Novel Muhammad Najib, “Bersujud Diatas Bara” (Seri-38): Sekolah Dengan Prihatin

Mudik Lebaran
Muhammad Najib, Dubes RI untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO
banner 400x400

Walau semangat belajarnya tinggi, tapi Ia tidak punya cukup uang untuk membeli buku-buku yang diperlukan. Karena itu Ia berusaha mengatasinya dengan cara meminjam dari kawan-kawan dekatnya. Untuk menyenangkan yang meminjamkan buku kepadanya, Ia selalu mengajarkan apa-apa yang Ia sudah ketahui kepada mereka sebagai imbalan, sehingga kawan-kawan dekatnya selalu berlomba untuk meminjamkan buku kepadanya. Bagi kebanyakan siswa di kelas itu, belajar dari Amil jauh lebih mudah, lebih menyenangkan, dan lebih cepat dibanding belajar sendiri.

Kawan-kawan Amil punya banyak waktu untuk bermain. Sepulang sekolah mereka sudah ditunggu oleh banyak aktifitas, seperti bermain sepak bola, renang, atau belajar musik. Sedang Amil lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Karena itu, Ia punya waktu yang cukup untuk belajar. Sekali-kali Ia membantu Ibunya jika diminta, atau atas kesadarannya sendiri manakala Ia merasa jenuh dalam belajar.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Saat pembagian rapor bersamaan dengan pengumuman kelulusan Anak-anak kelas enam yang dIsatukan malam perpisahan, seluruh orangtua atau wali murid diundang untuk hadir. Tiap-tiap kelas muncul untuk menunjukkan kebolehannya dengan menampilkan atraksi. Ada yang menampilkan tari-tarian, ada juga yang mendemonstrasikan seni bela diri, pencak silat. Selain itu, ada juga yang menampilkan pidato agama atau pembacaan puisi.

Tiba saatnya puncak acara yang dinanti-nantikan oleh seluruh pasangan orangtua atau wali murid, yaitu pengumuman siswa-siswi terbaik di semua tingkatan. Dengan jantung berdebar para orang tua yang hadir berharap nama Anaknya lah yang akan disebut. Satu demi satu nama nama Anak yang terbaik di kelasnya dipanggil. Mereka memanggilnya mulai dari kelas enam, lima, empat, tiga dan seterusnya.

Ketika sampai giliran kelas dua, pembawa acara memanggil nama Amil Mujahid. Amil yang merasa namanya dipanggil, menatap wajah sang Ibu yang duduk di sebelahnya. Amil lalu menepuk-nepuk lutut Ibunya. Pembawa acara itu kembali memanggil namanya. Nur terkesiap mendengar nama Anaknya dipanggil untuk maju ke depan. Ia terkesima seperti berada dalam mimpi. Ketika pembawa acara itu memanggil nama Anaknya sekali lagi, baru lah Ia tersadar. Ia lantas mendorong dan menuntun Anaknya untuk naik ke panggung.

Nur menyaksikan Anak sulungnya menerima hadiah dan ucapan selamat dari Kepala sekolah dengan mata berkaca-kaca. Pikirannya campur-aduk antara percaya dan tidak, bangga dan sedih. Ia teringat keadaan suaminya yang tidak bisa menyaksikan kebahagiaan malam itu. Ia bangga karena ternyata mampu mengatasi tekanan batin yang dihadapinya. Sementara itu, beberapa kawan dekatnya memberikan ucapan selamat dengan menyalaminya secara bergantian

(Bersambung…..)