Mengapa sampai sebegitu ngototnya rezim Jokowi memaksakan kehendak, dan itu terang-terangan menamapakkan ketidaksukaan pada pencapresan Anies Baswedan. Segala cara dilakukan, bahkan dengan “menekan” Paloh untuk melepaskan Anies, meski tidak membuahkan hasil. Risiko yang dihadapi Paloh bisa jadi tidak sekadar reshuffel para menterinya dari kabinet, tapi ada hal lain yang akan diterimanya. Sebuah konsekuensi atas pilihan sikap politiknya.
Inilah gambaran politik Indonesia hari-hari ini, yang bisa jadi akan terus memuncak tak terduga sampai 2024 nanti. Paloh yang mendukung pencapresan Jokowi 2 periode mesti mengalami kepahitan diujung-ujungnya. Lagi-lagi kisahnya menjadi pembenar adagium, bahwa tidak ada kawan abadi dalam politik, itu ditampakkan. Hanya ada kepentingan yang abadi, dan itu selamanya. Bahkan menghalalkan segala cara.
Muncul kesan sebagai suatu kewajaran, begitu mahalnya nilai seorang Anies bagi negeri ini, bahkan bagi penentangnya, yang itu pantas dipertaruhkan NasDem bersama Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dalam Koalisi Perubahan Indonesia.
Kejutan demi kejutan menuju 2024 akan terus dimunculkan, dan rakyat yang ingin adanya perubahan ke arah lebih baik, tak perlu pula ikut terkaget-kaget. Jalan menuju perubahan ini mesti terus diikhtiarkan dengan serius, dan sungguh-sungguh. (*)..