Menyegarkan Kembali Haji Mabrur, Begini Konsepnya

Kajian haji mabrur (dok)
banner 400x400

Jakarta, Hajinews.id,- Haji mabrur yang menjadi cita-cita seluruh jamaah haji tidak hanya dapat dilihat dari aspek spiritualitasnya saja, melainkan juga aspek lain, seperti sosial ekonomi dan budaya. Hal ini karena ibadah haji melingkupi banyak dimensi yang dengannya akan menjadi insan yang kaaffah dalam menjalankan kehidupan spiritual dan sosialnya.

Demikian antara lain pokok-pokok penyampaian materi yang disampaikan Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga Ketua PP IPHI, Prof. Dr. H. Abudin Nata, MA, dalam kajian “Menyegarkan Kembali Konsep Haji Mabrur” di Aula IPHI Jl. Matraman Jakarta (30/12/2021). Kajian yang dipandu Syaefurrahman Albanjary ini diikuti juga secara daring seluruh Indonesia.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

“Ibadah haji merupakan ibadah yang memiliki dua dimensi, yakni dimensi batiniah dan spiritual, serta dimensi eskatologis filosofis. “Di dalam dimensi batiniah dan spiritual inilah haji mabrur masuk ke dalam bagiannya,” kata Abudin Nata.

Ia menambahkan bahwa salah satu perspektif yang termuat dalam ibadah haji. Misalnya perspektif sufistik, di mana ibadah haji yang merupakan interaksi seorang hamba kepada Allah secara beriringan dia berada di tengah-tengah lautan manusia.

“Al-hajju Arafah (orang bisa dikatakan telah berhaji setelah melaksanakan wukuf di Arafah). Ketika berada di situ, dia berada di dalam interaksi batin menyatu dengan Allah di tengah-tengah lautan manusia. Inilah kehidupan tasawuf yang autentik dan original, tidak dibuat-buat. Dia hanyut dalam komunikasi yang mendalam tanpa perlu menyepi di gua,” ujarnya.

Untuk itulah dia menyimpulkan seorang yang memperoleh haji mabrur adalah mereka yang memiliki akhlak multidimensional. Mereka adalah orang yang mementingkan dimensi sufistik hingga teologis dari perspektif yang disebutkan di atas.

Sementara itu Prof Dr. HM. Wasir Thalib, Wakil Ketua PW IPHI Sulawesi Selatan yang juga Gurubesar UNM menyampaikan aplikasi bagaiman seorang haji mabrur dalam kehidupan sosial maupun spiritualnya. Wasir Thalib berharap, para haji atau alumni haji, dapat menjadi duta haji yang segala tingkah spiritual dan sosialnya menjadi panutan di masyarakat.

Menurut Wasir Thalib, mabrur adalah peringkat tertinggi bagi umat Islam dalam menjalankan sebuah ibadah haji. Di mana tujuannya adalah semata-mata karena ibadahnya hendak diterima Allah SWT.

Namun, di sisi lain dia mengakui, terdapat pula istilah haji mabrur yang diterima Allah SWT dari seorang hamba meski hajinya hanya dilaksanakan semata-mata untuk menggugurkan kewajibannya berhaji sebagai seorang Muslim.

“Lalu sepulang ke Tanah Air, tidak ada perubahan berarti di diri dia,” ujar dia.

Untuk itu dia melihat, berangkat dengan niat yang baik maka seyogyanya berhaji dilakukan dengan memenuhi panggilan Allah dan menuntaskan kewajiban seorang Muslim. Seiring dengan itu orang yang berhaji perlu menyambut perubahan-perubahan setelahnya, yakni perubahan akhlak yang lebih baik lagi.

“Ciri-ciri haji mabrur adalah mereka yang bicaranya sopan, tidak korupsi, tidak melakukan penipuan, banyak bersedekah kepada fakir miskin,” ujar dia.

Sebelumnya Ketua Umum PP IPHI H. Ismed Hasan Putro dalam pengantar kajian menyebut visi utama IPHI adalah menjaga kemabruran haji sepanjang hayat. Untuk itu, setiap alumni haji harus tergerak menebarkan kebaikan kepada lingkungannya, termasuk kebaikan tingkat ekonominya, sehingga alumni haji mampu mendorong kesejahteraan umat.

Dalam sesi tanuya jawab yang menarik adalah pertanyaan peserta dari Lampung, apakah boleh berhaji sambal selfie dan berfoto ria. Menurut Abudin nata, selagi tidak melanggar rukun haji, tidak masalah. Bahkan ia mencontohkan, secara historis, acara tahunan haji juga sebagai arena dagang antar kelompok masyarakat, bahkan perlu difasilitasi.

Rekomendasi diskusi ylainnya adalah perlunya diterbitkan buku “Protokol Haji Mabrur” yang diusulkan peserta diskusi Dr. Mujhtadi. Buku ini semacam buku saku bagaimana mewujudkan haji mabrur baik secara spiritual maupun sosial dan ekonomi. (fur).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *