“Iya, kalian isi saja sendiri nilainya,” terang Gus Dur.
“Waduh,” kata Aam spontan.
Aam pun kembali menemui teman-teman sekelasnya sambil membawa lembar penilaian. Pertama-tama dia datangi Facry Ali yang dianggap paling pintar di kelas.
“Fachry, kamu mau nulis nilai apa?
“Aku B saja,” jawab Facry Ali dengan datar.
Lalu Aam menemui Iqbal Saimima yang juga dikenal pandai.Iqbal pun memilih nilai B
Karena dua jagoan di kelasnya memilih nilai B, maka kawan-kawan sekelasnya, termasuk dirinya, kompak memilih nilai C. Setelah semua mengisi nilai, Gus Dur tanpa memeriksa lagi langsung tanda tangan.
“Lha Fachry Ali saja milih B, masak saya pilih A,” kenang Aam.
“Saya terpaksa deh pilih nilai C,” lanjutnya.
Bagi Aam, pengalaman tersebut begitu mengesankan. Menurut dia, kewibawaan seorang Gus Dur, mungkin juga karena kesungguhan dan keikhlasannya dalam mengajar, menempa mahasiswa didiknya untuk jujur pada kemampuan diri sendiri.
“Saya pernah mencoba hal yang sama ke mahasiswa saya, tapi gagal. Mereka ngisi A semua,” ujar Aam sambil tertawa.