Sirah Sahabat: Bilal bin Rabah

Bilal bin Rabah
Bilal bin Rabah
banner 400x400

Muadzin Rasulullah “Abu Bakar adalah Pemimpin Kami yang telah Membebaskan Pemimpin Kami (Maksudnya Bilal)” (Umar Al Faruq radhiallahu ‘anhu)

Hajinews.idBilal bin Rabah sang Muadzin Rasulullah ﷺ memiliki sejarah hidup yang amat hebat dalam perjuangan akidah, sebuah kisah yang senantiasa diulang oleh zaman dan tidak membuat telinga manusia bosan untuk mendengarkannya.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Bilal dilahirkan di daerah Sarah kira-kira 34 tahun sebelum hijrah dari seorang ayah yang dikenal dengan panggilan Rabah. Sedangkan ibunya dikenal dengan Hamamah.

Hamamah ini adalah seorang budak wanita yang berkulit hitam yang tinggal di Mekkah. Oleh karenanya, sebagian orang memanggilnya dengan nama Ibnu Sauda (Anaknya budak hitam).

Bilal tumbuh di Mekkah dan ia adalah budak milik anak-anak yatim dari Bani Abdid Daar dimana ayah mereka mewasiatkan mereka kepada Umayyah bin Khalaf yang merupakan salah seorang pemuka kafir Quraisy.

Begitu muncul sinar agama baru di Mekkah, dan Rasulullah ﷺ mengumandangkan kalimat tauhid. Bilal adalah salah seorang yang paling dahulu masuk dalam agama Islam.

Dia telah masuk Islam dan pada saat itu tidak ada orang lain yang masuk Islam selain dia dan beberapa orang lagi yang termasuk As Sabiquna Al Awwalun. Yang pertama adalah Khadijah binti Khuwailid, Ummul Mukminin. Lalu Abu Bakar As Shiddiq. Ali bin Abi Thalib. Ammar bin Yasir dan ibunya Sumayyah. Shuhaib Ar Rumy. Dan Miqdad bin Al Aswad.

Bilal merasakan penderitaan yang ia rasakan akibat dari ulah kejahatan dan aniaya kafir Quraisy yang tidak dirasakan oleh orang lain. Ia namun mampu bersabar seperti para sahabat Rasul lainnya.

Adapun Abu Bakar As Shiddiq dan Ali bin Abi Thalib memiliki keluarga dan kaum yang dapat melindungi mereka berdua. Sedangkan para budak yang termasuk mustad’afin (orang-orang lemah), maka bangsa Quraisy dapat menyiksa mereka dengan begitu kejamnya.

Kafir Quraisy hendak menjadikan para orang-orang lemah tadi sebagai pelajaran bagi orang yang berani mengaku untuk menyingkirkan para tuhan dan berhala mereka dan menyatakan diri sebagai pengikut Muhammad.

Para mustad’afin ini merasakan penyiksaan yang begitu hebat dari kafir Quraisy. Abu Jahal –Allah menghinakannya- telah berlaku keji kepada Sumayyah. Abu Jahal berdiri di atas tubuh Sumayyah dengan mengucapkan sumpah serapah lalu membunuhnya dengan menancapkan tombak pada tubuhnya yang masuk dari bagian bawah perutnya hingga tembus di punggungnya.

Sumayyah menjadi wanita syahid pertama dalam Islam.  Sedangkan para saudaranya yang lain, termasuk Bilal bin Rabah terus menerus mendapatkan penyiksaan dari bangsa Quraisy.

Mereka bangsa Quraisy jika matahari sudah berada pada puncaknya, langit terasa panas, dan pasir kota Mekkah sudah terasa melepuh… para kafir Quraisy ini melepaskan baju kaum muslimin mustad’afin tadi, lalu memakaikan kepada mereka pakaian besi lalu membakar mereka dengan sinar matahari yang begitu terik.

Mereka juga mencambuk punggung kaum mustad’afin tadi dengan cambuk, serta menyuruh mereka untuk menghina Muhammad.

Mereka kaum mustad’afin jika penyiksaan terhadap diri mereka semakin menggila, dan mereka sudah merasa tidak kuat lagi untuk menerimanya. Maka mereka akan menuruti kehendak kafir Quraisy, namun hati mereka senantiasa terpaut kepada Allah dan Rasulnya, kecuali Bilal.

Dia mampu menahan dirinya dalam mempertahankan Allah ﷻ. Yang menjadi penyiksa diri Bilal adalah Umayyah bin Khalaf dan para algojonya. Mereka mendera punggung Bilal dengan cambuk, namun tetap saja Bilal berkata: Ahad, Ahad (Allah Yang Esa, Allah Yang Esa).

Mereka menimpakan batu-batu besar pada dada Bilal, namun tetap saja Bilal berkata: Ahad, Ahad (Allah Yang Esa, Allah Yang Esa). 

Meski mereka sudah menyiksa dengan sekeras mungkin, namun tetap saja Bilal berkata: Ahad, Ahad (Allah Yang Esa, Allah Yang Esa).

Mereka berusaha mengingatkan Bilal kepada Lata wal Uzza, namun Bilal malah menyebut Allah dan Rasul-Nya. Mereka berkata kepada Bilal: “Katakan apa yang kami ucapkan!” Malah Bilal menjawab: “Lisanku tidak dapat mengucapkannya.”

Maka sontak mereka menambahkan penyiksaannya dan semakin gila dalam penganiayaannya. Umayyah bin Khalaf yang keterlaluan ini bila hendak menyiksa Bilal, maka ia akan mengikatkan sebuah tali besar di leher Bilal lalu menyerahkannya kepada orang-orang bodoh dan anak-anak. Umayyah menyuruh mereka untuk membawa keliling Bilal ke seluruh perkampungan Mekkah serta menariknya ke seluruh dataran yang ada di kota tersebut.

Bilal merasakan penyiksaan di jalan Allah dan Rasul-Nya, dan ia selalu mendendangkan ucapannya yang berbunyi: “Ahad, Ahad, Ahad, Ahad!” Dia tidak pernah bosan mengulanginya, dan tidak pernah berhenti mengucapkannya.

Abu Bakar pernah berniat untuk membeli Bilal dari Umayyah bin Khalaf. Lalu Umayyah meninggikan harganya dan ia menduga bahwa Abu Bakar tidak mampu untuk membayarnya. Namun Abu Bakar mampu membayarnya dengan 9 awqiyah dari emas.

Umayyah berkata kepada Abu Bakar setelah perjanjian jual-beli ini usai: “Kalau engkau tidak mau mengambil Bilal kecuali dengan 1 awqiyah emas saja, pasti sudah aku jual juga.”

Abu Bakar menjawab: “Jika engkau tidak mau menjualnya kecuali dengan 100 awqiyah, pasti aku akan tetap membelinya!”

Begitu Abu Bakar As Shiddiq memberitahukan Rasulullah ﷺ bahwa dia telah membeli Bilal dan menyelamatkannya dari tangan penyiksa, maka Nabi ﷺ bersabda: “Libatkan aku dalam pembebasannya, wahai Abu Bakar!”

As Shidiq lalu menjawab: “Aku telah membebaskannya, ya Rasulullah.”

Begitu Allah ﷻ memberikan izin kepada Nabi-Nya untuk berhijrah ke Madinah. Bilal pun termasuk orang yang turut berhijrah ke sana.

Bilal, Abu Bakar dan Amir bin Fihr tinggal di Madinah dalam satu rumah. Mereka semua terkena penyakit demam. Kebiasaan Bilal bila sudah terbebas dari penyakit demam, maka ia akan mengangkat suaranya dan mulai menyenandungkan bait puisi dengan suaranya yang merdu.

Ia mengalunkan: Bukan karena syairku, aku tidak bisa tidur malam ini Di Fakh sementara di sekelilingku terdapat Ikhir dan Jalil Apakah suatu hari aku akan dapat mendatangi sumber air Mijannah. Dan apakah aku masih dapat melihat Syamah dan Thafil.

Tidak heran bila Bilal merindukan Mekkah dan setiap sudutnya. Sebagaimana ia merindukan semua lembah dan pegunungannya. Sebab disanalah ia merasakan nikmatnya iman. Disanalah ia merasakan penyiksaan manusia hanya demi mencari keridhaan Allah. Dan disana pula ia mampu mengalahkan dirinya dan mengalahkan setan.

*Fakh adalah sebuah tempat di luar Mekkah. Ikhir dan Jalil adalah tumbubuhan yang harum wanginya. Mijannah adalah nama sebuah pasar Arab di masa Jahiliyah yang cukup berjarak dari Mekkah. Syamah dan Thafil adalah nama dua gunung di Mekkah.

Bilal akhirnya menetap di Yatsrib yang jauh dari penyiksaan bangsa Quraisy. Ia mendedikasikan usianya kepada Nabi dan kekasihnya yaitu Muhammad ﷺ.

Bilal senantiasa turut serta jika Rasulullah ﷺ melakukan perjalanan. Dan ia pun juga bersama Rasul, tatkala Beliau pulang. Ia melakukan shalat bersama Rasul, melaksanakan perang jika Rasul melakukannya. Sehingga Bilal seolah menjadi bayang diri Rasulullah ﷺ.

Saat Rasulullah ﷺ membangun masjidnya di Madinah, dan adzan mulai disyariatkan, maka Bilal adalah orang pertama yang menjadi muadzin dalam Islam.

Jika ia selesai mengumandangkan adzan, maka ia akan berdiri di depan pintu rumah Rasulullah ﷺ dan berkata: “Hayya alas shalah… Hayya alal falah…”

Jika Rasulullah ﷺ telah keluar dari kamarnya dan Bilal telah melihat Beliau datang, maka Bilal akan mengumandangkan iqamat.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *