76 Tahun Merdeka, Indonesia Makin Terpuruk

76 Tahun Merdeka, Indonesia Makin Terpuruk
76 Tahun Merdeka, Indonesia Makin Terpuruk
banner 400x400

Oleh Abdullah Hehamahua

Hajinews.id – Usia 76 tahun, seseorang menikmati masa tuanya. Begitu seharusnya Indonesia Merdeka. Namun, Indonesia hari ini, jauh api dari panggang. Terpuruk, baik di bidang perekonomian, pendidikan, kesejahteraan, keadilan, demokrasi, maupun penegakkan hukum.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Terpuruk

Pancasila dan UUD 45 sebagai ‘break down’ Al-Qur’an dalam masyarakat Indonesia, bukan hanya tidak dilaksanakan, tetapi dikhianati. Dampaknya, Indonesia semakin terpuruk. Berada di urutan ke 88 sebagai negara bahagia. “Human Development Index” (HDI), rangking kelima dalam kawasan Asia Tenggara. Rangking 107 di dunia. Indonesia, negara keempat di dunia yang gap antara orang kaya dan kaum miskin, terlebar. Hal itu dapat dilihat dari kekayaan 4 naga, setara dengan apa yang dimiliki 100 juta rakyat Indonesia. Bahkan, ada seorang naga yang memiliki 5,2 juta hektar lahan di Indonesia sementara puluhan juta rakyat tidak punya rumah.

Keterpurukan juga dapat dilihat dari daya saing. Indonesia menempati anak tangga ke 114. Dipimpin Jokowi, Indonesia termasuk negara terkorup ketiga di Asia. Urutan kesebelas dunia. Indeks Persepsi Korupsi, 2020, hanya 37, urutan kelima di Asia Tenggara, 102 peringkat dunia. IPK Indonesia lebih rendah dari Timur Leste.

Utang pemerintah, Juni 2021, Rp. 6.554,56 trilyun. Bunga utang akhir 2020, Rp. 301 trilyun. Tahun 2021, bunganya Rp. 314 trilyun. Pada masa SBY, bunga utang rata-rata Rp. 100 trilyun setahun. Jokowi, menurut Faizal Basri, sejak 2014 – 2019, bunga utang mencapai sepuluh kali lipat. Padahal Nabi Muhammad mengatakan, memakan riba, sama dengan mengzinahi ibu kandung sendiri. Bagaimana Jokowi akan melunasi utangnya.? Konon, Sumber Daya Alam akan dijadikan taruhan. Padahal, sejak merdeka, Indonesia kehilangan 23 juta hektar hutan. Minyak bumi habis tahun 2030, kecuali ditemukan sumur baru. Pertamina, terseok-seok. Utangnya mencapai Rp. 602 trilyun (Juni 2020). BUMN ini berutang Rp. 1.334 trilyun sampai tahun 2024. Dari 127 anak perusahaan Pertamina, sekarang tinggal 7 perusahaan.

Masalah SDA juga dapat dilihat dari 70% kerusakan terumbu karang. Negara kehilangan 30 trilyun rupiah setahun akibat ‘illegal fishing’. Batubara, lumayan. Cadangannya sampai 65 tahun ke depan. Cadangan gas pun besar,  Namun, jika pembangunan masih seperti pidato kenegaraan, 16 Agustus kemarin, cadangan batubara dan gas tersebut tidak bermakna signifikan. Sebab, investasi asing dan aseng sebagai sandarannya, hasilnya dinikmati mereka. Rakyat hanya memeroleh remah-remahnya. Indonesia akan dijajah super power, China, AS atau keduanya.

Pertumbuhan ekonomi, warisan Soekarno (1965), 1,08%. Pertumbuhan rata-rata jaman Soeharto, 7%. Pernah 10,92%. Habibi mewarisi pertumbuhan minus 13,13%. Menjadi 0,79% pada 1999. Gusdur menaikannya sampai 4,92% lalu turun lagi menjadi 3,64%. Megawati mengakhiri pemerintahannya dengan pertumbuhan, 5,3%. SBY berhasil mencapai rata-rata 6%.  Jokowi, tahun 2019 hanya 5,02%. Sebelum pandemi, pertumbuhan, 3% lalu menjadi minus 6%. Sekarang, 4,7% (?).

Masa orde baru, lima pangan menjadi unggulan, bahkan diekspor: beras, kedelai, gula, daging sapi, dan garam. Indonesia, 1985, mendapat penghargaan Food Agriculture Organization (FAO). Kini, semuanya diimpor. Era 70 – 80, Indonesia mencapai kejayaan dalam industri gula. Tahun 2014, pemerintah merencanakan swasembada gula, 5 juta ton, tapi gagal. Tahun 2019, Indonesia impor sayur, Rp. 11,55 trilyun. Mayoritas berasal dari China, mitra pemerintahan Jokowi.

Sumbangan Keturunan Arab

Soekarno, kembali dari penculikan anak-anak muda sosialis di Rengasdengklok, nginap di rumah keturunan Arab, Faraj Martak. Di rumah ini, disiapkan naskah proklamasi. Piagam Jakarta yang akan dibacakan dalam proklamasi, batal. Naskah proklamasi ditulis kembali. Bung Hatta mendikte, Soekarno menulis.

Soekarno malam itu, demam. Faraj Martak memberi madu Arab sehingga kesehatannya pulih. Besoknya, Jum’at, 17 Agustus 1945/9 Ramadhan 1364H, di pekarangan rumah keturunan Arab, Soekarno, didampingi Hatta, membacakan naskah proklamasi. Bendera merah putih dijahit sendiri oleh ibu Fatmawati, anak tokoh Muhammadiyah Bengkulu. Ia digerek Sayyid Achmad bin Mukhsin Al Athas. Beliau, remaja berusia 15 tahun, keturunan Arab yang tergabung dalam Pemuda PETA. Warna merah putih, diusulkan keturunan Arab lainnya, Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi. Beliau dikenal dengan nama Habib Kwitang. Menurutnya, bendera Nabi Muhammad, merah putih. Habib ini pula yang menyembunyikan Soekarno dan ibu Inggit beberapa bulan dari pengejaran Belanda dan Jepang.

Menyukuri kemerdekaan, mayor Husein Muthahhar, keturunan Arab, menciptakan lagu “bersyukur.” Lagu ini popular di kampus, masa plonco mahasiswa baru. Beliau mengciptakan pula beberapa lagu popular:   “Gembira”, “Tepuk Tangan Silang-silang”, “Mari Tepuk”, “Slamatlah”, “Jangan Putus Asa”, “Saat Berpisah”, dan “Hymne Pramuka”  Husein Muthahhar juga menyelamatkan bendera pusaka merah putih ketika agresi Belanda kedua, 1948. Setiap negara punya lambang.  Sultan Pontianak, Abdul Hamid, keturunan Arab, menciptakan lambang garuda.

Fakta-fakta di atas menunjukkan, andil warga keturunan Arab dan umat Islam umumnya, dominan. Sebab, Islam agama mayoritas penduduk. Wajar jika 40% bahasa Indonesia adalah bahasa Arab. Nama Lembaga tinggi negara seperti MPR, DPR, dan DPD, semuanya bahasa Arab. Simpulannya, mereka yang benci umat Islam, khususnya keturunan Arab, tidak pantas tinggal di Indonesia. Mereka lebih pantas tinggal di Tiongkok. Sebab, di sana tidak ada bahasa Arab. Apalagi, di Tiongkok, penganiayaan umat Islam Uighur, fantastis biadabnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *