Novel Muhammad Najib, “Bersujud Diatas Bara” (Seri-9): Memasuki Peshawar

Memasuki Peshawar
Muhammad Najib, Dubes RI untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO
banner 400x400

“Lumayan jauh! Sebenarnya ada satu kota lagi yang banyak digunakan oleh para Mujahidin sebagai tempat transit sebelum menyebrang, yaitu Quetta. Tetapi yang lebih ramai adalah Peshawar, mungkin karena jaraknya dari Islamabad lebih dekat. Kalau masuk lewat Peshawar, kita akan melalui perbatasan Khyber Pass, lalu menuju kota terdekat Jalalabad. Sedangkan kalau masuk lewat Quetta, kita akan melewati pintu perbatasan Khojak Pass, lalu menuju kota terdekat Kandahar. Untuk melewati dua pintu perbatasan tersebut, Kita harus menunggu isyarat dari seberang. Karena seringkali situasi tidak aman, meskipun pintu perbatasan dikuasai oleh para Mujahidin”, jelas Syakur. Ketika langit mulai terang, rombongan itu berangkat.

Jalan yang menghubungkan Islamabad dan Peshawar lebar dan mulus, sehingga kecepatan mobil selalu di atas seratus kilometer per jam. Matahari terasa sudah tinggi ketika mobil perlahan mulai mengurangi kecepatannya. Bangunan-bangunan tua bercat putih dan kuning tampak di Kiri-Kanan jalan. Debu-debu membumbung tinggi setiap kali mobil lewat. Kuda dan keledai yang menarik gerobak masih banyak digunakan. Anak-anak atau orang tua tampak santai dan cekatan duduk di punggung keledai.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Mobil terus mengurangi kecepatannya dan bergerak sangat perlahan ketika memasuki gerbang besar yang tampak cukup tua. Di balik gerbang itu tampak bangunanbangunan seperti pasar. Ramai sekali orang lalu-lalang di situ. Sebagian besar dari mereka menggunakan pakaian tradisional Afghanistan dengan serban di kepalanya.

“Kalau Ana perhatikan serban mereka kok berbedabeda bentuknya?”, tanya Mujahidin.

“Memang. Di sini banyak orang Afghan. Bangsa Afghan itu memiliki banyak sekali suku-suku. Setiap suku memiliki bentuk serban yang berbeda. Jadi cukup melihat bentuk serbannya, dengan gampang kita bisa mengetahui dari suku mana mereka berasal. Tapi untuk lebih pastinya, bisa Kita ketahui dari bahasa yang mereka gunakan. Suku yang paling besar adalah Pashtun. Orang-orang Peshawar banyak yang berasal dari Afghanistan. Jadi mereka memiliki hubungan kekerabatan atau kekeluargaan yang sangat dekat”, kata Syakur menjelaskan.

Mobil lalu memasuki sebuah kompleks masjid yang cukup besar. Banyak sekali orang keluar dan masuk ke kompleks itu.

“Ini adalah pusat pendidikan mirip pesantren di Indonesia. Di samping memiliki masjid dan kelas-kelas untuk belajar, kompleks ini juga memiliki asrama. Lembaga pendidikan seperti ini disebut Ma’had. Santrinya disebut Talib atau Talibun yang dalam dialek lokal disebut Taliban. Banyak para pejuang sebelum berangkat ke medan perang tinggal disini untuk belajar”.

“Apakah Kami akan tinggal disini?”, tanya Rizali.

“Ya!”.

“Untuk berapa lama?”, giliran Gufron yang bertanya.

“Tergantung situasi”.

Mobil terus bergerak ke arah samping masjid. Tampak bangunan-bangunan empat lantai berjajar rapi. Terdiri dari ruang-ruang kelas. Di bangunan tiga lantai berikutnya terlihat banyak jemuran. Mungkin ini asramanya. Mobil berhenti di bangunan nomor dua paling ujung.

“Orang-orang yang berasal dari Indonesia, Malaysia, Thailand Selatan dan Filipina Selatan, sebagian besar tinggal di blok ini”, Syakur menunjuk bangunan tiga lantai di depannya.

“Mereka dikelompokan berdasarkan asal negaranya. Setiap kelompok ada panglimanya yang dipanggil qa’id. Sang panglimalah yang bertanggung jawab terhadap segala keperluan mereka”, jelas Syakur.

(Bersambung…..)