Menggugat Keberanian Presiden Jokowi untuk Menyelamatkan Polri, Mampukah?

Keberanian Presiden Jokowi untuk Menyelamatkan Polri
Lambang Polri. Foto/ilustrasi: ist

Gelombang badai terus menggelayuti institusi Polri, dihantam berbagai masalah internal datang silih berganti dan seolah tak pernah bisa dihentikan. Semua masalah datang bertubi-tubi memperparah buruknya kepercayaan publik. Pantas Polri sebagai penegak hukum mengalami degradasi dan kritis dititik nadir dibandingkan dengan KPK dan Kejaksaan.

Penulis: Gigih Guntoro M.Si, CCPS, Direktur Eksekutif Indonesian Club

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Hajinews.id – Belum tuntas dalm memulihkan kepercayaan publik atas tragedi Sambo, Polri kembali dirundung masalah internal atas kegagalan mengantisipasi pengamanan di stadion Kanjuruhan yang menelan korban mencapai 132 orang meninggal dunia dan ratusan mengalami luka-luka. Sontak tragedi kemanusian Kanjuruhan ini menyulut solidaritas dan empati yang kuat di seluruh dunia dibandingkan didalam negeri sendiri. Banyak Tokoh dunia langsung berempati terhadap kejadian kemanusiaan seperti Paus Fransiskus, Raja Salman, Raja Charles III, dan lain-lain. Atas tragedi kemanusiaan ini telah memantik sentimen negatif terhadap Polri sebagai pembunuh dengan melakukan graviti action “ACAB 1312” sebagai bagian dari kemuakan publik terhadap perilaku kriminal Polri.

Walaupun terlambat, Tragedi besar inipun telah memaksa Presiden Jokowi untuk memanggil pejabat utama Mabes Polri, Kapolda, Kapolres, hingga Kapolrestabes semua daerah untuk hadir di Istana Negara pada 14 Oktober yang lalu. Pemanggilan yang bertepatan dengan kelahiran mantan Kapolri Hoegoeng ini baru pertama kali dilakukan dalam sejarah. Presiden Jokowi dengan sengaja melucuti kebanggaan Pejabat Polri hanya dengan memakai seragam dinas tanpa penutup kepala dan tongkat, tanpa ADC, Hp dan hanya membawa buku catatan dan pulpen.

Presiden Jokowi pun seolah ingin menyeret dan mengingatkan kembali pada Polri untuk meneladani sifat dan karakter Hoegeng sebagai Polisi yang jujur, sederhana, tak kenal kompromi, dan penuh integritas. Atas kepercayaan publik yang terus merosot, akhirnya Presiden Jokowi memberikan arahan : memperbaiki kinerja dalam memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat, menjaga kesolidan internal maupun kesolidan dengan TNI, menyederhanakan visi Presisi, penegakan hukum tanpa pandang bulu khususnya judi dan jaringan narkoba. Dan bahkan Presiden Jokowi juga meng-ultimatum Polri untuk menghentikan  kebiasaan hidup hedon dan bermewah-mewahan.

Pemanggilan Petinggi Polri inipun seolah menjadi signal akan terjadi reformasi Polri, dan publik pun menaruh harapan penuh terhadap upaya Presiden Jokowi membenahi institusi Polri yang terus memperlihatkan trend buruk. Namun setelah membaca dengan cermat, beberapa point arahan Presiden Jokowi menurut hemat kami sepertinya lebih fokus ke ekternal daripada ke internal Polri, padahal akar persoalan selama ini terletak pada prilaku korup, arogan, terjebak dan bermain dalam politik praktis kekuasaan dan sudah menjadi sistemik. Kami meyakini bahwa arahan Presiden yang terkesan bersifat normatif tersebut akan jalan ditempat dan memperlihatkan ketidakmampuan mendiagnosa sumber penyakit di institusi Polri sehingga dapat dipastikan akan sering kambuhan.

Ditengah pemberian arahan PresidenJokowi kepada Polri, tiba-tiba kita dikagetkan dengan penangkapan seorang Jenderal Bintang Dua terlibat dalam perdagangan narkoba.  Jika merunut pd skandal Narkoba yang terjadi, memang diakui sangat rentan ada keterlibatan Polri. Maka Penangkapan Jenderal bintang dua ™️ bukan hal yang aneh tapi justru menegaskan kembali tentang perilaku korup dan jahat sangat melekat pada Polri sebagai institusi penegak hukum.

Belajar dari tiga kasus besar ini kita sudah dapat menyimpulkan bahwa kerusakan di institusi polri sudah bersifat sistemik dan berlangsung cukup lama. Kejahatan tidak hanya di level rendahan, tapi juga dilakukan di level pimpinan tinggi sehingga mereka membangun dinasti untuk terus menjadikan Polri sebagai alat politik. Hampir semua level menikmati dan membiarkan praktek kejahatan yang dilakukan anggotanya sendiri. Maka jika penyelesaiannya tidak dilakukan secara mendasar maka dipastikan kedepannya akan bermunculan skandal baru yang lebih mengerikan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *