Novel Muhammad Najib, “Bersujud Diatas Bara” (Seri-26): Tawaran Pengacara

Menanti Kabar Buah Hati
Muhammad Najib, Dubes RI untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO
banner 400x400

“Siapa, Bu?”, tanya Pak Bisri.

“Katanya sih dari Surabaya”.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

“Ada perlu apa?”.

“Katanya mau membantu. Sebentar lagi akan kembali
lagi”.

“Membantu apa, Bu?”.
“Membantu membebaskan Mujahid”.

Pak Bisri tidak melanjutkan pertanyaannya, Ia hanya diam. Tiba-tiba terdengar suara mobil berhenti di depan rumah mereka.

“Selamat siang!”, terdengar suara dari depan.

“Nah tuh, mereka sudah datang”, kata Bu Bisri kepada sang Suami.

“Disuruh masuk, Bu! Bapak mau ganti pakaian dulu”, kata Pak Bisri sambil mengelap tangannya usai makan.

Beberapa saat kemudian Pak Bisri keluar. Setelah saling memperkenalkan diri dengan sang tamu, pengacara yang biasa dipanggil Pak Putra menjelaskan maksud kedatangannya.

“Apa ada peluang bebas untuk anak saya?”, tanya Pak Bisri.

“Saya harus pelajari kasusnya terlebih dahulu. Pak. Tapi Saya akan berjuang secara maksimal”.

“Kami sebagai orang tua tentu bergembira ada orang yang mau membantu. Apa kira-kira ada syaratnya?”.

“Pertama Bapak harus membuat surat kuasa untuk kami. Selain itu, sedikit biaya operasionalnya”.

“Berapa besar biaya operasionalnya?”.

“Untuk kasus bisnis biasanya uang mukanya seratus juta rupah, tapi untuk kasus ini cukup lima puluh juta saja”, kata Pak Putra.

“Apakah itu sudah keseluruhan?”, Pak Bisri mulai menghitung-hitung biaya yang harus dikeluarkannya.

“Tentu belum, tergantung berapa kali sidang dan sampai berapa lama kasusnya bisa selesai”.

“Apa bisa diberikan ancar-ancar, berapa biaya keseluruhan yang harus saya sediakan?”.

Putra Nusantara tersenyum. “Wah, itu sih tergantung Bapak. Kalau Bapak mau optimal Kami akan total football”.

“Maksudnya?”, tanya Pak Bisri dengan kening meninggi.

“Ya, Kita harus main dengan jaksa, hakim, polisi, kadang-kadang juga harus melibatkan wartawan untuk kepentingan pembentukan opini. Pokoknya semua pihak yang terkait”.

“Saya coba pikir-pikir dulu, Dik. Saya ini kan orang kecil dengan kemampuan terbatas”, kata Pak Bisri berdiplomasi.

“Kalau begitu Saya pamit dulu, Pak. Kapan Saya boleh datang lagi?”, tanya Putra Nusantara sambil berdiri bersiapsiap pergi.

“Nanti Saya kabari, Dik. Saya sudah memiliki alamat dan nomor telponnya”, jawab Pak Bisri.

Saat para tamunya sudah meninggalkan rumah mereka, Bu Bisri langsung menyongsong Suaminya.

“Bagaimana Pak?”.

“Sudahlah, Bu. Tawakal saja…!”, jawab Pak Bisri singkat tidak bergairah.

“Tawakal itu kan setelah usaha maksimal”, jawab sang Istri.

“Ibu kan sudah dengar sendiri, hasil belum tentu, berjuta-juta sudah harus keluar. Padahal harta Kita cuma tinggal satu motor dan rumah yang kita tempati ini!”, sambil menyandarkan badannya ke kursi.

“Tapi demi anak Kita, kenapa tidak dicoba saja?”, kata Bu Bisri tetap menaruh harapan.

“Percayalah, Bu. Meskipun zaman sudah edan seperti ini, Kita masih punya Tuhan. Allah pasti akan menolong dengan cara-Nya sendiri. Kita harus berusaha dengan cara yang halal. Tidak ikut larut dengan cara-cara yang dilarang agama.

(Bersambung…..)