Al-Quddus, Al-Salam, Al-Mu’min dan Al-Muhaimin

Al-Quddus Al-Salam Al-Mu'min dan Al-Muhaimin
Al-Quddus Al-Salam Al-Mu'min dan Al-Muhaimin

Oleh Hasanuddin (Ketua Umum PBHMI 2003-2005), Redaktur Pelaksana Hajinews.id

Hajinews.id – Seorang Mukmin oleh Rasulullah Muhammad SAW, dianjurkan agar berakhlak dengan Akhlak Allah. Maksudnya meneladani sifat-sifat Allah. Pada catatan sebelumnya, kami sudah menuliskan pandangan Syeikh Izzuddin bin Abdussalam dalam kitab beliau “Syajaratul Ma’arif”.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Pada catatan sebelumnya telah diuraikan sifat Allah, Malik. Pada kesempatan ini kami turunkan empat nama sifat Allah, “al-Quddus“, “al-salam“, “al-mu’min“, dan “al-muhaimin“, menurut penjelasan Syeikh Izzudin bin Abdussalam, dengan harapan kita semua, terutama diri kami (penulis), oleh Allah diberikan kemampuan dalam menjalankan sifat-sifat mulia Allah ini.

Syeikh Izzuddin menjelaskan bahwa al-Quddus, berarti suci, bersih dari segala cacat dan kekurangan. Buah mengetahui sifat ini adalah menakzimi dan mengagungkan Allah. Berakhlak dengan sifat ini adalah menyucikan diri dari segala yang haram, makruh, syubhat, dan berlebihan dalam urusan yang mubah sehingga membuat kita lupa kepada Allah. Dalam kehidupan di negara yang tidak menerapkan syariat Islam, atau fiqh islam sebagai hukum nasional, perihal ini tentu tidak mudah ditegakkan secara kolektif dalam masyarakat. Sebab itu, tiap-tiap individu kaum muslimin mesti mengajarkan sifat “al-Quddus” ini bagi tiap generasi muslim, agar tiap individu berusaha sedapat mungkin menjalankannya secara individu sebagai kewajiban syariat bagi dirinya sebagai seorang muslim. Karena jika dipaksakan menjadi hukum nasional, tentu akan menimbulkan tantangannya tidak mudah. Bukan hanya tantangan itu akan datang dari kalangan non-muslim, bahkan dari kalangan muslim sendiri yang berpandangan sekuler pasti akan tampil menentang, dan menuduh sebagai radikalisme dan seterusnya.

Sifat “al-salam“, berarti memberi kedamaian kepada hamba-Nya. Berakhlak dengan sifat ini, seorang muslim akan tampil menyebarkan kedamaian, dan itulah ciri utama dari Islam. Jika diambil dari arti bersih dari cacat, maka al-salam sama dengan pengertian al-Quddus. Jika al-salam dari arti menyelamatkan hamba-hamba-Nyq dari kezaliman-Nya, maka berakhlak dengan sifat ini, akan mendorong seseorang agar menyelamatkan orang lain dari keseweang-wenangan, kezaliman, bahaya dan kejahatan tangannya. Orang-orang akan merasa damai dengan kehadirannya ditengah-tengah mereka.

Di negara kita, tugas memberi rasa aman, tenteram dalam masyarakat itu oleh negara dibebankan kepada aparat kepolisian. Sayangnya kita saksikan dimana ada polisi, disitu masyarakat merasa ketakutan. Para sopir truck, sopir bus antar kota, masih menganggap polisi sebagai “teroris” yang setiap saat meminta jatah uang makan mereka diperjalanan. Apalagi dengan Densus 88-nya, yang sangar dan menakutkan itu, jauh sekali dari kesan bahwa kehadiran polisi untuk memberikan rasa aman dan tentram. Belum tercermin bahwa aparat polisi itu seorang Muslim.

Sifat selanjutnya adalah sifat mu’min yang berarti membenarkan Allah atas diri-Nya. Jika pengertian ini digunakan menurut Syeikh Izzuddin Abdussalam, maka engkau mesti mengimani semua yang diturunkan Sang Yang Mahakasih. Jika kata itu diambil dari arti Dia mengamankan para hamba dari kezaliman-Nya, maka tanpakkan kebajikan dan kebaikanmu yang membuat orang laun aman dari keburukan dan mudaratmu. Jika kata itu diambil dari arti “pencipta segala urusan” maka berilah keluasan/kemudahan kepada hamba-hamba Allah dalam segala urusan.

Jika saja sifat ini dimiliki para aparat sipil negara, tentu layanan publik akan lancar, dan rakyat akan berterima kasih kepada para penyelenggara negara.

Sifat Allah yang keempat (untuk kami sampaikan pada catatan ini) adalah sifat al-Muhaimin. Sifat ini berarti “Dia menyaksikqn hamba-hamba-Nya.” dengan demikian al-muhaimin ini sama dengan al-bashir Berakhlak dengan sifat ini sama dengan berakhlak dengan sifat al-bashir. Jika diambil dari arti Allah menerima kesaksian hamba-hamba-Nya di dunia dan di akhirat, maka buah dari sifat ini adalah engkau mesti takut dan malu dipersaksikan-Nya jika berbuat maksiat kepada-Nya dan kau berharap persaksian-Nya jika kau taat kepada-Nya.

Berakhlak dengan sifat ini, berarti kita menegakkan persaksian di segala urusan yang memberi manfaat dan menyebabkan yang buruk maupun yang menyenangkan, bahkan persaksian atas diri sendiri.

Jika saja ajaran ini memanifestasi dalam diri para pejabat, aparat sipil maupun militer negara, para pelaku usaha, dan masyarakat secara luas, betapa damai dan tenteram bangsa ini.

Demikian empat sifat Allah yang kami sampaikan pada kesempatan ini dengan mengutip buku Syajaratul Ma’arif karya Syeikh Izzuddin Abdussalam.

Semoga Allah swt berkenan memberikan taufiq, hidayah dan inayah-Nya bagi kita semua dalam meneladani sifat-sifat-Nya, yang dalam prakteknya telah di contohkan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW, sebagaimana firman-Nya; “Sesungguhnya pada diri Muhammad itu terdapat suri tauladan yang baik”. Maksudnya keteladanan dalam mengimplementasikan sifat-sifat Allah.

Wallahu a’lam bissawab

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *