Kesederhanaan yang Jahat

Kesederhanaan yang Jahat
Smith Alhadar - Direktur Eksekutif Institute for Democracy Education (IDe)
Kecuali kekecewaan mereka yang sudah sejak awal meragukan kualitas Coro, dukungan rakyat padanya tetap saja kuat. Berbagai bansos dipandang rakyat sebagai wujud cinta kasih Coro kepada mereka. Mereka sama sekali tidak tahu bahwa bansos itu diperoleh dari duit mereka sendiri, bukan dari kantong Coro, dan bahwa itu sudah menjadi kewajiban konstitusional pemimpin untuk mengayomi mereka.
Ketika minyak goreng hilang dari pasaran atau, kalau ada, harganya selangit — yang membuat mak-mak mengalami mimpi buruk — Coro tampil berlagak pahlawan dengan memarahi pembantunya, diikuti beleid yang ngawur: melarang ekspor komoditas itu demi membanjirinya ke pasar domestik dengan harga terjangkau. Bukannya saja target itu tak berhasil, tapi juga memukul secara telak petani sawit. Rakyat kecil tetap berjibaku selama berbulan-bulan untuk mendapatkan minyak goreng. Coro menyalahkan mafia. Tapi mafia itu adalah pembantunya sendiri yang bekerja sama dengan oligarki. Rakyat mulai sedikit kritis. “Apakah benar Cokro seorang nabi?”
Perang Ukraina memunculkan tantangan baru: harga energi dan pangan dunia melejit tinggi. Inflasi di mana-mana. Rantai padok dunia terganggu. Bunga bank negara-negara besar dinaikkan untuk memerangi inflasi, yang menyebabkan cash flow dari negara-negara miskin dan berkembang. Perang ini belum akan selesai dalam waktu dekat sehingga dunia terancam resesi.
Kalau demikian, negeri pimpinan Cokro akan juga terpukul. Bahkan, dampaknya sudah muncul, terlihat dari meningkatnya harga kebutuhan pokok. Hal ini diperparah oleh beleid Coro menaikkan harga BBM ketika di pasar global harganya sudah turun di tengah melemahnya daya beli masyarakat.
Dengan berpura-pura sedih Coro mengatakan APBN tak sanggung menahan beratnya subsidi yang lebih banyak dinikmati mereka yang berpunya. Bagaimanapun, para tokoh bijak menganggap tak sepatutnya Coro menaikkan harga BBM pada saat ini, yang meningkatkan biaya semua barang dan jasa sehingga memperdalam dan memperluas kemiskinan. Juga pengangguran.
Maka, rakyat yang bertanya “Apakah benar Coro seorang nabi?” bertambah banyak. Pasalnya, menurut para ekonom kritis yang sungguh-sungguh mencintai rakyat, Coro punya cara lain untuk menambal defisit APBN dengan menghentikan pembangunan IKN yang tidak urgen, sungguh-sungguh memerangi korupsi, melakukan renegosiasi bunga utang yang mengkhawatirkan, dan menghemat pengeluaran yang tidak perlu.
Lagi pula, menurut para ekonom itu, dalih Coro bahwa subsidi BBM mencapai Rp 500 triliun adalah bohong belaka. Memang gemar berbohong sudah jadi karakter Coro. Situasi ekonomi yang melilit leher rakyat ini telah mendorong berbagai elemen bangsa turun ke jalan. Mungkin sekali di antara mereka terdapat orang-orang yang sudah siuman dari pembiusan Coro.
Kendati demikian, Coro tetap menyibukkan diri dalam politik elektoral di mana ia ingin menjadi penentu siapa yang akan menjadi penggantinya. Maka, ia mengeluarkan jurus jahat. Relawan-relawan pendukungnya ia datangi di mana pun mereka berada meskipun konstitusi tak membolehkan dia mencalonkan diri untuk ketiga kalinya. Kepada mereka ia mengeluarkan perintah untuk bersabar dalam menentukan calon penggantinya sampai ia mengeluarkan instruksi untuk itu.
Sangat jarang di negara demokrasi modern yang mengharuskan pemainnya taat etika dan norma seorang out going leader secara terbuka aktif mengotak-atik agenda partai politik yang bukan partainya. Terutama mengarahkan parpol yang para ketuanya adalah orang-orang bermasalah alias pasien rawat jalan. Artinya, Coro memanfaatkan kebobrokan mereka untuk tujuan-tujuan pribadi sebagaimana diajarkan mentornya.
Kepada mereka ia mengeluarkan perintah disertai ancaman untuk tidak mencapreskan seorang pemimpin daerah yang punya reputasi gemilang dan berpotensi memenangkan pemilihan presiden. Namanya Aziez. Tokoh ini dulu berjasa besar dalam membawa Coro ke tampuk kekuasaan. Kini ia dipandang sebagai musuh hanya karena ia terlalu independen, terlalu pandai, terlalu bersih, dan tak akan tunduk pada kemauan oligarki. Lihat, dia menghentikan proyek oligarki di daerahnya bernilai ratusan triliun karena proyek itu didapat dengan cara yang tidak semestinya, merugikan nelayan kecil, dan merusak lingkungan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *