Ada Dugaan Manuver Golkar atas Arahan Istana untuk ‘Kacaukan’ Koalisi Lain

Hajinews.id — Partai Golkar dewasa ini disebut tengah mengintensifkan manuver politik dengan melakukan pertemuan bersama partai-partai politik lintas koalisi. Manuver ini dinilai perintah Istana untuk mengacaukan koalisi lainnya.

Seperti diberitakan, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto bertemu dengan petinggi NaSdem, kemudian disusul pertemuan Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia dengan Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboe Bakar Al-Habsy pada Selasa (7/2) di DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta, dan Jumat (10/2), Airlangga bertemu dengan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar di Senayan, Jakarta.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Mengutip Media Indonesia, Dosen Ilmu Politik & International Studies, Universitas Paramadina, Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic) A. Khoirul Umam mengatakan ada dugaan manuver Golkar merupakan kepanjangan tangan istana untuk membuka ruang komunikasi politik atau bahkan mempengaruhi soliditas koalisi lain.

Seperti diberitakan Golkar telah membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dengan Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sementara NasDem dengan Koalisi Perubahan bersama Demokrat dan PKS disebut akan mengusung mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada pemilu 2024 dan PKB bersama Gerindra dalam satu koalisi.

“Sejak Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) berdiri, Partai Golkar dan Ketua Umumnya Airlangga Hartarto dipandang sebagai representasi kekuatan politik istana. Dengan kata lain, Golkar diibaratkan sebagai bidak catur politik Presiden Jokowi,” ujar Umam melalui keterangan tertulis, Jumat (10/2).

Ia menjelaskan apabila manuver politik Golkar dilihat sebagai kepanjangan tangan Istana Presiden, menurutnya itu dipengaruhi oleh dua hal. Pertama, belum ada kejelasan sikap PDIP untuk mengusung Ganjar Pranowo yang dipahami sebagai kehendak politik Jokowi. Kedua, Umam menduga karena Koalisi Perubahan yang mendukung pencapresan Anies Baswedan kian solid.

“Jamak diketahui bahwa pencapresan Anies tidak dikehendaki oleh Jokowi. Karena itu, berbagai upaya dilakukan oleh sel-sel politik tertentu untuk mengagalkan pencapresan Anies,” ucap Umam.

NASDEM

Umam menyampaikan lebih jauh bahwa ketika Demokrat dan PKS sudah tegas dengan keputusan berkoalisi, satu-satunya partai di belakang Anies yang masih bisa digoda adalah Nasdem.

Menurutnya Nasdem dihadapkan pada berbagai risiko politik, mulai dari ancaman reshuffle, juga munculnya kekhawatiran terjadinya politisasi penegakan hukum yang ditakutkan akan menyasar kader-kader politik Nasdem.

“Karena itulah, dinamika di internal Kejaksaan Agung terkait kasus dugaan korupsi PT Bakti & Kemenkominfo begitu intens. Di saat yang sama, pergerakan di internal KPK juga sangat dinamis yang ditandai oleh mundur atau dikembalikannya Direktur Penindakan ke Polri dan Direktur Penuntutan ke Kejaksaan Agung, yang konon mereka tidak siap dengan konsekwensi penersangkaan target operasi politik terkait Formula E,” papar Umam.

Umam menilai Partai Golkar memainkan perannya untuk mengacak ulang sinyal politik koalisi sembari menanti sikap dan keputusan politik PDIP. Partai Golkar, sambung Umam, dididik dan dilatih untuk selalu dekat dengan kekuasaan.

“Golkar tentu masih menjadi representasi Jokowi, selama Jokowi kuat. Tapi ketika kekuatan politik Jokowi melemah dalam perjalanannya nanti, pada titik tertentu, bukan tidak mungkin Golkar benar-benar akan menyiapkan “pintu belakang” sebagai exit strategy untuk berbalik arah,” ujarnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *