Jaksa Tuntut Herry Wirawan Hukum Mati dan Kebiri

banner 400x400

Jakarta, Hajinews.id – Herry Wirawan pemerkosa 13 anak di Kota Bandung dituntut hukuman mati. Selain tuntutan hukuman mati, Herry juga dituntut membayar denda Rp 1 miliar dan hukuman kebiri kimia.

JPU menilai perbuatan Herry Wirawan sudah tergolong ekstra spesial ordinary crime.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Kepala Kejati Jabar Asep N Mulyana yang bertindak sebagai JPU memberikan penjelasan kepada wartawan usai persidangan yang digelar secara tertutup di Pengadilan Negeri Bandung, Jln. L.L.R.E Martadinata, Selasa, 11 Januari 2022.

Asep mengungkapan, kejahatan Herry Wirawan menggambarkan fenomena gunung es (iceberg). Pasalnya, setelah perkara ini menyeruak ke permukaan, maka serta merta terkuak pula kasus-kasus lain yang hampir sama di seluruh pelosok negeri.

Dikatakan Asep, merujuk pada berbagai konvensi internasional, pendapat pakar dan akademisi sebagai sebuah doktrin, berbagai rujukan regulasi, serta dengan menghubungkan fakta-fakta persidangan, tidak berlebihan jika JPU menggolongkan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa merupakan kejahatan sangat serius (the most serious crimes).

Dalam hukum internasional, suatu kejahatan dikategorikan sebagai the most serious crime karena merupakan perbuatan yang keji dan kejam, serta menggoncangkan hati nurani kemanusiaan. Termasuk adanya unsur kesengajaan yang dilakukan secara sistematis ataupun menimbulkan akibat-akibat sangat serius lainnya.

Menurut Asep, setidaknya terdapat beberapa alasan dan argumentasi yang mendasari JPU untuk menggolongkannya sebagai kejahatan sangat serius.

Pertama, merujuk pada The United Nations Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishmen, bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa termasuk kekerasan sek*ual. Pada tataran ini, kata dia, mereka tidak secara sukarela berada dalam ‘sistem kekerasan’ tersebut. Melainkan karena manipulasi dan tipu muslihat, serta iming-iming dan janji yang menggerakannya untuk menundukkan diri kepada keinginan pelaku.

Kedua, bahwa kekerasan sek*ual dilakukan terhadap anak-anak asuh dan anak-anak didiknya yang berada di bawah relasi kuasa terdakwa, baik berdasarkan jenis kelamin (gender), usia maupun status sosial ekonominya.

Ketiga, kekerasan sek*ual yang dilakukan terdakwa berpotensi membahayakan kesehatan anak-anak perempuan yang masih di bawah umur. Hubungan sek*ual dan kehamilan yang dialami anak-anak yang berusia kurang dari 17 tahun berisiko meningkatkan komplikasi medis.

Keempat, perbuatan yang dilakukan terdakwa tidak hanya menyerang kehormatan fisik anak-anak, melainkan juga berpengaruh terhadap kondisi psikologis dan emosional. Menurut Violence Prevention Initiative (2009), papar Asep, kekerasan sek*ual yang dialami oleh korban dalam berbagai jenisnya akan mempengaruhi perkembangan kognitif, sosial, emosional dan fisik korban.

Alasan kelima, kekerasan sek*ual oleh terdakwa dilakukan secara terus menerus dan bersifat sistematik.

Keenam, terdakwa menggunakan simbol-simbol agama dan pendidikan, sebagai salah satu cara dan upaya manipulatif. Terdakwa memanipulasi ajaran agama untuk memperdayai anak-anak perempuan dan menjanjikan kehidupan yang lebih baik, menjadikan korban terjerat dan masuk dalam sistem yang merampas kemerdekaannya.

“Jadi atas dasar itulah, maka tidak hanya sekadar mengganjar pelaku dengan hukuman berat sebagai detterent effect, melainkan juga membutuhkan komitmen bersama untuk mengatasi dan menanggulanginya dengan cara-cara luar biasa (extra ordinary measures), sebagai upaya kolaboratif untuk menjamin masa depan dan keberlangsungan hidup anak-anak korban,” tandas Asep.

Herry Wirawan disebut terbukti bersalah sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 17 Tahun 2016 yentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *