IPHI Sebagai Organisasi Perjuangan Alumni Haji

Ketua Umum IPHI H. Sulastomo, H. Mubarok, H. Kurdi Mustofa (dok)
banner 400x400

Menyongsong Muktamar IPHI VII di Surabaya (1)

IPHI Sebagai Organisasi Perjuangan Alumni Haji

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Oleh Syaefurrahman Al-Banjary

 

Muktamar ke VII Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Insya Allah akan terlaksana di Surabaya pada 21-22 Agustus 2021. Ini adalah Muktamar yang mudah-mudahan pertama dan terkahir, bermuktamar dalam situasi prihatin karena digelar ketika pandemic covid-19 belum benar-benar berakhir.

Karena itu penyelenggaraannya mengikuti protokol kesehatan dengan ketat. Pesertanya menyesuaikan dengan kondisi darurat. Kalau sebelumnya Muktamar dihadiri mencapai 1000 orang dari seluruh Indonesia, mungkin kali ini dibatasi hanya 25 persen peserta yang diwakili pengurus wilayah. Informasi terbaru, Muktamar kali ini diputuskan dilakukan secara hibrid, secara online dan offline dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan dan tetapi juga  sesuai dengan AD/ART.

Boleh dikata, Muktamar IPHI kali ini adalah puncak dari ikhtiar yang selama ini diperjuangkan agar ketentuan organisasi dapat terlaksana dengan baik dan sah secara organisasi.

Awalnya Muktamar  akan digelar 10-12 April 2020 di Surabaya, namun ditunda sampai situasi pandemi covid-19 kondusif. Penundaan ini diputuskan dalal Rapat Pleno yang diperluas di Jakart pada 16 Maret 2020. Hadir pada kesempatan itu antara lain pengurus Pusat IPHI dan Ketua/perwakilan dari 9 pengurus wilayah, antara lain dari DKI Jakarta, NTB, Sulawesi Utara, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Jambi dan Jawa Barat.

Muktamar kemudian diputuskan 24-25 Juli 2021, namun pandemic covid-19 masih belum kondusif, hingga akhirnya digelar 20-21 Agustus 2021. Inilah bagian dari sebuah perjuangan IPHI agar organisasi ini mampu dilaksanakan sesuai ketentuan organisasi.

 

Organisasi perjuangan

Menilik sejarah awal berdirinya pada Maret 1990, IPHI memang dikenal sebagai organisasi perjuangan. Ya perjuangan mempertahankan haji mabrur sepanjang hayat. Haji mabrur itu bukan hanya terlihat dari istiqomahnya dalam beribadah menjadi lebih baik, tetapi juga terlihat dari makin terlihat mabrus dalam kesalehan sosialnya. Jadi saleh spiritual dan sosialnya.

Maka, Muktamar VII di Surabaya kali ini boleh jadi akan memperteguh kesalehan individual dan sosial yang harus diwujudkan dalam berbagai bentuk-bentuk kerja kemanusiaan. Wujudnya adalah bagaimana memperjuangkan ekonomi umat, kesehatan ummat dan keadilan yang masih jauh dari harapan.

Jikalau benar bahwa alumni haji di Indonesia ada 10 juta orang, dan mereka adalah orang yang mampu sejara fisik dan harta, juga terpandang dan menjadi tokoh di masyarakat, maka bukan tidak mungkin, harapan yang harus menjadi agenda perjuangan itu akan segera terwujud. Maka penguatan organisasi musti jadi prioritas utama.

Soliditas kepemimpinan IPHI harus bersatu dari Pusat hingga wilayah Provinsi, daerah kabupaten/kota, hingga ranting di setiap kecamatan. Dan, Muktamar kali ini, yang sudah diuji dengan pandemi covid-19, harus menjadi titik awal menguatkan kembali organisasi untuk tujuan mulia yang sudah dirintis oleh para pendahulu kita.

Sekadar mengingatkan kembali, ketika IPHI berdiri, sudah ada organisasi atau perkumpulan alumni haji. Sejak abad 19 dan 20, alumni haji juga telah membentuk komunitas muslim Nusantara di Timur Tengah, baik di Makkah, Madinah, Jeddah, Hijaz, maupun juga di Hadramaut Yaman.

Kegiatannya komunitas ini antara lain meningkatkan kemabruran haji, agar nilai-nilai ibadah haji tetap tertanam dalam jiwa dan peribadatan. Maka ketika berdiri pada Muktamar pertama tahun 1990 di Jakarta, Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) menjadi wadah kordinasi yang hanya mengkoordinasikan keberadaan organisasi persaudaraan haji, baik di pusat maupun di daerah.

Namun pasca Muktamar II di Jakarta pada September 1993, hingga saat ini, status IPHI berubah menjadi organisasi yang bersifat vertikal, koordinatif, konsultatif dan instruktif, dengan ruang lingkup nasional.

 

Periode Awal

Dr. H. Sulastomo, MPH, adalah salah satu pendiri IPHI yang menjadi Ketua Umum pertama (1990-1993) dengan Sekjennya Drs. H. Mubarok, M.Si. Sulastomo juga memimpin IPHI untuk periode keduanya 1993-1996. IPHI menempati kantor pinjaman milik Departemen Agama yakni sebuah gedung di Jalan Jaksa Jakarta Pusat.

Mas Tom, begitu koleganya menyapa, adalah orang dekat Presiden Soeharto, karena Mas Tom juga menjadi pengurus Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila yang membangun 999 masjid tersebar di seluruh Indonesia. Kedekatannya itulah Mas Tom (tentu bersama tokoh lainnya dan didukung Departemen Agama ketika itu) mampu meyakinkan Presiden agar membuat wadah untuk menyatukan muslim yang berhaji.

Tentu saja penyatuan dalam wadah tunggal dalam rangka memberdayakan potensi ummat agar ikut bertanggungjawab terhadap nasib bangsa dengan tetap menjaga dan meningkatkan kesalehannya.

Sejak awal, IPHI juga ikut memikirkan persoalan penyelenggaraan ibadah haji melalui pemberian masukan bagaimana mengorganisasikan penyelenggaraan haji. Mulai dari pemondokan, manasik haji, pemberangkatan hingga bagaimana mempertahankan kemabruran haji sepulang dari tanah suci.

Satu hal yang perlu dicatat adalah pada periode Sulastomo, begitu besar jasa Presiden Soeharto bagi pengembangan organisasi IPHI, terutama dalam mendirikan empat rumah sakit haji di Medan, Jakarta, Surabaya dan Makassar (bersambung).

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *