Disway: Ultah Dewa

Ultah Dewa

Oleh: Dahlan Iskan

Hajinews.id – LEBIH 70 dewa turun di Semarang. Minggu pagi ini. Mereka sudah berdatangan sejak Sabtu kemarin. Dari berbagai penjuru Jawa. Salah satunya yang saya bawa dari kelenteng Gudo, luar kota Jombang.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Saya bertemu dewa itu di rest area Salatiga –rest area dengan pemandangan sekitar terindah di sepanjang jalan tol Merak-Probolinggo.

Saya dan istri datang dari Surabaya. Berhenti di rest area tersebut. Yang dari Malang juga berhenti di situ. Pun yang langsung dari Gudo: satu bus dan 3 mobil. Rest area ternyata juga berfungsi untuk meet point.

Dewa yang dari Gudo diangkut dengan mobil yang dihias seperti mobil pengantin. Dari Salatiga ini kami konvoi menuju Semarang. Titik berkumpulnya di halaman kelenteng Tay Kak Sie, di pecinan Semarang.

Kelenteng ini sangat tua: didirikan tahun 1771. Bangunan kuno di samping halaman terlihat bekas terbakar. Itulah rumah abu jenazah. Terbakar dua tahun lalu.

Setelah salat duhur di kelenteng Tay Kak Sie itu saya bergabung di barisan yang sudah siap jalan. Yang paling depan adalah pembawa bendera kebesaran kelenteng Gudo. Seperti yang sering Anda lihat di film silat Hong Kong.

Di belakang bendera berbaris para wanita pembawa bunga. Saya di belakang wanita bunga itu. Dewa dari Gudo pun dikeluarkan dari mobil. Diserahkan ke saya.

Di belakang saya, barisan seluruh anggota rombongan.

Paling belakang adalah kelompok musik kelenteng, lengkap dengan tamburnya.

Diiringi tetabuhan bertambur itulah kami melangkah. Pelan-pelan. Meninggalkan halaman kelenteng ini. Ke arah kelenteng yang lain: kelenteng Ling Hok Bio. Jaraknya sekitar 500 meter. Lewat jalan utama pecinan Semarang.

Yang saya bawa tersebut adalah dewa Hok Tik Cing Sin. Dewa Bumi. Disebut juga Dewa Tanah. Di kelenteng, Dewa Tanah ini banyak disembah oleh pengusaha real estate.

Di sepanjang jalan menuju kelenteng Ling Hok Bio masyarakat menyaksikan di pinggir jalan. Sambil banyak yang menuding-nuding saya. Pengeras suara memang menyebut si pembawa dewa adalah anaknya Pak Iskan itu.

Menjelang sampai di Ling Hok Bio perjalanan kami harus berhenti. Di situ diadakan penyambutan dari tuan rumah. Petasan dihampar di depan kami. Meletus bersautan. Letusan mercon reda kami disambut Barongsai tuan rumah. Lalu satu hamparan mercon lagi digelar. Letusannya bertubi-tubi. Meriah sekali.

Tiba di depan altar Ling Hok Bio dewa Bumi itu saya serahkan ke tuan rumah. Untuk diletakkan di altar khusus. Ditonton ratusan orang.

Saya pun memperhatikan altar itu. Sudah banyak dewa berjajar di situ. Rupanya sudah banyak delegasi dari kelenteng lain yang lebih dulu menyerahkan dewa ke tuan rumah.

Setelah kami pun masih akan banyak dewa-dewa lain yang berdatangan.

Pagi ini dewa-dewa itu akan diarak keliling jalan-jalan di pecinan Semarang. Untuk pawai ta’aruf. Memperingati ulang tahun kelahiran salah satu dewa unggulan di Ling Hok Bio.

Di sepanjang jalan dekat Ling Hok Bio terlihat berjajar ”paddock” para dewa. Di ”paddock” masing-masing terdapat tandu. Sedang dihias dengan bunga. Semua sibuk menghias tandu. Satu kelenteng, satu tandu.

Di tandu itulah, Minggu pagi ini, dewa diletakkan. Untuk dipikul, dibawa berpawai ta’aruf para dewa.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *