Tafsir Al-Quran Surat Ghafir 78-81: Pribadi Mulia yang Penuh Keteladanan

Tafsir Al-Quran Surat Ghafir 78-81
Tafsir Al-Quran Surat Ghafir 78-81

Oleh KH Didin Hafidhuddin
Ahad, 15 Agustus 2021

Disarikan oleh Prof. Dr. Bustanul Arifin

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Hajinews.id – Alhamdulillahi rabbil a’lamin. Kita masih dapat bersilaturrahmi secara virtual untuk melanjutkan Pengajian Tafsir Al-Quranul Karim. Pada hari Ahad ini tanggal 20 Muharram 1453 bertepatan dengan tanggal 29 Agustus 2021, insya Allah kita akan melanjutkan membahas Surat Ghafir ayat 78-81. Kita mulai dengan membaca bersama Ummul Kitab, Surat Al-Fatihah. Kita lanjutkan dengan membaca bersama Surat Ghafir 78-81 tersebut, artinya, “Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil. Allah-lah yang menjadikan hewan ternak untukmu, sebagian untuk kamu kendarai dan sebagian lagi kamu makan. Dan bagi kamu (ada lagi) manfaat-manfaat yang lain padanya (hewan ternak itu) dan agar kamu mencapai suatu keperluan (tujuan) yang tersimpan dalam hatimu (dengan mengendarainya). Dan dengan mengendarai binatang-binatang itu, dan di atas kapal mereka diangkut. Dan Dia memperlihatkan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepadamu. Lalu tanda-tanda (kebesaran) Allah yang mana yang kamu ingkari?”

Ayat 78 dari Surat Ghafir menceritakan suatu nikmat besar yang diberikan Allah kepada manusia agar menjadi selamat dan sukses, di dunia dan akhirat. Salah satu nikmat itu adalah diutusnya Rasul, yang membawa risalah atau firman Allah SWT. Rasul Allah itu berasal dari kalangan kaum itu sendiri, sebagaimana disampaikan dalam Surat Ali Imran 164, “Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika (Allah) mengutus seorang Rasul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab (Al-Qur’an) dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” Esensinya adalah kika tidak diutus Rasul-Rasul ini, maka manusia akan sesat dan seluruh kaum akan menjadi kesasar. Di antara para Rasul Allah tersebut, ada yang dikisahkan secara rinci di dalam Al-Quran, tapi tidak dijelaskan secar rinci. Rasul yang dikisahkan secara rinci ada 25 Rasul, walau pun ada Rasul yang tidak dijelaskans ecara rinci.

Di dalam Surat Al-Anam Ayat 83-86, terdapat 18 Rasul yang dikisahkan. “Dan itulah keterangan Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan derajat siapa yang Kami kehendaki. Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana, Maha Mengetahui. Dan Kami telah menganugerahkan Ishak dan Yakub kepadanya. Kepada masing-masing telah Kami beri petunjuk; dan sebelum itu Kami telah memberi petunjuk kepada Nuh, dan kepada sebagian dari keturunannya (Ibrahim) yaitu Dawud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa, dan Harun. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik, Dan Kami telah menganugerahkan Ishak dan Yakub kepadanya. Kepada masing-masing telah Kami beri petunjuk; dan sebelum itu Kami telah memberi petunjuk kepada Nuh, dan kepada sebagian dari keturunannya (Ibrahim) yaitu Dawud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa, dan Harun. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik, dan Ismail, Ilyasa‘, Yunus, dan Luth. Masing-masing Kami lebihkan (derajatnya) di atas umat lain (pada masanya), (dan Kami lebihkan pula derajat) sebagian dari nenek moyang mereka, keturunan mereka dan saudara-saudara mereka. Kami telah memilih mereka (menjadi nabi dan rasul) dan mereka Kami beri petunjuk ke jalan yang lurus”. Urutannya sejak Nabi Adam, Nabi Idris, Nabi Nuh dst seharusnya kita sudah hafal semua, sejak SD dahulu.

Tapi, ada Rasul yang tidak dikisahkan secara rinci di dalam Al-Quran. Misalnya dalam Surat Yasin Ayat 13-15, “Dan buatlah suatu perumpamaan bagi mereka, yaitu penduduk suatu negeri, ketika utusan-utusan datang kepada mereka; (yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga (utusan itu) berkata, “Sungguh, kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu.” Mereka (penduduk negeri) menjawab, “Kamu ini hanyalah manusia seperti kami, dan (Allah) Yang Maha Pengasih tidak menurunkan sesuatu apa pun; kamu hanyalah pendusta belaka.” Bahkan, pernah ada tiga Rasul diturunkan sekaligus ke dalam suatu kaum. Itu pun masih didustakan oleh kaumnya. Meskipun para Rasul itu berbeda-berbeda, tapi esensi ajaran utamanya aalah sama, yaitu kalimat tauhid, “La ilaha illallah”. Surat Al-Anbiya’ 25. “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku”. Kita diajarkan dalam islam bahwa “barang siapa yang ujung ucapannya dalam kehidupannya mengucapkan “la illaha illallah”, maka ia masuk surga”.

Esensi yang kedua, para rasul itu adalah pribadi mulia, pribadi yang agung, yang memiliki kesabaran dan keteladanan yang luar biasa. Mereka menjadi Uswatun Hasanah, contoh dan suri tauladan yang baik. Perhatikan Surat Al-Mumtahanah ayat 6, “Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah Dialah yang Mahakaya lagi Mahaterpuji”. Kita wajib beriman kepada para Rasul tersebut, karena ajarannya adalah sama, seperti disebutkan di atas bahwa inti ajarannya adalah Kalimat Tauhid, “La ilaha illallah”. Sebagian besar dari para Rasul Allah tersebut menghadapi tantangan yang tidak kecil dalam mengajak kaumnya untuk menyembah Allah, menegakkan kalimat tauhid dan membangun peradaban manusia. Para pribadi mulia itu memiliki sifat sabar, ketekunan dan keteladanan dalam berdakwah dan menjadi pemimpin bagi kaumnya. Semuanya menjadi suri teladan yang baik dan menjadi pelajaran berharga dalam menegakkan kalimat tauhid dan pengembangan sumberdaya manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Beberapa Rasul Allah dijuluki Ulul Azmi karena memiliki kesabaran yang luar biasa, yaitu Nabi Nuh AS, Nabi Ibrahim AS, Nabi Musa AS, Nabi Isa AS, dan Nabi Muhammad SAW. Tantangan yang mereka hadapi sangat luar biasa. Misalnya, Nabi Nuh AS berhadapan dengan anak dan isteri sendiri. Nabi Ibrahim AS berhadapan dengan Ayahnya sendiri. Nabi Musa berhadapan dengan penguasa yang dzalim, yang bahkan membunuh semua bayi laki-laki, karena takut tersaingi. Nabi Isa berhadapan dengan penguasa dzalim yang menghalangi dakwahnya. Nabi Muhammad SAW apa lagi, sangat banyak cobaan dan tantangan yang dihadapi dalam berdakwah.

Ayat berikutnya atau 79-81dalam Surat Ghafir adalah nikmat Allah yang lain, yaitu sarana dan prasarana. Di antaranya adalah hewan ternak, yang dapat dijadikan kendaraan, dagingnya dimakan, dan kemanfaatan yang lain. Peradaban manusia dahulu telah memanfaatkan hewan untuk transportasi, atau diangkut kapal, jika harus menyeberangi lautan dan bepergian ke tempat yang jauh. Dari sanalah Alah SWT juga memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya kepada kita sekalian, agar kita menhadi makhluq yang bersyukur. Maka, terhadap ayat Allah yang mana, yang kalian akan ingkari? Di dalam Al-Quran juga ditegaskan bahwa jika kita bersyukur, insya Allah akan ditambah nikmat Allah tersebut tersebut. Jika kita ingkar, maka adzab Allah sangat pedih.

Menjawab pertanyaan tentang dalil yang menjelaskan bahwa Nabi Khidir AS masih hidup sampai sekarang, dan apa tugas Nabi yang bukan Rasul, bahwa semua Nabi dan Rasul memiliki tugas yang sama, yaitu menyampaikan kalimat tauhid seperti dijelaskan di atas. Kisah Nabi Khidir tertulis dalam Surat Al-Kahfi, yang merupakan pembelajaran kehidupan luar biasa, melalui Nabi Musa AS. Ternyata, beberapa kali Nabi Musa AS tidak sabar dan langsung bertanya kepada Nabi Khidir AS, walau dari awal telah diminta untuk tidak langsung bertanya. Intinya adalah bahwa mempelajarai ilmu Allah itu pun juga memerlukan kesabaran yang luar biasa. Misal, ketika Nabi Khidir membolongi kapal, ternyata pembelajarannya adalah bahwa akan ada penguasa yang dzalim yang akan mengambil semua kapal yang terbaik, kecuali kapal yang sudah bolong. Dan lain-lain pelajaran kehidupan yang dijelaskan di dalam Al-Quran. Kita sebenarnya tidak mengetahui pasti apakah Nabi Khidir masih hidup atau tidak. Demikian juga tentang pertanyaan tentang mengapa Lukman Hakim tidak disebutkan sebagai Rasul di dalam Al-Quran, bahwa ada hikmah lain yaitu tentang kisah orang biasa yang memiliki keistimewaan dalam membangun masa depan ummah. Lukman secara sistematis memberikan pendidikan tauhid kepada anak-anaknya, sekaligus pendidikan akhlaq untuk tidak berlaku sombong di muka bumi dan setersusnya.

Menjawab pertanyaan tentang mengapa ummat islam tertinggal dari bangsa lain, baik dalam ekonomi, teknologi dan lain-lain, sebenarnya semua tergantung pada pribadi kita sendiri yang tidak memiliki kepedulian terhadap pendidikan, terhadap ekonomi, terhadap masa depan generasi muda. Jika pribadi-pribadi kita ini tidak peduli, tentu sulit untuk berharap bahwa suatu organisasi atau bahkan negara diharapkan untuk peduli terhadap persoalan bangsa dan persoalan kemanusiaan. Kita pribadi tidak peduli terhadap persatuan dan persatuan ummat. Kita sebenarnya telahsangat jelas diperintah untuk menguatkan dan menyatukan hati kita dengan sesama muslim. Sekuensinya adalah penguatan pemikiran (ta’liful fikrah), penguatan kelompok atau organisasi (ta’liful harakah) dan penguatan masyarakat (ta’liful ummah).

Menjawab pertanyaan tentang kegagalan beberapa Rasul dalam mendidik anak atau mengajak ummatnya untuk menyembah Allah, sebenarnya kita tidak baik untuk mengatakan Rasul gagal dalam mendidik anak. Kita lebih baik menggunakan ajaran-ajaran agama yang disampaikan Al-Quran sebagai pelajaran berharga bagi kita mengarungi kehidupan ini. Fakta misalnya bahwa anak Nabi Nuh, Qan’an, yang tidak taat atas perintah Allah, itu sebenarnya berakar dari isteri Nabi Nuh atau Ibu Qan’an itu tidak taat kepada perintah Allah. Pelajaran yang paling berharga adalah jika seorang Ibu tidak taat kepada Allah, maka anak juga cenderung untuk tidak taat atau melanggar perintah Allah. Pelajaran penting bagi kita adalah bahwa mendidik anak harus maksimal, tidak setengah-setengah, sehingga masa depan anak amat tergantung pada keseriusan orang tua dalam mendidik anaknya. Kita semua sudah paham bahwa ketika Qan’an diminta untuk naik ke kapal, dan dia tetap tidak mau, sehingga ikut tenggelam, maka Allah SWT menjelaskan bahwa Qan’an itu bukan anakmu, bukan keluargamu, karena tidak melakukan atau mengikuti perintah untuk taat kepada Allah.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan