Sri Mulyani Heran Anak Muda Sekarang Tidak Suka Ke Kantor

Anak Muda Sekarang Tidak Suka Ke Kantor

Hajinews.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani heran melihat dampak pandemi yang mengakibatkan anak muda atau milenial lebih memilih bekerja di rumah atau at home (WFH) daripada di kantor.

Kalaupun kegiatan masyarakat sudah difasilitasi seperti di Indonesia yang tingkat PPKMnya sudah dikurangi, generasi muda memilih WFH karena lebih efektif.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

“Waktu saya di Amerika ketemu sama Bloomberg (berkunjung ke kantor Bloomberg), saya nggak ngerti kenapa anak-anak muda sekarang itu nggak suka pergi ke kantor, mereka lebih suka di rumah ibunya,” ujarnya dalam acara CEO Banking Forum, Senin (9/1).

Menurutnya, ini adalah dampak pandemi yang paling mengubah kebiasaan masyarakat dan akan bertahan cukup lama. Wajar saja, selama tiga tahun pandemi, masyarakat memang terbiasa melakukan segala aktivitas dari rumah, termasuk bekerja.

Apalagi, bagi anak muda yang memasuki dunia kerja pada masa pandemi, maka pergi ke kantor setiap hari menjadi hal yang sangat asing. Karenanya, kebiasaan sebelum ada pandemi harus kembali dibangun dari awal.

“Apa yang terjadi di dalam pemulihan sesudah tiga tahun manusia hibernated, kita semua kan hibernated kan ada di ruangan masing-masing di rumah, suddenly kantor itu menjadi tempat yang tidak familiar, you need to adjust again,” jelasnya.

Namun, di sisi lain, meski banyak milenial yang lebih suka WFH, tapi setelah tiga tahun dihadapkan oleh pandemi yang sampai saat ini masih belum usai, masyarakat lebih percaya diri. Sebab, sudah ada vaksinasi yang membuat masyarakat kembali berani melakukan aktivitas di luar rumah.

Namun, saat masyarakat kembali mulai beraktivitas, tiba-tiba dihadapkan dengan masalah lain, seperti inflasi akibat kenaikan harga barang-barang imbas perang Rusia-Ukraina. Ini adalah permasalahan baru yang harus dihadapi dan akan berlanjut di 2023.

“2023 dunia harus menjinakkan inflasi dengan menaikkan suku bunga. Pada saat debt stock-nya tinggi, ini pasti berdampak tidak hanya resesi di berbagai negara yang utangnya sangat tinggi, tapi juga berpotensi mengalami debt crisis,” pungkasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *