Novel Muhammad Najib, “Bersujud Diatas Bara” (Seri-21): Rekreasi Ke Sanur Dan Kuta

Rekreasi Ke Sanur Dan Kuta
banner 400x400

“Hallo…!”, jawab yang perempuan sambil menoleh
dengan senyumnya yang ramah.

“How are you?”.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

“Fine”, jawab yang laki-laki sambil menghentikan langkahnya dengan tetap menggenggam tangan istrinya.

“Are you Americans?”.

“How do you know We are Americans?”.

“I know from your smell”, kata Imam dengan senyum canda.
“America is a great country, unfortunately your government created a lot problems in Muslim countries,” lanjutnya dengan senyum sinis.

“I don’t understand politic”, kata yang laki-laki sambil menarik tangan si perempuan untuk segera menjauh.

“Have a nice holiday !”, Imam melambaikan tangan walaupun kedua turis itu sudah mempercepat langkahnya.

“Kita berangkat, yuk…!”, ajak Mujahid yang menyaksikan dalam diam dialog Imam dengan dua orang Amerika itu. Mereka lalu menuju Kuta lewat by pass.

“Kita lewat sini saja biar lebih dekat dan lebih lancar”, kata Mujahid sambil menancap gas motornya di jalan beraspal yang cukup lebar dan halus itu. Pejalanan KutaSanur ditempuhnya hanya lima puluh menit.

“Wah, Kuta lebih ramai dari Sanur, ya?”, komentar Imam.

“Oh… ini belum apa-apa, nanti kalau sudah masuk ke pantainya lebih ramai lagi”, sahut Mujahid.

“Apa Antum mau turun lagi ke pasirnya?”.

“Nggak usah, kita keliling-keliling saja. Nanti di pantainya berhenti sebentar saja”.

“Ana akan tunjukkan Antum tempat yang paling disukai turis Australia”, kata Mujahid.

“Namanya Janger’s Cafe. Itu papan namanya. Ana dengar tempat ini hanya untuk orang asing”.

“Jadi orang Indonesia tidak boleh masuk?”, tanya Imam dengan nada heran. Mujahid mengangkat bahu. Mereka terus berjalan dan berhenti di depan Kecak.

“Apa saja kegiatan di dalamnya?”.

“Wah, Ana juga tidak tahu. Yang Ana dengar orang bisa minum sampai mabuk dan dansa-dansa sampai pagi”.

“Nanti Kita shalat Magrib dimana ?”, tanya Imam menyela.

“Di sini banyak masjid, karena banyak orang Jawa dan Madura tinggal di sekitar sini. Hanya letaknya tidak di pinggir jalan, maklum tanah di sini sangat mahal. Nanti maunya makan malam dimana?”, tanya Mujahid.

“Terserah aja. Tapi apa halal makan di sini?”.

“Kita cari warung Jawa atau Madura cara mengenalinya gampang. Warung Muslim di sini selalu mencantumkan tulisan: “Bismillah” atau tulIsan-tulIsan Arab dalam bentuk doa. Tapi kalau warung Padang, pasti halal”, katanya.

“Saya lihat ekonomi di Bali sangat maju”.

“Betul. Tapi sebagian besar kegiatan ekonomi bertumpu pada dari sektor wisata. Sebetulnya tanah di Bali sangat subur. Dan sebagian besar orang Bali hidup dari hasil pertanian. Tetapi perputaran uangnya tidak besar. Yang besar justru dari sektor pariwisata. Sudah waktunya kita kembali”, kata Mujahid sambil menghampiri motornya.

Mereka berdua lalu meninggalkan Pantai Kuta yang mulai gelap.

(Bersambung…..)