Runtuhnya Keagungan Mahkamah

Runtuhnya Keagungan Mahkamah
Gazalba Saleh 

Berdasarkan komposisi kamar perkara di MA pimpinan 3 orang, kamar pidana 15 orang, kamar perdata 16 orang, kamar agama 7 orang, kamar militer 4 orang, dan kamar TUN 6 orang.

Dalam penanganan perkara kasasi maupun Peninjauan Kembali (PK), panel hakimnya tiga orang dengan dibantu seorang panitera. Artinya dalam satu perkara ada empat orang yang menangani.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Untuk dapat menang perkara, minimal dua orang hakim harus memiliki keyakinan yang sama agar dapat memutuskan perkara.

Karena itu, apabila ada perkara yang dimenangkan dengan suap, maka paling tidak dua hakim ikut menyetujui.

Bayangkan, dalam perkara perdata korupsi hakim Dimyati menyeret beberapa pegawai MA. Dalam Kamar Pidana ada hakim Gazalba yang melakukan hal serupa.

Kalau dua kamar ini terjangkit korupsi, apakah kita masih mengatakan bahwa ini oknum? Kalau jawabannya iya, maka paling tidak dari dua kasus, ada empat orang hakim yang patut diduga bermain-main dengan perkara.

Coba bayangkan kalau seandainya setiap hari para hakim ini menangani perkara pidana dan perdata (khusus Dimyati dan Gazalba), maka sudah berapa orang yang memenangkan perkara semenjak mereka menjadi hakim. Sudah berapa banyak jual beli perkara di MA?

Ini perlu didalami oleh KPK. Bagi saya, sangat tidak masuk akal kalau dugaan suap ini hanya menjerat dua pelaku.

Mahkamah tidak Agung lagi

Kalau pengadilan tertinggi sudah rusak, kepada siapa lagi pencari keadilan berharap? Lembaga Yudikatif adalah lembaga yang diharapkan untuk menjadi gerbang keadilan, bagi siapapun pencari keadilan.

Lima tahun terakhir, MA memperlihatkan wajah yang kurang elok. Di mana begitu banyak perkara korupsi yang dihukum ringan di pengadilan, banyak kasus korupsi yang merugikan negara, bahkan diputus bebas. Hal ini memperlihatkan betapa ganjilnya kerja pengadilan belakangan ini.

Sebenarnya harapan terakhir kita adalah lembaga peradilan, apabila eksekutif dan legislatif hancur-hancuran.

Karena para hakim-hakim itu dijuluki “wakil Tuhan” di muka bumi yang menjaga manusia dari kewenangan-wenangan, ketidakadilan dan kejahatan, baik itu oleh negara maupun antarwarga negara.

Karena itu hakim ditekankan harus independen, harus merdeka, tidak bisa dintervensi, tidak bisa disuap dan mereka benar-benar bekerja demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Tapi kalau Mahkamah Agung sudah dimasuki oleh manusia-manusia bermoral rendah, bagaimana mungkin keadilan dapat ditegakkan?

Apakah masih ada keagungan? Masihkah ada keadilan, masihkan ada Ketuhanan Yang Maha Esa?

Bagi saya, perilaku Dimyati dan Gazalba adalah penghinaan terhadap nilai Keadilan dan Ketuhanan. Sehingga mereka harus dihukum seberat-beratnya.

Dari jumlah hakim di MA 51 orang itu, kalau sebagian saja melakukan jual beli perkara runtuhlah dunia peradilan kita. Semoga saja tidak.

Dengan adanya kasus ini, MA mau memperbaiki diri dan membenahi institusinya secara serius.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *