Dian Covid Kedua

Dian Covid Kedua
Dian islamiati/ Dian fatwa. foto/dok.ist
banner 400x400

Dian bikin heboh. Ia meliput pembebasan Fatwa dari penjara. Liputannya bagus –di mata publik. RCTI menyiarkannya. Tapi liputan itu tidak bagus –di mata Cendana. Lalu diselidiki. Terbongkarlah. Yang meliput itu Dian. Yang ternyata anak Fatwa.

Dian lantas ke Australia. Dia diterima di ABC Australia. Toh Dian dulunya kuliah di Australia. Bahkan sejak SMA. Dian kerasan di sana. Sampai 18 tahun. Bahkan berhasil masuk ke jajaran eksekutif ABC.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

“Saya bisa masuk di jajaran eksekutif karena saya perempuan. Tidak lahir di sana.  Bahasa Inggris bukan bahasa pertama. Ini yang dicari. Ranking perusahaan akan naik bila kehadiran diverse background muncul dalam manajemen, bukan didominasi kulit putih,” tulisnya pada Disway.

Dian sudah sangat nyaman di sana. Bahkan setiap kali bertemu orang Australia di Jakarta selalu ditanya: kapan pulang. Dian sudah dianggap orang Australia. Pulangnya ke Australia. Dia juga merasa dihargai di sana. Sampai pun menjadi kepala departemen Asia Tenggara di ABC.

Tapi akhirnya Dian harus pulang.

Dian harus hidup di Jakarta.

Itu untuk memenuhi wasiat bapaknya. Wasiat itu disampaikan AM Fatwa menjelang beliau meninggal. Bahwa Dian harus pulang.

Bahkan Fatwa sempat ke Melbourne untuk meminta Dian pulang.

Mengapa harus pulang?

“Untuk mengabdi ke negara sendiri. Juga untuk meneruskan perjuangan di bidang politik,” ujar Dian mengenai isi wasiat itu.

Dian pulang.

Dia sempat merawat ayahnya di rumah sakit sampai sang ayah meninggal 14 Desember 2017. Di usia 78 tahun.

Karir terakhir sang ayah adalah anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Dapil Jakarta Raya.

Sejak itu Dian tidak balik ke Australia. Di samping tetap menjadi wartawan Dian mulai menjadi politisi memenuhi wasiat sang ayah. Kini dia menjabat Wakil Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) –ayahnya salah satu pendiri PAN dan aktivis Muhammadiyah. Pemilu yang lalu Dian mulai jadi Caleg PAN di dapil Jakarta. Tapi gagal. Dia masih terlalu baru di lahan itu. Di Jakarta Utara nama AM Fatwa sangat terkenal –lebih terkenal dari di kampung asalnya sendiri, Makassar.

Dian terlihat cerdas ketika menjawab pertanyaan saya yang agak pribadi dan sensitif.

Itu soal perbincangan hangat di kalangan aktivis Islam garis lurus. Yakni tentang dua tokoh besar Islam: Prof Dr Nurcholish Madjid, sang pembaharu dan AM Fatwa, sang pembela kebenaran.

Putri Nurcholish Madjid kawin dengan seorang bule Yahudi di Amerika Serikat. Putri AM Fatwa akan kawin dengan seorang bule Kristen di Australia.

Dian itu 100 persen Fatwa –kecuali dalam memandang Xenophobia. “Di pandangan xenophobialah yang saya berlawanan dengan ayah,” ujar Dian. “Tapi wajar. Exposure yang dihadapi ayah kan tidak banyak. Sementara saya mendapat kesempatan berdialog, bertemu dengan orang dari berbagai belahan dunia sejak remaja,” tulisnya. Tapi perbedaan pandangan itu, kata Dian, justru lebih memberi makna. “More worldly,” katanya.

Apakah ayah marah waktu itu? “Enggak ha ha ha, ketakutan ayah saja,” tulisnya. “Bule juga manusia, ciptaan Tuhan,” tambahnya. (Dahlan Iskan)

Sumber: disway