Novel Muhammad Najib, “Bersujud Diatas Bara” (Seri-31): Mengadili Ulama

Menuju Pakistan
Muhammad Najib, Dubes RI untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO
banner 400x400

“Menurut Saudara, apakah tindakan teroris itu dibenarkan dalam Islam?”, tanya Jaksa dengan nada memancing.

“Huuu…!”, kembali terdengar suara gaduh para pengunjung. Hakim mulai gusar.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

“Ini bukan pasar, Saya harap Saudara-saudara menghormati institusi pengadilan ini!”

Pandangan hadirin kembali pada Ustaz Za’far.

“Begini Saudara Jaksa. Istilah teroris kini telah digunakan secara serampangan. Istilah ini digunakan oleh Amerika untuk para pejuang Islam yang tidak mau membebek pada kemauan mereka. Israel juga menggunakan istilah ini untuk para pejuang Palestina yang berjuang untuk kemerdekaan tanah airnya yang dijajah. Menurut saya, Amerika dan Israel adalah teroris yang sebenarnya, karena mereka meneror Umat Islam di mana-mana”, jawab Ustaz ja’far mantap.

“Saya mohon Saudara tidak memberikan kuliah di ruang ini”, kata Jaksa dengan nada sinis.

“Saudara Jaksa hendaknya tidak memberikan komentar-komentar yang tidak relevan”, pembela Ustaz Za’far bangkit dari kursinya dan memotong.

Para hadirin saling menoleh dan saling menatap menyaksikan perdebatan yang melebar ke mana-mana. Jaksa kembali bertanya: “Berdasarkan pengakuan saksi Hanafi, Saudara berada di belakang ledakan bom di Bali”, kata Jaksa melanjutkan.

“Saya balik bertanya kepada Saudara Jaksa, dimana pengakuan itu diberikan? Apakah itu diberikan di depanaparat kita, atau hanya berdasarkan informasi yangdiberikan oleh sumber-sumber yang tidak jelas? Saya curiga, itu pengakuan yang telah dipelintir.

Seharusny Pemerintah Indonesia membela kalau ada warga negaranya ditangkap oleh negara lain. Kalau yang bersangkutan bersalah seharusnya diadili di sini, di negara bersangkutan. Menurut Saya, Kita sebagai sebuah bangsa udah dilecehkan. Saya sebagai warga negara merasasangat tersinggung, karena hal ini menyangkut martabat dan harga diri Kita. Saya heran, sikap Pemerintah Indonesia kok malah sebaliknya. Sudah tidak membela warga negaranya yang dianiaya, malah mengikuti kemauan negara lain untuk menzalimi rakyatnya sendiri”, ujar Ustaz

Za’far bicara dengan tegas tapi tetap tenang. Hadirin bertepuk tangan riuh, sementara Jaksa hanya menoleh ke Kiri dan ke Kanan, karena kehabisan pertanyaan. Lalu jaksa mempersilakan rekan yang duduk di sebelahnya untuk melanjutkan pertanyaan.

“Kami memiliki bukti berupa rekaman ceramah-ceramah Saudara di berbagai tempat yang mendiskreditka Amerika dan beberapa negara lain”, kata Jaksa keduapenuh percaya diri.

“Sebagai seorang Muslim adalah kewajiban Kita untuk membela saudara-saudara Kita yang dizalimi Amerika dan sekutu-sekutunya yang telah menghancur-leburkan Afghanistan, lalu menangkap dan menyiksa para tokoh-tokoh perjuangan negara itu. Bahkan mereka telah memperlakukan saudara-saudara Kita itu lebih rendah dari hewan. Di penjara, tentara Amerika melucuti seluruh pakaian Mereka, lalu memaksa Mereka untuk melakukaN perbuatan yang sangat menjijikkan yang tidak sanggup  Saya katakan. Semua ini telah menusuk perasaan umat Islam. Tindakan ini juga telah melecehkan dan menghina Kita semua sebagai manusia. Saya tidak membenci bangsa Amerika atau sekutunya, tapi Saya menentang dan melawan tindakan-tindakan zalim yang dipraktikkan oleh pemerintah mereka”, kata Ustaz Za’far berapi-api.

”Prosesi pengadilan seperti ini berlangsung berkalikali dan diliput luas oleh media massa. Ustaz Za’far yang tadinya tidak banyak dikenal umat Islam Indonesia, tibatiba melambung namanya. Proses pengadilan yang mempertontonkan banyak keganjilan sedikit demi sedikit melahirkan simpati publik. Juga tuduhan beberapa negara asing yang tanpa bukti serta sikap Pemerintah Indonesia yang tidak tegas, menyebabkan pendukung sang Ustaz kian hari kian bertambah besar. Dalam waktu singkat Ia menjadi tokoh nasional. Ketegarannya dan sikapnya yang tenang menempatkan dirinya sejajar dengan ulamaulama besar yang pernah lahir di negeri ini.

(Bersambung…..)