Webinar MN KAHMI Untuk Merawat Keindonesiaan

Webinar MN KAHMI Untuk Merawat Keindonesiaan
KAHMI

Hajinews – Pengurus Majelis Nasional KAHMI hari ini, Rabu, 10 Februari 2021, menggelar Webinar Nasional bertema, “Merajut Kebangsaan dan Keumatan untuk Mewujudkan Indonesia Maju dalam Perspektif Masyarakat Inklusif, Toleran, dan Moderat,” dengan menghadirkan lima pemantik atau narasumber yakni: Prof. Dr. Alwi Shihab, mantan Menteri Luar Negeri, Menko Kesra, dan Utusan Khusus Presiden untuk Timur Tengah dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI); Prof. Dr. Hamka Haq, M.A., Guru Besar UIN Alauddin Makassar, Wakil Ketua Umum PDIP, dan Ketua Umum Baitul Muslimin Indonesia; Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) dan mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno, Pengajar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta; dan Dr. Mohammad Sabri, M.A., Direktur Pengkajian Materi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Republik Indonesia (BPIP RI).

Webinar diawali pembacaan doa, dilanjutkan sambutan, dan dibuka oleh Koordinator Presidium MN KAHMI, Viva Yoga Mauladi, M.Si., dan keynote speaker oleh Menteri Agama RI, Yaqut Cholis Qoumas.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Indonesia memiliki beragam suka, agama, dan etnis. Perbedaan itu cenderung memunculkan persoalan dalam menyatukan bangsa. Kita harus mampu menjaga dan merawat solidaritas agar tidak terpecah oleh hal-hal yang dapat mengganggu integritas nasional dan rasa persatuan KeIndonesia, kata Viva Yoga Mauladi.

KAHMI adalah bagian penting dari gerakan moderasi beragama yang secara nyata meneguhkan NKRI di tengah derasnya arus zaman dengan berbagai tantangannya. Kementerian Agama mengajak seluruh jajaran KAHMI untuk bersama-sama berada dalam barisan gerakan moderasi beragama, kata Menteri Agama.

Banyak ayat-ayat dalam Alquran yang mengajarkan umat Islam untuk mewujudkan dan menjaga moderasi beragama. Kita umat Islam idealnya bersikap positif dalam berinteraksi; aktif mencari titik temu, bukan titik beda; perlu hati-hati dalam membadingkan realitas sejarah masal lalu dengan kondisi umat hari ini; dan jangan mudah terpengaruh oleh ajaran-ajaran ulama/ustadz yang suka mengajarkan kekerasan, permusuhan, dan memaki orang lain, kata Alwi Shihab.

Islam datang ke Indonesia, dibawa oleh ulama-ulama Timur Tengah, tidak merusak adat dan kebiasaan pribumi, justru memberi ruh atau stempel tauhid. Budaya-budaya lokal justru dijadikan media untuk menyebarkan ajaran Islam, misalnya Pela Gandong di Ambon, Tongkonan di Toraja, Wayang di Jawa, dll., kata Hamka Haq.

Bukan tanpa alasan, orang Amerika menjuluki Indonesia “the improbable nation”. Improbable karena masyarakat kita, katakan saja, komunitas-komunitas etnik, budaya, dan agama untuk mewujudkan Indonesia, adalah yang paling majemuk di dunia. Indonesia selama lebih 75 tahun telah mengalami berbagai macam peristiwa, tetapi kita selalu berhasil melaluinya. Yang utama bagi kita adalah saling menghormati dan menerima dalam kekhasan dan perbedaan masing-masing, kata Magnis-Suseno.

Agenda kita adalah mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sila Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat harus menjadi tolak ukur keberhasilan Pemerintah. Lebih dari itu, umat Islam harus bangkit sebagai pilar dan kekuatan peradaban bangsa bukan menjadi beban. Jika pendidikan dan ekonomi tidak merata, maka radikalisme akan selalu muncul, kata Komaruddin Hidayat.

Pancasila dapat diandalkan tidak saja sebagai dasar filosofis tapi juga menjadi spirit negara-bangsa Indonesia. Dengan begitu, Pancasila menjadi “titik temu”, “titik pijak,” bahkan “titik tuju” bersama bangsa Indonesia yang pelbagai dalam meraih cita-cita nasionalnya: merdeka, bersatu, berdaulat, dan makmur, kata Muhammad Sabri

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *