dari Timor Leste dengan skor IPK 40 dan berada di peringkat 86.

Dengan peringkat ini artinya Indonesia telah turun dari urutan 85 dengan skor 40 yang dicapai di tahun 2019.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin mengaku tidak terkejut dengan penurunan itu, hal tersebut menurutnya adalah imbas dari revisi Undang-Undang KPK.

“Sudah diprediksi sejak dulu, itu imbas dari revisi Undang-Undang KPK. Jadi jangan aneh dan jangan heran jika indeks korupsinya turun. Justru ajaib jika indeks korupsinya naik, karena KPK-nya saja sudah dilemahkan. IPK Indonesia bisa turun karena korupsinya juga makin merajalela dan menjadi-jadi, bahkan kebijakan pun dibuat untuk melindungi perilaku korupsi,” ungkapnya dilansir Sumber, Sabtu (30/1/2021).

Padahal hukuman mati bagi para koruptor sudah ada, namun korupsi masih merajalela di Indonesia. Undang –Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi pada Pasal 2 ayat disebutkan dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

“Jika hukuman mati bisa diterapkan, maka bisa mengurangi perilaku korupsi pejabat agar ada efek jera, tapi sepertinya hukuman mati itu masih ilusi. Kalau bebas dari korupsi Indonesia tidak mungkin, paling tidak meminimalisir korupsi salah satu caranya ya pelaku korupsi mesti dihukum mati,” tegas Ujang.

Terkait dengan pandemi Covid 19 penelitian TII menunjukkan korupsi menggeser anggaran layanan publik yang penting termasuk kesehatan.

TII memberikan empat rekomendasi, yaitu memperkuat peran dan fungsi lembaga pengawas, memastikan transparansi kontrak pengadaan khususnya saat pandemi, merawat demokrasi dan mempromosikan partisipasi warga pada ruang publik serta mempublikasikan dan menjamin akses data yang relevan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *