Novel Muhammad Najib, “Bersujud Diatas Bara” (Seri-36): Menjenguk Suami

Menjenguk Suami
Muhammad Najib, Dubes RI Untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO
banner 400x400

“Kita harus mengkondisikan jiwanya terlebih dulu. Sampai Ia betul-betul siap, barulah pertemuan itu boleh dilakukan. Saya ingin anak-anak menjadi orang yang sukses. Bahkan Saya punya obsesi menjadikan mereka orang-orang terhormat kelak”, nasehat Mujahid sambil membelai rambut Nur yang kerudungnya mulai melorot.

“Apakah itu mungkin, Mas?”, tanya Nur tidak yakin. Mujahid menjauhkan badan istrinya dengan memegang kedua pundaknya. Ditatapnya sepasang mata istrinya yang masih basah. Dan dengan suara mantap Ia berkata,

Bacaan Lainnya
banner 400x400

“Walaupun kini Kita tidak punya apa-apa, tapi jangan lupa, Kita masih punya Allah. Allah adalah Raja Diraja. Allah berkuasa mengangkat siapa saja. Allah juga berkuasa menjatuhkan siapa saja. Allah berkuasa memuliakan siapa saja, dan Allah berkuasa menghinakan siapa saja. Di
tangan-Nya lah segala kebaikan.”

Mujahid terus menatap wajah istrinya. Sementara sang istri berusaha terus menghindari dari tatapan tajam sang suami.

“Pandanglah Aku!”, pintanya.

“Apakah Kamu ragu akan janji Allah? Sungguh Allah adalah Zat yang tidak pernah mengingkari janji-Nya!”, kata Mujahid sambil mendekap kembali tubuh kecil istrinya dengan penuh kasih sayang.

“Tugas kita hanyalah berikhtiar, Sayang. Lakukanlah apa yang dapat kita lakukan!”, pintanya dengan suara pelan setengah berbisik.

“Saya di sini, Kamu di rumah. Terlalu banyak misteri yang tidak Kita pahami dalam hidup ini. Bukan mustahil keadaanku dan kenyataan yang dihadapi Anak-anak akan menjadi guru yang amat berharga bagi masa depan Mereka. Semua ini tidak akan datang pada anak lain. Kita harus berbaik sangka atas keputusan Allah. Yakinlah, yakinlah, Sayangku!”.

Kalimat-kalimat yang meluncur dari bibir Mujahid terus mengalir ke hati dan mengisi pikiran Nur, seakan memunculkan kekuatan gaib. Kasih sayang dan cinta terpancar dari kata-kata dan pelukan sang suami terasa lebih dalam dan lebih indah dari biasanya.

“Ya Allah, ternyata Engkau tetap memelihara cinta Kami berdua. Segala puji bagi-Mu, ya Allah. Engkau tetap menjaga cinta Kami. Jagalah juga Anak-anak Kami, ya Allah”, desah Nur dalam hati sambil terus mendekap
tubuh sang Suami.

Mereka berpelukan erat, dada mereka menyatu, tanpa kata-kata. Hati mereka saling berbicara. Mereka memejamkan mata untuk merasakan lebih dalam makna sentuhan itu.

“Ke depan insyaallah situasi akan semakin tenang, situasi yang mengundang perhatian publik sudah berlalu. Segera pindahkan sekolah Amil dari Lamongan ke Denpasar, sementara Ira sudah saatnya masuk Taman Kanak-kanak. Anak-anak harus sekolah dan pastikan Mereka bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Masa depan mereka berada di sekolahan”, pesan Mujahid kepada sang Istri terkait masa depan anak anak mereka.

Tiba-tiba Si Gendut nongol.

“Maaf, waktu kunjung sudah habis!”, katanya sopan.

Mujahid melepas pelukannya. Ia menatap wajah istrinya sekali lagi, lalu mencium keningnya.

“Jangan lupa shalat dan berdoa”, pesan Mujahid sambil meninggalkan sang istri yang masih berdiri mematung memandangi kepergiannya.

Nur baru saja mendapatkan nasehat dan pelajaran berharga dari orang yang sangat Ia cintai. Suaminya yang biasa pendiam, dingin dan bicara seperlunya, tiba-tiba membelainya dengan mesra sembari mengalirkan kalimat-kalimat indah dengan makna yang tidak sepenuhnya Ia pahami. Tetapi dari getaran suaranya dan belaian tangannya, Ia merasakan betapa ada kejernihan batin dalam diri sang Suami yang sebelumnya tidak Ia sadari.

(Bersambung…..)