Kekalahan Jokowi dan Takdir Anies Baswedan

Takdir Anies Baswedan
Anies dan jokowi

Anies juga sudah pasti tak akan memproteksi karier politik putera Jokowi bernama Gibran Rakabuming (Wali Kota Solo), anak mantunya Bobby Nasution (Wali Kota Medan), dan iparnya Anwar Usman (Ketua MK). Bukan karena Anies dendam, tapi lebih pada komitmennya pada pemberantasan KKN dan penegakan demokrasi yang sehat. Dua putera Jokowi, Gibran dan Kaesang Pangarep, belum lama ini dilaporkan ke polisi oleh akademisi Ubaidillah Badrun terkait KKN. Di luar itu, rezim Jokowi akan meninggalkan banyak masalah, baik yang diketahui publik maupun yang belum. Satu di antaranya adalah pembangunan IKN yang mendapat penolakan cukup luas karena, selain masalah teknis dan perundang-undangan, IKN menggunakan APBN yang cukup besar di saat kemiskinan meluas.

Oligarki sendiri, yang dimanjakan Jokowi, juga tak menghendaki Anies. Ia satu-satunya tokoh yang berani mengatakan “tidak” pada oligarki. Bahkan juga kepada penguasa. Ketika menghentikan proyek reklamasi 13 pulau di Teluk Jakarta — karena merusak lingkungan dan merugikan nelayan — yang menimbulkan kemarahan oligarki, Anies bergeming meskipun ditekan penguasa. Pasalnya, Anies ingin pembangunan didasarkan pada prinsip keadilan di mana pembangunan manusia yang berkualitas bagi semua menjadi titik sentralnya.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Dus, silakan menjadi kaya dengan kerja keras dan kejujuran tanpa mengorbankan pihak manapun. Dengan semua karakter dan konsistensi membangun Indonesia yang kuat, sejahtera, dan berkeadilan sebagaimana diperlihatkan ketika membangun Jakarta, maka mungkin Anies dilihat Jokowi sebagai hantu yang mengganggu mimpi-mimpi malamnya. Sayangnya, dengan Nasdem, PKS, dan Demokrat, mengusung Anies — yang memenuhi presidential threshold 20% — semua persekongkolan untuk menghempaskan Anies berpotensi buyar.

Ya, nampak Jokowi kalah menghadapi Anies. Kekalahan yang bersumber dari moralitas, kapasitas, kinerja, dan sikap arif Anies. Juga tekad Nasdem, PKS, dan Demokrat menghadirkan perubahan. Tetapi bukan hanya Jokowi yang takut pada Anies, melainkan parpol-parpol lain, yang bakal capresnya dipersepsikan sulit menghadapi Anies. Maka, pencapresan Anies oleh tiga parpol tersebut sangat mungkin akan mengubah konstelasi koalisi yang ada. PAN dan PPP, yang rawan tak lolos ambang batas parlemen, kemungkinan akan juga mengusung Anies guna mendapatkan efek ekor jas (coattail effect) Anies dalam pemilu serentak mendatang.

Koalisi Gerindra-PKB yang memasangkan Prabowo-Muhaimin juga terancam bubar bila tak disokong PDI-P atau Golkar. Tanda-tanda itu sudah terlihat ketika Muhaimin menyatakan terbuka kemungkinan PKB membangun koalisi dengan PDI-P setelah ia bertemu Puan Maharani. Cak Imin menegaskan, PKB akan membangun koalisi dengan PDI-P jika hitung-hitungan politik pasangan dari PDI-P dan PKB membuka peluang kemenangan lebih besar ketimbang pasangan Prabowo-Muhaimin. Perubahan konstelasi politik ini bisa juga mendorong Jokowi, bersama parpol lain (termasuk PDI-P) menghidupkan lagi pencalonan Ganjar sebagai capres.

Atau Jokowi akan berusaha mati-matian untuk dicawapreskan mendampingi Prabowo. Bagaimanapun, dua point di atas sulit direalisasikan karena, pertama, PDI-P akan ngotot membuang Ganjar, Puan harus berada di puncak kekuasaan pasca Jokowi, minimal sebagai wapres. Kedua, menurut para mantan hakim dan Ketua MK, termasuk Mahfud MD, mantan presiden dua periode tak boleh menjadi cawapres karena hal itu inkonstitusional. Dus, sangat mungkin Anies Rasyid Baswedan ditakdirkan langit untuk menjadi presiden RI ke-8 yang, insya Allah, akan membawa kejayaan pada bangsa dan negara di tengah dunia yang berubah. [suaranasional]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *