76 Tahun Merdeka, Indonesia Makin Terpuruk

76 Tahun Merdeka, Indonesia Makin Terpuruk
76 Tahun Merdeka, Indonesia Makin Terpuruk
banner 400x400

Ulah Pengkhianat

Soekarno, 22 Juni 1945 memimpin Tim 9, mengesahkan Piagam Jakarta. Tanggal 10 Juli, rapat pleno BPUPKI mengesahkan hasil Tim 9. Inti Piagam Jakarta yang merupakan mukadimah UUD 45 adalah: “Negara berdasarkan Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Disahkan juga pasal 6 ayat (1) UUD 45: “presiden dan wakil presiden beragama Islam.”

Tanggal 18 Agustus pagi, Bung Hatta menghubungi tokoh Islam: Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singadimejo, dan Teuku Mohammad Hasan. KH. Wahid Hasyim, berhalangan hadir. Bung Hatta menyampaikan, umat Kristen Indonesia Timur akan keluar dari Indonesia jika 7 perkataan dalam Piagam Jakarta tidak dihapus.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Kemerdekaan dicapai melalui pengorbanan kiyai, ulama, habaib, ustadz, para sultan, dan tokoh Islam, mulai dari Aceh sampai Maluku. Kasman Singadimedjo, membujuk Ki Bagus Hadikusumo agar mau menerima usul Bung Hatta. Apalagi, Soekarno berjanji, dalam sidang parlemen hasil Pemilu nanti, umat Islam dapat mengajukan kembali tuntutannya. Hatta mengusulkan, tujuh kata tersebut diganti dengan perkataan Yang Maha Esa. Menurutnya, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah inti ajaran Islam, tauhid.  Menyadari, tujuan perjuangan, mulai dari Nabi Muhammad sampai kemerdekaan adalah mengtauhidkan Allah SWT, tokoh Islam menerima usul Hatta. Namun, inilah pengkhianatan pertama terhadap umat Islam.

Rapat PPII, 18 Agustus 1945, mengesahkan UUD dengan dua perubahan: (a) Ketuhanan dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya diganti dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Pasal 6 ayat (1), presiden dan wakil presiden adalah orang Islam diganti dengan: presiden ialah orang Indonesia asli.

Pemerintah, sebagai tanda terima kasih, membentuk kementerian yang khusus mengurus kepentingan umat Islam. Itulah Kementerian Agama. Hari ini, semua agama dan filsafat masuk dalam Kementerian Agama. Pengkhianatan kedua terhadap umat Islam. Mereka, dalam sidang Badan Konstituante, menagih janji Bung Karno. Soekarno ingkar janji (ketika bicara 4 mata dengan saya – 1981 – pak Kasman menyesali tindakannya membujuk Ki Bagus Hadikusumo untuk mencoret 7 kata dalam Piagam Jakarta). Hasil voting, 233 mendukung Islam dasar negara. Hanya 133 yang mendukung UUD 45. UUDS 1950 menetapkan, suara sah jika didukung dua pertiga anggota konstituante. ‘Dead lock’.

J Kasimo, Ketua Fraksi Partai Katholik menanyakan maksud M Natsir tentang pidatonya, berkaitan Islam sebagai dasar negara. Kasimo, setelah mendengar penjelasan M.Natsir, setuju Islam sebagai dasar negara. Aplikasinya, dibentuk Konvensi Bandung yang kembali ke Piagam Jakarta. Ruslam Abdul Ghani, Menteri Luar Negeri waktu itu, terbang ke Tokyo, Jepang. Beliau menemui Soekarno yang sedang berada di isteri ketujuh, Ratna Sari Dewi (Naoko Nemoto). Soekarno terprovokasi oleh Ruslan Abdul Ghani. Soekarno, tanpa tabayun, membubarkan Badan Konstituante. Padahal, lembaga ini adalah hasil Pemilu yang paling jujur dan demokratis sepanjang sejarah Indonesia. Namun, seperti firman Allah SWT, “Dan mereka (orang-orang kafir) membuat tipu daya, maka Allah pun membalas tipu daya. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (QS Ali Imran: 54).

Tipu daya Allah itu bernama Dekrit  Presiden 5 Juli 1959. Isinya, negara kembali ke UUD 45 dengan dijiwai Piagam Jakarta. Perhatikan !. Tanggal 18 Agustus 1945, syariat Islam bagi para pemeluknya, dihapus. Namun, 5 Juli 1959, tujuh kata tersebut diberlakukan kembali. Hal ini selaras dengan pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 45. Jadi, presiden, wakil presiden, dan menteri yang melarang syariat Islam, melanggar Pancasila dan UUD 45. Mereka harus ditangkap serta diadili, sesuai pasal 107 KUHP dan TAP MPRS Nomor XXV/1966. Parpol dan ormas yang terlibat, harus bubar.

Muhasabah dan Taubat Nasional

Memeringati hari kemerdekaan harus disertai  muhasabah nasional.  Pertama, pilres, pilkada, dan pilkades, ditiadakan. Sebab, ia bertentangan dengan sila keempat Pancasila. Kedua, negara masih bergantung ke utang luar negeri. Agama membenci utang. Indonesia negara agama. Bukan negara kapitalis, sosialis atau komunis. Hal ini sesuai dengan sila pertama Pancasila dan padal 29 ayat (1) dan (2) UUD 45. Nabi Muhammad tidak menyalatkan jenazah yang berutang. Ketiga, strategi pembangunan nasional bertumpukan pertumbuhan. Bukan pemerataan. Hasilnya, Indonesia semakin terpuruk seperti data-data yang dikemukakan di atas.

Keempat, pembangunan diidentikan dengan infrastruktur: tol, jembatan,  bandara, dan supermarket. Infrastruktur nonpisik, diabaikan. Dampaknya, kualitas manusia Indonesia sangat rendah. Sejuta murid SD, hanya 43 yang melanjutkan pendidikan ke universitas. Sebab, selain kemiskinan, IQ rata-rata rakyat Indonesia, 84, rangking 70 dunia. Di Asia Tenggara, Indonesia sejajar dengan Lapos dan Kamboja, di bawah negara-negara Asean lainnya. Wajar, jika belum ada orang Indonesia yang memeroleh hadiah nobel. Tiada pilihan lain, pendidikan nasional harus kembali ke pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 45.

Angka perceraian sangat tinggi, 10 persen dari perkawinan setiap tahun. Krisis moral, dahsyat, di mana 33 persen pelajar putri SMP dan SMA di lima kota besar, tidak gadis lagi. Penegakkan hukum semakin barbar di mana senjata tajam ke bawah, tumpul ke atas. Ulama, aktivis, dan tokoh-tokoh yang kritis langsung dipenjarakan. Pada waktu yang sama, Harun Masiku, koruptor dari PDIP, tetap bebas. HRS yang hanya melakukan kesalahan prokes, langsung dipenjarakan. Pembunuhan enam laskar FPI di KM50, tidak jelas rimbanya.

Hasil muhasabah tersebut, pejabat, mulai dari presiden sampai kepala desa, anggota legislative, kepala daerah, ASN sampai pegawai BUMN/BUMD melakukan taubat nasional. Taubat nasuha, yakni: mengaku salah, minta ampun, dan berjanji, tidak mengulanginya lagi. Aplikasinya, presiden harus mengaku salah di hadapan rakyat secara terbuka. Presiden minta maaf atas mobil esemka yang ternyata hoax. Tidak impor dan berhutang lagi. Berhentikan pimpinan partai di kabinet. Berantas korupsi secara serius. Dimulai dengan memecat pimpinan KPK sekarang dan segera menangkap Harun Masiku. Hanya dengan cara itu, Allah SWT akan memaafkan dosa-dosa presiden. Semoga !!!  (Bandung, 17 Agustus 2021).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *