New York, Kota Dunia Yang Tak Pernah Tidur

New York City
New York City
banner 400x400

Catatan Ilham Bintang

Hajinews.id – Tiba di New York pukul 23.30 malam (waktu setempat) dari Pocono, disambut kemacetan lalu lintas. Ada apa, padahal ini tengah malam?

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Perlu waktu extra untuk sampai di tujuan, di Manhattan, 44th street. ” Inilah New York yang never sleep,” ucap Ade Ilyas, diaspora asal Medan yang sudah lebih 30 tahun menetap di New York. Iya, kami semobil dengan Ade malam itu dari Pocono, rumah Ernasari Glickman diaspora Indonesia, juga asal Medan.

Seperti juga di Jakarta

Sebelum  sampai di hotel kami menyaksikan terjadi beberapa kali  cekcok mulut  dan perang klakson antar pengendara mobil yang berebut  jalan. Persis juga seperti di Jakarta.

” Shitt,” serapah JJ yang mengemudikan mobil sembari menginjak rem secara mendadak. Membuat  mobil berguncang dan mengeluarkan bunyi akibat pengereman itu.

Kejadiannya dipicu pengemudi sedan  di depannya yang tetiba memutar balik kendaraannya yang semula sudah  berbelok ke kiri. Sekejap saja memicu riuh lengkingan bunyi klakson malam itu.

” Biasa ini, pulang kerja di hari weekend, merasa sudah bebas dari tekanan pekerjaan,” sambung Ade lagi. Kejadian tersebut syukurlah tidak berbuntut panjang Jumat (10/2) malam itu.

Sebentar. Kita cerita dulu mengenai Pocono, daerah pegunungan dengan pemandangan lereng bukit – bukitnya yang indah. Pegunungan Pocono berada di Pennsylvania. Sudah lama menjadi tujuan para wisatawan yang ingin bersantai.

Resor paling awal dibuka di sana pada awal 1900-an.  Terkenal dengan teater dan ski—dan kini menawarkan resor mulai dari yang terjangkau hingga eksklusif.

Pocono sudah terkenal  sebagai tempat berlibur  sejak  tahun 1920-an.

Di kawasan ini bertebaran villa – villa pribadi dengan ukuran luas.  Pocono berjarak 1,5 jam naik mobil dari New York. Karena di daerah pegunungan salju pun cepat turun di sini. Dinginnya minta ampun, ditambah embusan angin yang kencang membuat badan terasa menggigil. Tapi JJ sempat main Snowboard di sana.

Ernasari dan suaminya, Glickman, programmer komputer, sedang membangun rumah baru di atas tanah seluas 5000 m2. Villa tiga  lantai, sekitar 8 ruangan, termasuk empat kamar tidur. Glickman dan Ernasari menahan kami menginap di rumah barunya malam itu. Namun, kami sudah dua malam meninggalkan New York, anak menantu sudah menunggu. Padahal, suami istri bahagia itu sudah sempat menghibur kami dengan memainkan grand piano menyanyikan lagu – lagu klasik “My Way” dan ” Let It Be Me” dari The Bee Gees.

Dibangun dengan tenaga sendiri

Ruang kerja Glickman terletak di basement yang sementara menjadi akses masuk rumahnya. Banyak layar komputer di ruangan itu serta alat alat kerjanya masih bertebaran, belum ditata.

“Masih berfungsi sebagai bunker, ” kata Glickman sambil tertawa kecil.

Saat ini rumah atau villa itu dalam tahap finishing. Yang menarik, pembangunan detil – detilnya dikerjakan berdua oleh Ernasari dan Glickman.Dengan begitu, alasannya, hasilnya semua detailnya bisa  teliti.

Ernasari memperlihatkan plafon dan dinding rumahnya yang dicat dengan tenaga dia  sendiri. Memang rapi. Menurut ceritanya, mereka memang selalu begitu. Selalu membeli rumah tua lalu direnovasi. Rumahnya di Baltimore dimana kami  menginap dua malam  (9-10 Februari), juga asalnya dari rumah tua yang dia bangun kembali, dan ditukangi oleh mereka berdua.

Ernasari datang ke  Amerika tahun 1991, ikut suami, Bobby, blasteran Indonesia –  Filipina. Namun, baru setahun tinggal di New York, Bobby meninggal di usia muda, 30 tahun, karena kanker. Meninggalkan Ernasari dan dua anak, Jonathan dan Jasen yang masih kecil- kecil.

” Waktu itu hidup seperti menghadapi kiamat. Saya ditinggal suami dengan dua anak di kota yang baru saja kami datang,” kenang Ernasari.

Dua tahun kemudian, dia menikah dengan Joshua Glickman. Dari perkawinan itu mereka mendapatkan seorang anak bernama Denny (23 tahun). Karena semua anak-anaknya telah hidup mandiri, membuat mereka leluasa dan punya waktu banyak untuk diisi dengan  berbagai aktivitas.

22 juta penduduk

Kembali ke New York kota yang dijuluki tidak pernah tidur. Seperti itu yang digambarkan dalam lirik lagu “New York, New York ” yang sangat terkenal lewat suara merdu Frank Sinatra.

“… Saya ingin menjadi bagian dari itu…

New York, New York

Sepatu gelandangan ini

Mereka rindu untuk tersesat

Tepat di jantungnya

New York, New York

Saya ingin bangun di kota

yang tidak pernah tidur

Terserah kamu

New York, New York

New York, New York

Saya ingin bangun di kota

Itu tidak tidur… ”

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *