Kirim Surat ke Jokowi, Upaya Hentikan Pelemahan KPK, Persatuan Gereja-gereja Indonesia: Kami Sangat Prihatin

Hajinews – Polemik di internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menjadi perbincangan publik terkait 75 pegawainya yang diberhentikan karena gugur tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Imbasnya muncul anggapan bahwa hal itu merupakan upaya pelemahan terhadap lembaga yang mengurusi tindak-tanduk kasus korupsi, sebab penyidik senior KPK Novel Baswedan juga tak lolos TWK.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Menyikapi hal ini, Persekutuan Gereja-Geraja di Indonesia (PGI) akan melayangkan surat resmi ke Presiden Jokowi.

Hal itu sebagai bentuk perhatian dan tindakan agar KPK tidak dilemahkan di tengah kasus korupsi yang terus terjadi di Indonesia.

“Kami akan mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk meminta menghentikan upaya pelemahan KPK ini, terutama peminggiran 75 pegawai KPK,” kata Ketua Umum PGI Gomar Gultom saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat, 28 Mei 2021, sebagaimana dikutip dari Antara.

Jajaran PGI pada Jumat siang menerima sembilan orang perwakilan pegawai KPK bersama tim hukum mereka. Pertemuan berlangsung sekitar 90 menit.

“Kemungkinan pada hari Senin (31 Mei 2021), kami akan tulis surat itu karena kami sangat prihatin dengan upaya-upaya pelemahan KPK, terutama yang memuncak dengan pelabelan intoleran dan radikalisme atas 75 pegawai KPK melalui mekanisme TWK,” kata Gomar Gultom.

Menurut Gomar, dengan disingkirkannya para pegawai yang selama ini memiliki kinerja baik serta memiliki integritas kuat dengan alasan tidak lulus TWK akan menjadikan para penyidik berpikir ulang untuk melaksanakan tugasnya dengan profesional seturut dengan kode etik KPK pada masa depan.

“Karena mereka khawatir akan ‘di-TWK-kan dengan label radikal dan kami makin khawatir karena mereka yang dipinggirkan ini banyak yang sedang menangani kasus-kasus korupsi yang sangat signifikan,” kata Gomar Gultom.

Penyidik KPK Novel Baswedan yang juga hadir dalam pertemuan tersebut mengatakan bahwa pihaknya tidak dapat bekerja secara profesional bila tiba-tiba dilabeli radikal dan menjadi musuh negara.

“TWK bukanlah tools untuk melihat seseorang lulus atau tidak menjadi ASN dalam alih status ini. Ada upaya yang sudah ditarget, ada fakta dan bukti untuk ini sehingga TWK hanyalah justifikasi untuk target tertentu,” kata Novel Baswedan.

Pegawai KPK lain yang juga dinyatakan tidak lulus TWK Hotman Tambunan menyatakan keheranannya ketika taat beragama diidentikan dengan cap “taliban”.

“Kami harus taat beragama karena agamalah yang mengajar kami untuk berbuat seturut etika. Di KPK itu godaannya banyak sekali, dan ancaman selalu datang. Nilai-nilai agamalah yang membuat kami tetap bertahan,” kata Hotman yang merupakan anggota jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Kayu Putih.

Salah satu kepala satuan tugas (kasatgas) penyidik Andre Dedy Nainggolan mengungkapkan keprihatinannya karena masyarakat mudah termakan hoaks soal keberadaan “taliban” di KPK.

“Tidak ada (taliban) itu dan celakanya warga gereja pun mudah termakan oleh isu ini,” kata Andrea yang menyebut dirinya warga jemaat GKI Kebayoran Baru.

Sementara itu, Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum KPK Rasamala Aritonang mengatakakan bahwa pelemahan KPK ini juga merupakan ulah para koruptor.

“Kami berhadapan dengan koruptor dan yang bisa korupsi hanyalah mereka yang punya akses kepada kekuasaan. KPK ini hanyalah alat, pisau untuk memotong bagian badan yang koruptif dan reaksi dari para koruptor ini adalah membuang pisau ini, itu yang sedang kami alami,” kata Rasamala yang juga warga jemaat HKBP Pasar Rebo.

Anggota tim hukum para pegawai KPK Saor Siagian pun menyebutkan tiga dari lima anggota KPK periode 2015—2019 adalah nonmuslim.

“Tiga dari anggota KPK periode baru lalu Kristen dan Sekjen KPK juga beragama Kristen. Saut Situmorang berkali-kali berkata, tidak ada talibanisme di KPK,” kata Saor.

Sekretaris Umum PGI Jacky Manuputty pun mengungkapkan kegelisahannya melihat fabrikasi hoaks di media sosial yang mudah mengubah persepsi masyarakat terhadap keadaan dan lembaga tertentu. (dbs).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *