Tiga Menteri Tidak Kompak Soal Harga Keekonomian BBM, Mana yang Tepat?

BBM di SPBU Pertamina. (Foto: Merdeka)
banner 400x400

 

Hajinews.id – BBM jenis Pertalite dan Pertamax kosong di SPBU 34-16117, Kelurahan Pasir Mulya, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (8/8/2022).

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Pemerintah terus melemparkan sinyal untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dalam beberapa hari terakhir. Selain karena biaya subsidi yang kian membengkak, harga keekonomian BBM saat ini juga dinilai sudah jauh dari harga keekonomian.

Sayangnya, pemerintah belum satu suara soal berapa harga ideal BBM jenis Pertalite dan Pertamax. Sejumlah pejabat setingkat menteri bahkan merilis angka yang berbeda-beda soal harga keekonomian BBM.

Siapa saja pejabat yang pernah menyebut harga keekonomian BBM? Berikut ini daftarnya:

Baca Juga

Konsumsi Pertalite Meningkat di Tengah Isu Kenaikan Harga BBM
1. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif (26/8/2022):

Menteri ESDM Arifin Tasrif membeberkan hitung-hitungan harga keekonomian BBM pada Jumat (26/8) di Kantor Kementerian ESDM. Menurutnya, pemerintah harus menanggung beban pengeluaran impor BBM sekitar US$ 65 juta per hari akibat angka impor yang mencapai 600.000-700.000 per hari.

2. Menteri Keuangan Sri Mulyani (26/8/2022):

Berbanding terbalik dengan pernyataan Menteri ESDM, Sri Mulyani justru menyebut angka keekonomian yang lebih rendah. Ia membeberkan harga tersebut pada Kamis (25/8) saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR.

“Perbedaan [harga Pertalite] itu Rp 6.800 yang harus kita bayar ke Pertamina. Itulah yg disebut subsidi dan kompensasi,” katanya.

3. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (18/8/2022):

Sepekan sebelum Sri Mulyani datang ke Gedung DPR, Menko Bidang Perekomian Airlangga Hartarto sudah terlebih dahulu menggelar konferensi pers. Kala itu, ia menyebut harga Pertalite dan Pertamax masih jauh di bawah harga pasar.

Kritik DPR

Keterangan pemerintah yang tidak kompak ini kemudian dikritisi oleh Anggota Komisi VII DPR Mulyanto. Ia menilai informasi yang berbeda-beda bisa membuat masyarakat bingung. Menurut dia, pemerintah seharusnya membatasi pihak yang boleh membicarakan rencana kenaikan BBM.

“Tunjuk satu menteri yang berwenang dan kompeten menjelaskan masalah ini ke masyarakat. Dengan demikian data yang dirilis pemerintah tidak beda-beda,” kata Mulyanto dalam keterangan persnya, Sabtu (27/8/2022).

“Jangan seperti sekarang, setiap menteri dengan gampangnya menyampaikan data terkait rencana kenaikan harga BBM. Data yang dikeluarkan satu menteri dengan menteri lain berbeda. Akibatnya masyarakat jadi bingung mau percaya pada data yang mana,” lanjutnya.

Mulyanto juga menyoroti soal besaran subsidi BBM. Menurutnya, data besaran subsidi yang disampaikan pemerintah kurang tepat.

“Angka APBN perubahan yang sebesar Rp502 triliun bukan hanya untuk subsidi BBM, tetapi untuk pembayaran subsidi dan kompensasi baik untuk BBM, gas LPG 3 kilogram, serta listrik. Termasuk dalam angka itu juga utang dana kompensasi pemerintah untuk tahun 2021,” jelas Mulyanto.

“Jadi statement yang lebay kalau angka Rp502 triliun itu disebut hanya untuk subsidi BBM di tahun 2022,” katanya lagi.

Sementara itu, Executive Director Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan isu kenaikan BBM telah menjadi bola liar di masyarakat. Hal ini berdampak besar terhadap kenaikan harga sejumlah bahan pokok.

“Saya kira waktu yang pas di awal bulan depan [September]. Perlu ada kepastian agar masyarakat tidak mengalami double shock harga,” kata Mamit, saat dihubungi Katadata, Minggu (28/8).

Menurutnya, meskipun harga keekonomian Pertalite dan Pertamax sudah sangat tinggi, kenaikan harga BBM tersebut seharusnya tidak terlalu jomplang.

“Pertalite saya kira cukup Rp 10.000. Jangan lebih dari itu,” katanya.

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *