Hijrah Multidimensi

Hijrah Multidimensi
Hijrah Multidimensi

Oleh: Prof. Dr.-Ing. Fahmi Amhar, Alumnus Vienna University of Technology Austria, Anggota Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE).

Hajinews.id – Hijrah dalam sejarah Islam itu mirip dengan revolusi dalam sejarah Perancis atau Russia. Perubahan yang terjadi pasca hijrah ada di segala dimensi. Di beberapa ayat Qur’an, hijrah dletakkan bersama iman dan jihad.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah [2]:218)

Sebagaimana ada berpikir multidimensi (ditulis di harian Republika 9 Juli 2021), maka ada hijrah multidimensi.

Para agamawan biasanya baru mengambil pelajaran hijrah pada dimensi agama. Maka aktualisasi hijrah di era kekinian pun diletakkan dalam dimensi itu. Para artis yang bertaubat dan mulai belajar agama, disebut artis hijrah. Para pemuda preman yang mulai mendekat ke masjid, disebut pemuda hijrah. Intinya, hijrah adalah mendekat ke agama.

Persoalannya, agama direduksi hanya sebatas masalah aqidah dan ibadah. Padahal setelah mendapat arah, para sahabat Nabi dulu lanjut berkiprah di segala dimensi.

Pada dimensi sosial, mereka membangun masyarakat yang saling menopang. Terbangun jejaring sosial yang rapi, bukan yang mengedepankan ambisi pribadi. Orang-orang Anshar rela berbagi hartanya dengan saudaranya dari Muhajirin. Sedang kaum Muhajirin tahu diri, mereka berbagi tenaga dan waktunya untuk saudaranya dari Anshar. Dan ini menjalar ketika Islam meluas ke wilayah-wilayah lain di dunia. Persaudaraan sejati karena hijrah.

Pada dimensi sains, mereka rela berburu ilmu astronomi ke Mesir, kedokteran ke Yunani, matematika ke India, hingga teknik membuat kertas ke China. Mereka rela berjalan begitu jauh dan berat, karena telah hijrah! Yakin bahwa rizki dan ajal tak akan mendahuluinya, selama mereka pergi untuk mencari ilmu dan berdakwah.

Inilah yang kita butuhkan hari ini.

Apakah Indonesia yang kini telah hampir 77 tahun merdeka, sudah hijrah multidimensi?

Sejak sebelum merdeka, para pendiri bangsa ini berusaha menghijrahkan kita secara sosio-kultural, yakni kesadaran satu bangsa dari sebelumnya banyak kerajaan kecil yang mudah diadu domba. Mereka percaya diri mengambil alih tanggungjawab atas masa depan sendiri, dan bahkan siap ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Namun harus diakui, hijrah ini belum tuntas Banyak tradisi dan pola pikir bangsa terjajah yang masih mengakar kuat di bangsa ini. Kita masih jauh dari berdaulat dalam sains dan teknologi.

Pandemi ini menjadi momentum terkuaknya kenyataan. Hoax begitu mudah tersebar. Bahkan di kalangan yang secara formal terdidik. Kita termehek-mehek dalam soal masker, APD, test PCR, obat-obatan, vaksin, oksigen, dan sebagainya. Kita belum hijrah dalam dimensi sains, dari bangsa buta huruf menjadi yang berliterasi sains dan teknologi.

Demikian juga dalam dimensi agama rupanya kita belum tuntas berhijrah. Meski para agamawan selalu memaknai hijrah dari sisi agama, namun agama belum dijadikan inspirasi dalam dimensi sains maupun dimensi sosial-politik. Agama baru sebatas aspirasi dalam agregasi sosial untuk tujuan politik. Bahkan agama kadang baru dijadikan pembenaran untuk kemalasan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *