Novel Muhammad Najib, “Bersujud Diatas Bara” (Seri-40): Godaan

Godaan
Muhammad Najib Dubes RI Untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO
banner 400x400

“Tidak dipenjara. Tapi Ia pergi meninggalkan Saya”.

“Maksud Bapak pisahan, begitu?”.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

“Ya, begitulah. Karena itu Saya sering merasa kesepian”, jawab Pak Rudy dengan nada nakal memancing sambil berdiri menghidupkan tape yang ada di ruang itu.

“Saya yakin Ibu juga mengalami hal yang sama, kan?”, lanjutnya.
Nur tidak menjawab. Ia hanya merunduk salah tingkah dengan wajah memerah. Ia merasa tersinggung dengan ucapan itu, tapi Ia berusaha menguasai diri.

“Maaf, Pak, Saya mau pamit”, kata Nur sambil berdiri.

“Sebentar, Bu, Saya ambilkan uangnya”, pinta Pak Rudy bergegas ke belakang.

Ia keluar sambil menyodorkan delapan lembar uang seratus ribuan.

“Pak, ini lebih”, kata Nur sambil mengembalikan kelebihannya dengan cara meletakkannya di meja.

“Bawalah, Bu. Itu rezeki Ibu”, sambil menyodorkan kembali uang yang diletakkan Nur. Dengan cekatan Nur menghindar dari kemungkinan untuk disentuhnya. Dan Nur pun segera pergi meninggalkan rumah itu.

Sesudah menyelesaikan pekerjaan rutinnya, malam itu Nur duduk santai bersama Anak-anaknya di ruang tamu menikmati siaran televisi. HPnya berkedip tanda ada telpon masuk. Nur segera mengangkatnya dan Ketika melihat yang menelponnya Pak Rudi, Ia meletakkan kembali ke meja. Setelah lima menit telpon itu berkedip kembali dan Nur tidak menggubrisnya. Seteleh lima menit, telpon itu berkedip kembali untuk ketiga kalinya. Nur kemudian mengangkatnya.

“Apa Saya bisa bicara dengan Ibu Nur?”.

“Saya sendiri”, jawabnya berusaha tetap sopan.

“Saya mau pesan kue lagi ?”.

“Berapa kilo ?”, tanya Nur.

“Lima kilo”.

“Tapi Saya tidak bisa mengantarnya, nanti pembantu Saya yang akan mengirim”.

“Sudahlah, Bu. Saya mengerti kebutuhan Ibu. Kita kan bisa saling mengisi”, jawabnya.

Nur tidak bisa lagi mengendalikan emosinya,

“Maaf , ya Pak! Bapak perlu tahu, Saya ini bukan perempuan murahan!”, dengan nada tinggi.

“Maaf, Bu. Saya tidak bermaksud menempatkan Ibu sebagai perempuan murahan. Saya bisa memenuhi berbagai permintaan Ibu asal masih dalam kewajaran”, balas Pak Rudy dengan pura-pura bodoh dan nakal.

“Pak, tolong jangan hina Saya seperti itu! Saya memang perempuan miskin yang sedang susah, tapi Saya tidak serendah yang Bapak kira!”, jawab Nur sambil mematikan HPnya.

Air matanya terburai membasahi pipinya. Ia langsung berlari masuk ke kamar, kemudian membanting tubuhnya ke tempat tidur sambil tersedu menutup wajahnya dengan bantal. Hatinya terasa hancur bagai kaca dihantam batu besar yang jatuh dari langit. Anak-Anak yang menyaksikan kejadian itu hanya bengong saling pandang tak mengerti apa sebenarnya yang sedang terjadi.

(Bersambung…..)