Disway: F1 H20

F1 H20
Ilustrasi Ajang Perlombaan Powerboat di Danau Toba.-otorita.danautoba-Youtube otorita.danautoba
banner 400x400

Itu tidak mudah. Down town pantai Toba sudah dikuasai perorangan. Milik warga desa. Penuh rumah. Kecil-kecil. Ada yang masih berupa sawah. Ditanami  padi. Juga dengan petak-petak kecil.

Jenderal Luhut Panjaitan punya sekolah unggulan di dekat danau ini: Unggul Del. Terkenal sekali namanya. Tinggi sekali mutunya. Jendral TB Silalahi juga punya sekolah unggulan dan museum Batak. SMA Soposurung. Dua sekolah ini seperti bersaing terbaik bagi Balige dan Tanah Batak dan Indonesia.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Tidak adanya lahan kosong yang luas milik negara maupun swasta di Toba jadi faktor penyulit untuk penambahan fasilitas wisata kelas dunia si sana.

Lahan-lahan perorangan di bibir danau itu belakangan banyak dibuat cafe. Setidaknya ada 20 kafe. Kalau Anda ke kafe ini, Anda bisa minum kopi sekalian melihat F1 H20.

Untuk acara besar nanti pemerintah mengizinkan pemilik lahan di situ untuk menampung penonton. Maka bermunculanlah n tribun-tribun perorangan untuk F1 H20 minggu depan. Misalnya tribun Pardede Kempes. Ini dibangun Pardede di tanahnya yang menghadap ke danau.

Tentu tribun-tribun perorangan tersebut harus seizin panitia/Pemda. Juga harus lulus persyaratan pengaturan kursi dan keamanan penonton.

Penjualan tiketnya pun harus terkoordinasi di website yang sudah disetujui. Salah satunya website milik Sahabat Disway di sana: tobaexperience.id/ticket.

Pemerintah memang mengakomodasikan kepentingan ekonomi rakyat di acara ini. Akan ada display produk UMKM lokal, pun di tribun VIP. Sahabat Disway itu, Eko Pardede, menyiapkan oleh-oleh khas Balige/Toba. Yakni bolu gulung. Ia beri merk Boan. “Kalau diucapkan dua kali bisa berarti oleh-oleh,” ujar Eko Pardede yang juga akan menyajikan kopi khusus dari Toba: Hutanta Coffee.

“Usaha kami babak belur selama pandemi. Maka F1 H20 ini kami jadikan titik balik,” ujar Pardede.

Pardede masih ingat: dulu saya sering mengucapkan kalimat berikut ini. “Terlalu banyak tokoh nasional dari Batak, tapi terlalu sedikit proyek nasional di tanah Batak”.

Jadilah Silangit bandara yang memadai.

Dan kini Toba mendapatkan menu yang setara dengan nama besarnya.

Lalu apakah ini untuk yang terakhir kalinya? (Dahlan Iskan)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *